[caption caption="Sebagian dari setiap rupiah konsumen Yamaha dan Honda di Indonesia mendanai mereka berlaga di Moto GP "][/caption]Saya mengikuti ajang rivalitas MotoGP sejak lama dan mengagumi Valentino Rossi mulai awal dari kemunculannya. Ia pernah hampir tak terkalahkan ketika mengendarai Honda. Kecuali di tahun pertama (meraih posisi ke 2), Rossi selalu merebut gelar juara dunia, baik ketika masih disebut sebagai ajang persaingan kelas 500 CC (2001) maupun setelah berganti istilah menjadi MotoGP (2002-2003). Lalu ia beralih ke Yamaha. Selama 7 musim menungganginya (2004 - 2010), 4 kali ia meraih gelar Juara Dunia (2004-2005 dan 2008-2009). Sisanya, sekali di posisi kedua (2006) dan dua kali di peringkat ketiga (2007 dan 2010).
Pembalap yang saat ini usianya telah menjelang 37 tahun itu (lahir tanggal 16 Februari 1979) pernah beralih ke Ducati pada tahun 2011 dan 2012 tapi hasilnya kurang menggembirakan. Berturut-turut hanya mampu mencatatkan posisi ke tujuh dan ke enam di kedua musim itu.
Tahun 2013 ia beralih kembali ke Yamaha dan berhasil memperbaiki posisinya pada urutan ke empat. Lalu urutan ke dua pada tahun berikutnya.
Tahun ini, sejak balapan pertama di Qatar, dengan gigih ia menunjukkan kematangan, keperkasaan, juga kecerdikannya mengelola musim hingga berhasil unggul sementara mengumpulkan poin di atas pembalap-pembalap lain yang berusia jauh lebih muda. Hingga balapan ke 17 yang berlangsung kemarin di Sepang, Malaysia, 6 pertandingan diantaranya dimenangi rekan satu teamnya, Jorge Lorenzo yang berkebangsaan Spanyol. Pembalap muda yang mengendarai Honda dan bintangnya di ajang Moto GP bersinar sejak debut awalnya pada tahun lalu, Marc Marquez - juga warga negara Spanyol - berhasil 5 kali naik podium pertama. Sementara Dani Pedrosa, rekan satu team Marques di Repsol Honda yang juga berasal dari Spanyol, 2 kali menempati posisi pertama (11 Oktober 2015 di Montegi, Jepang dan 25 Oktober 2015 di Sepang, Malaysia). Pembalap favorit saya yang berkebangsaa Italia itu hanya mencatat 4 kali naik ke podium pertama (Qatar, Argentina, Belanda, dan Inggris). Meski demikian, sementara ia mampu mengumpulkan poin terbanyak dan menduduki puncak klasemen.
Lalu sekonyong-konyong persaingan diantara pembalap Moto GP itu bergeser bukan menjadi rivalitas antara team ataupun pabrikan kendaraan yang digunakan! Perseteruan yang menonjol seakan antar bangsa : Italia melawan Spanyol!
Kebetulan atau tidak, semakin jelas tercium simpati dan semangat gotong-royong diantara sesama pembalap yang berasal dari Spanyol (Jorge Lorenzo, Dani Pedrosa, dan Marc Marquez) itu. Rossi bahkan menyampaikannya secara terang-terangan pada jumpa pers yang diselenggarakan menjelang balapan di Sepang, Malaysia, kemarin. Rekan satu teamnya, Lorenzo, telah mendapat penggemar baru, yaitu Marc Marquez yang mengusung panji-panji Honda.
Moto GP seakan tak lagi menjadi ajang persaingan penunggang motor profesional membuktikan kehebatan dengan bertanding secara sportif!
***
Saat tayangan berlangsung, saya bersama beberapa rekan yang menyaksikannya dapat merasakan ketegangan luar biasa yang terjadi di sirkuit negeri jiran yang juga sedang berselimut asap yang kita ekspor itu. Setelah Lorenzo berhasil mendahului Marquez dan berada di urutan kedua di belakang Pedrosa, persaingan teramat sengit justru berlangsung untuk memperebutkan posisi ketiga. Rossi dan Marquez saling mendahului, satu dengan yang lain tak saling membiarkan lawan unggul meski sebelahan rambut sekalipun. Mereka berdua mempertontonkan aksi susul-menyusul yang begitu memicu adrenalin. Saya yakin penonton yang menyaksikan, berulang kali menahan nafas. Perseteruan diantara pembalap ‘tua’ Italia dengan yang jauh lebih ‘muda’ dari Spanyol itu berulang kali mengundang celaka mendekat. Keduanya saling paksa melakukan manuver-manuver sulit hingga kejadian fatal yang merenggut nyawa Marco Simoncelli (Italia) 4 tahun lalu di sirkuit yang sama itu membayang-bayang kembali.
Drama itu kemudian terjadi.
Di bawah tekanan persaingan ketat dan luar biasanya dengan Marc Marquez, Valentino Rossi yang saya kagumi kehilangan kesabaran. Juga kecerdasannya.
Tayangan ulang melalui berbagai sudut kamera mempertontonkan - setelah memperlambat laju dan memperlebar lintasan sepeda motornya di tikungan ke 14 putaran ke 7 itu - terlihat gerakan kaki Rossi, pembalap yang menjadi favorit banyak penggemar di seluruh dunia itu, yang menyebabkan Marquez kehilangan keseimbangan lalu terjatuh.
Berikut petikan keterangan dari Mike Webb, Race Director Moto GP, terkait pertanyaan tentang prilaku kedua pembalap dari sudut pandang petunjuk dan aturan pertandingan yang ada (http://www.motogp.com/en/news/2015/10/25/sepangclash-race-direction-verdict-on-rossi-marquez/188434) :
"Valentino was of the opinion that Marc was deliberately slowing the pace of the race down and doing so unfairly. We listened to both riders; our opinion was that there was some fault on both sides, but as far as the rulebook goes Marquez did not make any contact, did not break any rules as such, but we feel that his behaviour was causing problems to Rossi who reacted. Unfortunately he reacted in a way that is against the rules.”
Valentino Rossi telah terpancing. Bertindak curang dan melanggar aturan. Tapi Marc Marquez pun setali tiga uang. Walau tak ada aturan resmi yang dilanggar, ia telah bersikap tak kesatria. Bukan hanya untuk mengakui kekalahan tapi bahkan menghalang-halangi pembalap yang lain bertanding secara sportif dan bermartabat.
***
Sejak beberapa tahun belakangan ini, baik Rossi maupun Marquez - seperti juga Lorenzo dan Pedrosa - berlaga di arena balap Moto GP dunia dengan dukungan masyarakat Indonesia. Begitu penting dan strategisnya peran bangsa kita! Terbukti dari tulisan-tulisan yang melekat di seragam yang mereka kenakan ataupun sepeda motor yang mereka tunggangi.
“Semakin Di Depan” pada penunggang Yamaha : Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo!
“Satu Hati” pada Marc Marquez dan Dani Pedrosa yang mengendarai Honda!
Tentu tak sedikit dana yang dikeluarkan kedua pabrikan kendaraan agar kalimat-kalimat pendek dalam bahasa Indonesia itu melekat pada pakaian maupun motor mereka sehingga mudah terlihat dan terekam jelas setiap kali gerak-geriknya diabadikan. Masyarakat Italia maupun Spanyol sekalipun mungkin tak paham dengan kata-kata yang diusung para pembalapnya itu.
Dan mungkin mereka tak pernah ambil pusing.
Tapi tidak demikian dengan kita yang tingkat kesejahteraannya masih jauh di bawah rata-rata penduduk Eropa itu. Dari setiap rupiah yang dibelanjakan rakyat Indonesia untuk membeli sepeda motor maupun produk-produk lain yang dikeluarkan kedua pabrikan itu, sebagian telah dan akan dialirkan untuk mensponsori keempat pembalapnya di arena Moto GP. Penjualan Yamaha ataupun Honda di negara kita tentulah cukup penting dan strategis. Kekaguman, rasa memiliki, loyalitas, dan semangat membela dari masyarakat Indonesia terhadap merek dagang maupun produk-produk yang dikeluarkan kedua pabrikan itu jauh lebih penting dibanding konsumen yang berasal dari negara lain. Bahkan Malaysia sekalipun dimana salah satu kompetisi Moto GP sudah dilangsungkan di sana sejak beberapa tahun belakangan ini. Pabrikan-pabrikan itu tentu sangat menyadari sikap pilih kasihnya. Mereka dengan sengaja telah bersikap kurang bijaksana dan tak adil karena menganggap seolah pengguna kendaraan maupun produk Yamaha dan Honda di negara lain hanyalah anak tiri.
Jika demikian, kita sebagai bangsa yang besar dan murah hati ini harus bersuara lantang dan keras : Valentino Rossi, Marc Marquez, Jorge Lorenzo, dan Dani Pedrosa tidak boleh menyia-nyiakan keringat dan darah yang dikorbankan rakyat Indonesia untuk mendukung mereka bertanding secara sportif dan bermartabat!
Sikap dan prilaku yang mereka lakukan patut diduga terkait dengan tindak terkutuk dan amat tidak terpuji yang sejak Reformasi 1998 lalu telah kita sepakati sebagai musuh bersama yang abadi : kolusi-korupsi-nepotisme! Bukankah sikap yang mereka pertontonkan dan santer dituduhkan setidaknya jelas terkait dengan dua dari tiga kata yang menjijikkan itu - kolusi dan nepotisme?
Jangan sampai KPK menemukan sesuatu dari penyadapan komunikasi yang mereka lakukan! Saya tak terbayang jika suatu hari nanti mereka betul-betul tertangkap tangan dan digelandang petugas komisi itu!
*) sumber gambar ilustrasi :https://web.facebook.com/photo.php?fbid=10150150003004475&set=pb.689099474.-2207520000.1445846656.&type=3&theater
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H