Mas Budi Karya pasti memahami jika semua orang ---terlebih lagi pengusaha yang mau tidak mau harus mempertaruhkan kekayaan dan sumber daya pribadi lain yang dimiliki--- mengharapkan "kepastian" dan "rasa aman dan nyaman" setiap kali melangkahkan kakinya. Apalagi pada hal yang baru dan belum pernah dilakoni sebelumnya.
Begitu pula kiranya puluhan bahkan mungkin ratusan ribuan pengusaha kecil yang tumbuh menjamur bersama kehadiran angkutan online.
Mereka mempertaruhkan harta yang tak seberapa dengan mimpi memperoleh rezeki yang halal dan harapan berkembang di masa depan.
Apapun alasan yang Anda kemukakan, tetap saja tak mampu menyangkal kelengahan Negara qq Pemerintah melakukan sikapnya terhadap kehadiran berbagai fenomena baru seperti Revolusi Budaya Digital hari ini. Kalian tak tahu, kalian tak mengerti, kalian diam seribu bahasa, ketika tanda-tanda hingga kehadirannya muncul. Lalu setelah sekonyong-konyong meluas pengaruhnya, menjadi bagian hidup dan prilaku publik sehari-hari, kalian turun gelanggang hanya bersandar pada pakem-pakem kuno dan kekuasaan yang bersifat sementara itu.
Segala "ketidaksesuaian" yang kalian duga tapi yakini terhadap fenomena angkutan online itu ---menurut pemahaman akademis saya--- semata disebabkan ketidak mampuan menyesuaikan diri dan menyikapi perkembangan zaman. Bahasa gaul sederhana hari ini: kalian tidak move-on.
Kalian lupa bahwa semua regulasi dan ketentuan yang kita miliki dan menjadi acuan selama ini, adalah kesepakatan-kesepakatan konstitusional yang dikelola berdasarkan evolusi pemahaman-pemahaman yang tersedia. Negara, melalui konstitusi dan birokrasi pemerintahan yang berkuasa, semestinya secara berkala melakukan penyesuaian dan penyempurnaan terhadap kerangka kebijakan dan tatanan kehidupan bangsanya. Semua itu diupayakan melalui berbagai perangkat hukum dan ketentuan yang diberlakukan bagi keadilan dan kesejahteraan seluruh masyarakatnya.
Tapi perkembangan eksponensial dari kehadiran Revolusi Budaya Digital kali ini, berlangsung dengan begitu cepat. Hampir meniadakan berbagai adab dan perilaku keseharian yang lama, serta menggantikannya dengan sesuatu yang baru dan tak pernah terbayangkan sebelumnya. Bagaimanapun ---dalam berbagai fenomena yang saat ini berkembang--- kehadiran Revolusi Budaya Digital itu sesungguhnya memiliki kemampuan "mengancam" eksistensi negara dan pemerintahan tradisional. Sebab teknologi itu telah bisa menjangkau begitu banyak, begitu luas, dan begitu beragam hal-hal yang selama ini tak tersentuh olehnya.
Tapi negara adalah sebuah keniscayaan. Kehadirannya dibutuhkan sebagai pemersatu yang berdiri di atas semua golongan, menegakkan keadilan, mengayomi dan melayani kesejahteraan seluruh masyarakat, serta menjamin keberlanjutan gairah dan kedamaian hidup seluruh bangsanya. Ia tak semata tentang ekonomi. Tapi juga sosial, budaya, politik, dan ideologi.
Maka sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kalian agar selalu berupaya dengan segenap kemampuan dan sekuat tenaga untuk mengantisipasi hal-hal yang berkembang di masa depan. Bukan bertahan di masa lalu.
+++
Saya yakin, keprihatinan pemilik kendaraan yang saya tumpangi kemarin tak dirasakannya sendiri. Besar kemungkinan dialami oleh banyak "pengusaha kecil milenial" lain yang sempat "terjerumus" pada bisnis angkutan online itu. Termasuk "mitra lapis ketiga" yang menyediakan tenaga untuk mengoperasikan. Kedua kendaraannya yang ditarik perusahaan leasing karena tak sanggup membayar cicilan itu, tentu berakibat kepada setidaknya 2 orang pengemudi yang kehilangan pekerjaan.