Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Untuk Para Kekasih, Seluruh Sahabat, Adik-adik, dan Anak-anakku

10 April 2018   13:07 Diperbarui: 10 April 2018   13:15 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KALAU MISKIN HARTA, itu tak soal. Sebab hanya soal waktu, selama tetap berusaha. Siapa pun sesungguhnya dianugerahi keistimewaan yang tak hanya bermanfaat bagi dirinya. Tapi juga kepada yang lain. Hal yang perlu hanya terus mengasah dan mengembangkan keistimewaan itu. Jika waktu belum berpihak, tak usah kecil hati. Tak perlu marah. Mereka yang waras lebih memaklumi kegigihan. Bahkan dibanding keistimewaan itu sendiri.

KALAU MISKIN SEMANGAT, itu soal lain. Jika berpangku tangan, segalanya pun terlihat rumit. Belum apa-apa sudah tak percaya pada keistimewaan yang menjadi kodrat dan dimilikinya. Emas dan berlian itu tak pernah indah berkilau dan memukau sebelum ditambang, dibentuk, dan diasah. Bukan begitu saja keluar dari perut bumi. Membuang taik atau kecing pun tak demikian saja terjadi. Selalu ada proses yang mendahului dan menyebabkan bentuk, warna, dan baunya.

KALAU MISKIN CINTA, itu soal lain lagi. Sejak semula akan berpenampilan cacat. Karena selalu sibuk mengurangi keistimewaan tetangga. Bahkan yang jauh di sana. Capek menduga-duga karena terlalu bersemangat menjelek-jelekkan, bahkan ingin menyingkirkan yang lain. Lupa bahwa dibalik keistimewaan yang ada pada dirinya, terdapat banyak ketidak-sempurnaan dan kekurangan. Bahkan mungkin tak tahu, menyia-nyiakan, atau tak pernah mensyukuri keistimewaannya sendiri. Padahal sudah menjadi kodrat manusia untuk saling menyempurnakan dan melengkapi, dengan dan atas dasar cinta itu.

KALAU MISKIN NURANI, itu baru persoalan. Pasti selalu lupa bahwa hidup ini selalu berputar. Tak pernah mampu membedakan antara khilaf dan sengaja. Tak paham miliknya hanya sementara. Bukan hanya tak sudi mengakui keteledoran atau kesalahan yang pernah dengan sengaja dilakoni. Bahkan sejak semula sering berniat jahat, merugikan bahkan mencelakakan yang lain. Semata-mata hanya untuk dirinya dan tentang dirinya. Berbohong dan khianat sudah mendarah daging. Tega dan tak pernah malu.

KALAU MISKIN WAKTU, itu biasa. Karena setiap kehidupan selalu berawal dan berakhir. Kematian adalah pasangan abadinya. Maka waktu adalah kesempatan. Sementara tak semua kesempatan selalu berhasil. Kegagalan adalah biasa. Selama waktu masih tersedia maka selalu terbuka kesempatan untuk mencoba lagi. Jadi tak usah berkecil hati untuk menyegerakan yang tak mungkin. Sebakul nasi tak mungkin ditelan sekaligus. Semangkuk beras tak seketika tanak menjadi nasi. Sejumput padi tak begitu saja menjadi beras yang siap dimasak. Sepetak sawah tak mungkin seketika menyediakan bulir padi untuk dipanen tanpa menanam bibitnya. Jadi, sesungguhnya tak ada istilah "miskin kesempatan".

+++

Kalau begitu maka "miskin waktu" adalah keniscayaan dan "miskin harta" biasa saja. Percayalah, Anda tak sendirian dan semestinya yang lain tak akan membiarkanmu hingga mati kelaparan.

Hal yang masalah adalah jika "miskin semangat", "miskin cinta", atau "miskin nurani". Semua yang recok, tak menghormati upaya, tak menghargai gagasan, selalu mendahulukan curiga, menganggap diri paling benar, tak menyadari dirinya bagian dari yang lain, tak berusaha mengerti dan memahami persoalan, adalah bagian dari golongan itu.

Mereka pasti pernah menipu, bahkan terhadap ibunya sendiri. Apalagi Tuhan. Mereka telah mencuri tapi selalu membenarkan diri dan tindakannya. Bahkan mereka sering merampok pohon-pohon yang menyajikan buah untuk dimakannya. Mungkin mereka sudah memperkosa anak-anak sendiri dan mencandukannya.

Sebab tak seorangpun manusia waras yang terlahir tanpa semangat, cinta, dan nurani. Mereka menderita kemiskinan salah satu atau ketiga hal itu karena menyia-nyiakan dan menyampakkannya.

Silahkan pilih sendiri. Ikut menjadi penghuni "neraka caci-maki dan penyesalan tak berkesudahan" bersama golongan sesat itu, atau merayakan bersama kehidupan dan kemanusiaan di dunia yang asyik ini hingga waktunya harus selesai nanti?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun