Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kesetaraan Gender, PPh 21, dan Proses Transformasi

20 Oktober 2016   14:41 Diperbarui: 1 Agustus 2017   14:54 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gender Equality and Tax Reform (koleksi pribadi Jilal Mardhani)

Senin, 17 Oktober 2016 lalu, United Nation Information Center (UNIC) menyelenggarakan diskusi bersama sejumlah tokoh pria membicarakan kesetaraan gender di kantor mereka. Saya mengikut bagian dari seri dialog Nelson Mandela yang bertajuk “HeForShe” itu bersama 22 beragam tokoh lainnya, baik dari kalangan diplomat, pemimpin media, jurnalis, aktivis, pengusaha, birokrat, penegak hukum, dan akademisi.

Semua membicarakan berbagai pengalaman, pemikiran, maupun gagasan untuk keberhasilan kesetaraan gender di Indonesia. Tiga sasaran strategis yang dicanangkan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla terhadap issue ini juga menjadi bagian menarik dari diskusi mulai pagi hingga siang itu, yaitu meningkatkan peran dan keterlibatan kelompok wanita aktif dalam tingkat pengambil keputusan hingga 30 persen, mengurangi tingkat resiko kematian pada proses melahirkan, dan menghentikan kekerasan terhadap kaum hawa tersebut.

***

Kesetaraan gender tak terlepas dari kebudayaan dan tradisi yang berkembang di masyarakat. Hal yang sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh sistem keimanan (agama dan kepercayaan) maupun sistem nilai yang dianut masyarakatnya.

Soal keimanan dan sistem nilai yang dianut sesungguhnya bagian dari ‘teritorial’ keluarga. Walau bersifat privat, keduanya memiliki kemungkinan abadi untuk berkembang sejalan dengan zamannya masing-masing. Meski peluang koreksi, penyempurnaan, atau bahkan pencerahan yang mengantar pada sebuah ‘revolusi’ senantiasa terbuka — seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman masing-masing — pergeseran keimanan dan sistem nilai memang tidak akan terjadi serta-merta. Melainkan melalui sebuah proses panjang yang berliku dan senantiasa saling tarik-menarik. Sebab, hal tersebut terkait erat dengan kemapanan budaya dan tradisi yang telah berkembang dan dianut masyarakatnya. Ruang berkumpulnya individu keluarga bergaul dan berinteraksi satu dengan yang lain.

Teritorial pemerintahan negara kemudian hadir untuk menyelaraskan sekaligus mengembangkan dan memelihara ketertiban masyarakatnya. Asal mula dari sistem konstitusi dan landasan hukum yang menjadi dasar formal kehidupan dan kebersamaan di wilayah yang dikuasai dan dimiliki bersama.

Walaupun begitu, hendaklah pemahaman dan kesadaran kita tentang asal mula konstitusi dan produk-produk hukum yang hadir dan berkembang, tidak pernah mengabaikan — apalagi melupakan — ibu kandungnya : sistem keimanan dan sistem nilai yang dianut masing-masing keluarga yang menjadi anggota masyarakatnya. 

***

Ketentuan mengenai pajak penghasilan yang lebih dikenal sebagai PPh 21 hanyalah salah satunya. Di sana, sedemikian rupa kaum pria dan wanita telah ditempatkan secara tidak sejajar. Asimetris. Sebab, seorang wanita yang bekerja tidak bisa serta merta mengakui tanggungan (suami dan anak-anak) sebagai fasilitas yang membebaskannya dari kewajiban pajak. Meskipun suaminya tidak bekerja. 

Fasilitas itu biasa diistilahkan sebagai pendapatan tetap tidak kena pajak (PTKP). Pemerintah selalu memperbaharui nilainya. Tahun ini, PTKP untuk seorang tanggungan adalah Rp 4.500.000. Artinya, seorang suami yang memiliki seorang istri dan 3 orang anak (maksimal), sebesar Rp 72.000.000 dari pendapatan setahunnya tidak dikenakan pajak. Angka tersebut didapat dari Rp 54.000.000 (PTKP yang bersangkutan atas penghasilan yang diperolehnya) ditambah 4 kali Rp 4.500.000 untuk menanggung seorang istri dan 3 anak.

 Sehingga, jika pendapatan kotornya dalam setahun hanya Rp 100.000.000 maka PPh 21 Orang Pribadi yang harus dibayar kepada negara hanya Rp 1.400.000. Angka tersebut didapat dari 5% tarif PPh untuk nilai Rp 50 juta ke bawah, dikalikan jumlah pendapatan kena pajaknya yang sebesar Rp 100.000.000 dikurang Rp 72.000.000, atau sama dengan Rp 28.000.000.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun