Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik

I Tell You!

19 November 2016   22:42 Diperbarui: 20 November 2016   00:03 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Waktu konferensi pers di Cikeas tempo hari, SBY bilang 'fitnah lebih kejam dari pembunuhan' ---

--- sebetulnya siapa sih yang 'difitnah' dan siapa sih yang 'dibunuh', pak?

I TELL YOU!

SBY ketika itu juga mengatakan kalau rakyat yang datang dari berbagai daerah pada tanggal 4 November 2016 bukan mau jalan-jalan menikmati Jakarta tapi mendesak tuntutannya agar segera dipenuhi ---

--- tapi ketika sehari sebelumnya (3 November 2016) Kapolri sudah resmi menyampaikan bahwa Ahok akan dipanggil untuk diperiksa, terkait tuduhan penistaan agama yang ditimpakan padanya, kok tidak meminta, menghimbau, atau menyejukkan masyarakat yang pernah dipimpinnya 2 periode agar mengurungkan niat berdemonstrasi? Padahal kan tujuan demo sudah tercapai, jadi mau apa lagi ya?

I  TELL YOU!

Selama berpidato di depan wartawan yang hadir di Puri Cikeas tempo hari, SBY belasan atau mungkin puluhan kali mengingatkan kalau dia pernah 10 tahun jadi Presiden Republik Indonesia ---

--- sementara, secara naluriah, saya malah sering ragu ketika hal yang sesungguhnya telah menjadi fakta, tapi ditegaskan oleh pelaku utama atau yang berkepentingan dengan fakta itu, berulang-ulang. Akibatnya malah ketdak-pastian yang menyeruak di benak saya. Betulkah beliau 'memimpin' bangsa atau cuma keluarga dan kerabat dekatnya saja? Dengan kata lain, sisanya sekedar penumpang, gitu?

I TELL YOU!

Metode memecahkan persoalan adalah materi kuliah management semester pertama, kata SBY. Saya tidak mengerti maksudnya mau mengatakan apa atau mengajari siapa ---

--- tapi apakah mungkin SBY lagi mengeluh alias 'curcol' karena 'masalah' yang dihadapinya belum juga menemukan metode pemecahan? Masak sih masalah sindroma paska berkuasa begitu peliknya? Atau masalah keluar dari bayang-bayang? Kalau ini memang paling repot!

I TELL YOU!

Dalam pidatonya itu, SBY pun berulang kali mengatakan aparat intelijen (dan kepolisian) harus bekerja akurat dan jangan ngawur memberikan informasi ---

--- kalau kepada Anda yang sudah tidak lagi menjabat tapi masih suka 'kepo', 'sotoy', dan 'lebay', aparat negara yang masih aktif menjalankan tugas dan fungsinya, pasti mengaburkan informasi yang dimintalah pak! Biasalah, teori penyesatan! Masak sih, data intelijen yang sama dengan yang mereka sampaikan kepada Presiden, juga dibisikkan ke Anda yang sudah berada di luar kekuasaan? Bisa gawat dong? Pak SBY pasti juga tak berkenan kalau bu Mega dulu 'kepo, lebay, dan sotoy' nanya-nanya informasi intelijen ke para pejabat badan intelijen maupun kepolisian yang membantu Anda, bukan?

I TELL YOU!

Kata SBY proses penegakan hukum terhadap Ahok harus berjalan fair, transparan dan adil. Keputusannya nanti bisa salah bisa tidak. Kalau belum puas maka lakukan proses banding dan jika perlu sampai tahap Peninjauan Kembali. SBY dan PD ingin ketiga pasang calon gubernur DKI, termasuk Agus anaknya, tetap berlaga. Asalkan tak curang. TNI, Polri, dan BIN harus benar-benar netral ---

--- sungguh saya bingung setengah mati memcerna dan berusaha memahami, kemana sebetulnya arah kalimat-kalimat bapak itu? Kalau ada kecurangan, terlebih yang mengganggu pencalonan Agus yang anak kandung bapak, ya laporkan dan proses saja sesuai dengan ketentuan hukum yang fair, transparan, dan adil tadi! Atau bapak tak yakin TNI, Polri, dan BIN betul-betul netral? Ah, saya tak yakin bapak berfikiran begitu! Sebab, bapak dulu juga prajurit di korps ketentaraan kita itu hingga memperoleh pangkat jenderal dan pensiun, bukan? Malah saya kira TNI sudah memberikan 'keistimewaan' luar biasa kepada Agus, putra bapak. Bayangkan saja, proses super kilat yang telah mereka 'lakukan' untuk mengabulkan pengunduran diri ananda gara-gara mau ikut Pilkada DKI! Apa ada yang mampu 'menandingi' keistimewaan itu? Saya mau mundur dari perusahaan swasta saja tak semudah itu lho, pak. Apalagi dari dinas ketentaraan yang penuh disiplin kepatuhan dan kesetiaan.

