Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Danarto yang Terakhir

11 April 2018   22:56 Diperbarui: 12 April 2018   12:49 2264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya foto Witjak Widhi Cahya (Danarto) dan Danny Adriono (latar belakang hitam putih)

Selasa 10-4-2018 sore kemarin, kendaraan kami baru saja meninggalkan komunitas yang terletak di jalan Salihara, merayap menuju Bandung. Mas Goen yang duduk di depan, membaca pesan yang masuk lewat telpon genggamnya, lalu berkata, "Mas Danarto ditabrak sepeda motor!"

Kami hampir tiba di kediaman Mas Endo yang terletak di Bandung Utara, sekitar 6 jam kemudian. Lalu diterimanya kabar yang lain: seniman Danarto telah mengembuskan nafasnya yang terakhir. 

+++

Sejak lama, berulang kali saya mengumandangkan kekhawatiran terhadap wabah sepeda motor yang melanda keseharian kita. Jenis kendaraan yang bertambah begitu pesat sehingga menguasai jalan-jalan raya. Di Jakarta, jumlah yang tercatat (14 juta unit) melebihi penduduknya (10 juta jiwa). 

Saat ini, dari 50 juta perjalanan yang setiap hari berlalu-lalang di Ibu Kota, diperkirakan sekitar 70 persen di antaranya menggunakan sepeda motor. Mereka adalah penghuni jalan raya yang "diabaikan". Sebab, hingga kini ruang gerak dan lintasannya di sana tak kunjung pernah difikirkan. Bahkan setelah menjadi pengguna terbanyak.

Mereka yang ada tapi tak diacuhkan itu, akhirnya terpaksa menggusur yang lain. Mendirikan tata krama dan adat-istiadatnya sendiri. Lalu memaksakan sekaligus mengukuhkan peradaban baru. Meskipun chaos dan liar.

Menyusul dari sisi kiri seolah menjadi hal yang seharusnya. Melawan arah dari arus lalu-lintas yang padat adalah hal biasa. Membonceng lebih dari satu penumpang, atau tidak menggunakan pelengkap keselamatan, seolah wajar saja.

Membawa anak kecil, berbelok sembarangan, melintas di atas trotoar, dan berhenti di sembarang tempat, bukan sesuatu yang berdosa. Bahkan mengangkut muatan berlebih yang bukan hanya berbahaya bagi pengemudinya, tapi juga kendaraan lain, tak lagi dipahami sebagai hal yang salah. 

Para pengendara sepeda motor hari ini justru sering berang ---bahkan kadang beringas--- jika ada yang menegur, mengingatkan, atau menghalangi kebiasaan-kebiasaannya yang tak senonoh itu. Meskipun sesungguhnya demi kebaikan diri mereka sendiri dan pengguna jalan raya yang lain.

+++

Wabah sepeda motor itu telah terlalu sering memakan korban. Kadang mematikan, seperti yang dialami Mas Danarto. Konon ia ditabrak saat hendak menyeberang jalan raya di dekat rumah kontrakannya di Ciputat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun