Saya tak keberatan jika mantan tentara atau polisi --- artinya setelah pensiun, berhenti maupun mengundurkan diri --- dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati atau wakil-wakilnya.
Demikian esensi sistem demokrasi yang kita junjung tinggi hari ini. Semua itu tentang hak dan kewajiban warga negara (sipil).
###
Di era Orde Baru, purnawirawan maupun perwira aktif Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sering "ditunjuk" dan "terpilih" sebagai Menteri, Pimpinan Lembaga Non Kementerian, Komisaris maupun Direksi BUMN/BUMD, atau Kepala Daerah. Semua itu adalah hal yang "biasa". Bahkan mereka tetap berstatus aktif, tak perlu pensiun dini, dan sewaktu-waktu bisa kembali ke kesatuannya.
Merekalah golongan yang pernah "diistimewakan" di republik ini.
Sebagai warga negara berstatus "khusus", mereka pernah demikian kompak, terstruktur, dan rapih sehingga hampir tak terbantah dan tak terkalahkan. Supremasinya terpelihara masif melalui kebijakan dwifungsi yang dicanangkan Suharto. Maka sewajarnyalah jika mereka saling "menjaga" dan "melindungi".
Semua itu berakhir ketika Gerakan Reformasi 1998 bergulir yang diikuti dengan mundurnya Suharto dan runtuhnya Orde Baru. ABRI kemudian dipecah menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang difokuskan pada fungsi pertahanan dan keamanan terhadap ancaman kedaulatan Negara, dan Kepolisian yang ditujukan untuk menjaga ketertiban masyarakat.
###
Indonesia memang kemudian tertatih mereformasi dan membenahi dirinya. Apa yang telah terbentuk dan menjadi selama 32 tahun kekuasaan sentralistis pemerintahan sebelumnya --- terutama dalam sistem nilai, budaya, dan prilaku masyarakat terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme --- telah hampir menjadi sebuah keniscayaan yang sempurna.
Diantara sekian banyak agenda reformasi yang dilakoni bangsa kita, proses yang berlangsung di tubuh ABRI/TNI merupakan yang terbaik. Mereka "hampir" sungguh-sungguh kembali ke barak, menjadi warga pilihan yang dimiliki semua kelompok dan golongan masyarakat, serta tak lagi terlibat dalam politik praktis. Fraksi khusus yang menaungi kepentingan dan aspirasi politiknya di DPR ditiadakan. Bisnis yang mereka kuasai maupun berbagai kegiatan usaha yang "mencatut nama" mereka juga dihentikan.
Meskipun disana-sini berlangsung riak kecil --- terutama akibat perselisihannya dengan oknum-oknum Kepolisian karena seluruh "keterlibatan" mereka dalam kehidupan masyarakat sipil telah ditiadakan --- TNI kita tetap berbaris rapih kembali ke baraknya. Sungguh suatu upaya yang sama sekali tak mudah dan tak murah.