I TELL YOU!

Selain proses pilkada DKI yang harus fair, transparan, dan adil, SBY juga berpesan jangan sampai nasib 250 juta masyarakat Indonesia disandera urusan 1 orang. Siapa lagi yang dimaksudnya kalau bukan Ahok ---

--- pak mantan presiden Republik Indonesia, pilkada 15 Februari 2017 bukan hanya di DKI Jakarta lho! Masih ada 100 daerah lain yang juga akan menyelenggarakannya tahun depan. Kok Bapak ga pernah menyinggung mereka sih? Kan dulu waktu 2 perioda pernah menjadi Presiden Republik Indonesia, mereka, masyarakat daerah-daerah yang pernah bapak pimpin itu, juga rakyat negara ini? Kok bapak cuma sibuk ngurusin pilkada DKI dimana anak Anda menjadi salah satu  calonnya sih? Atau, apakah Partai Demokrat yang Anda pimpin cuma terkonsentrasi di ibukota republiik ini sehingga daerah lain tak penting?

I TELL YOU!

Seperti kebiasaannya dulu, malam itu SBY juga 'curcol' soal issue yang memgkaitkannya dengan kasus TPF Munir. Katanya dia sudah baca berita kalau Menkopolhukam Wiranto mengatakan pemerintah tidak akan melakukan pemeriksaan terhadap dirinya. Tapi, dua hari kemudian, Kejaksanaan Agung menelfonnya untuk bertemu. Mungkin untuk membicarakan 'soal' dokumen penting negara di masa kepemimpinannya yang kini hilang itu. Wajarlah. Kan kata SBY, seperti waktu panjang-lebar dan berapi-api 'melesakkan' kasus Ahok agar segera diproses, semua warga diperlakukan sama di depan hukum? Kok telfon itu langsung anda tanggapi sebagai dugaan keterlibatan dalam konspirasi pembunuhan Munir? Sampai perlu dipertegas dengan bahasa Inggris, 'come on', ya? ---

--- why not, bung?

I TELL YOU!

Keluhan SBY berikutnya soal tudingan hartanya yang mencapai Rp 9 triliun dan disiarkan salah satu televisi ---

--- ini ga usah repot-repot dan dbiarkan membikin malu Anda dan keluarga lah. Pertama, gunakan hak konstitusi, tuntut media yang menyebarkannya sebagai bagian dari upaya pencemaran nama baik. Jika mereka menodai kaidah dan ketentuan jurnalistik pasti tuntutan Anda berhasil kan? Tapi mohon persiapkan diri jika sebaliknya ya. Lagi pula, kalau betul harta Anda sebanyak itu, tentu sudah mengikuti program Tax Amnesty, kan? Apalagi jumlah ketetapan dendanya sekarang masih terbilang murah. Sebab, jika tak dimanfaatkan dan jumlah itu ternyata benar adanya, wah bisa repot membayar denda dan pinaltinya, pak!

I TELL YOU!

SBY bilang, kalau dia masih punya kekuasaan maka pelaku yang menyebarkan berita kepemilikan harta Rp 9 triliun yang dikatakannya bohong itu, sudah terbirit-birit minta maaf. Bareskrim Polri pun dalam 3 hari sudah menemukan pelakunya ---

--- lho, katanya semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum, bung? Kok anda berandai-andai yang menunjukkan keistimewaan jika berkuasa? Waduh, betul-betul 'pusing kepala barbie'!

I TELL YOU!

Kata SBY, sejak nak Agus maju mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI, 'angin kencang' yang membawa kabar tak sedap kembali meniup dia dan keluarganya. Lalu SBY menyampaikan harapannya agar pencalonan Agus tidak dianggap sebagai ancaman keamanan Nasional ---

--- kok???

I TELL YOU!

Menjelang bagian akhir, SBY menitipkan harapannya agar negeri kita ini mudah2an lebih baik, dan presiden terpilih Joko Widodo sukses menjalankan amanah rakyat. Pesan itu segera disambung kalimat-kalimat bernuansa 'kurang baik' atau malah 'tak baik'. Seperti, 'tapi janganlah melakukan langkah-langkah yang tidak adil, mencederai harkat martabat orang per orang, (maupun) dengan mengorbankan orang-orang untuk mencapai kekuasaan dan tujuan poltik' ---

--- wah, ini sudah cenderung melantur, ya. Hati-hati, 'mulutmu adalah harimaumu'! Berharaplah dengan khusyuk dan sungguh-sungguh. Enyahkan semua prasangka buruk.

I TELL YOU!

Positif tambah positif, pasti positif!

Positif tambah negatif, pasti kurang positif, mungkin jadi negatif, atau setidaknya nol!

Negatif tambah negatif pasti negatif!

Your choice.

I TELL YOU!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun