Halo sobat kompasiana!
Bagaimana kabar hari ini, semoga harimu selalu baik dan penuh cinta. Berbicara mengenai cinta tentu kita sebagai manusia pastinya pernah merasakan perasaan cinta didalam hidupnya. Perasaan cinta inilah yang nantinya akan mengantarkan kita pada jenjang yang lebih serius yaitu menikah. Nah untuk lebih lanjutnya mari kita bahas!
Sang Pencipta memberi manusia hak alami untuk menikah sebagai sarana untuk melestarikan keturunan mereka. Sehingga, calon pasangan bebas memilih cara untuk membangun sebuah keluarga. Menurut UUD 1945, setiap warga negara Indonesia berhak untuk memulai berkeluarga, memilih pasangan hidup, menikah sesuai dengan ajaran agama atau kepercayaannya masing-masing, memiliki anak, dan menjalankan agama dan kepercayaannya sesuai dengan yang dianutnya. Namun, adanya tentang pembatasan yang diberlakukan oleh hukum dan aturan yang melarang persatuan antaragama pada kemampuan seseorang untuk memulai sebuah keluarga dan memilih pasangan hidup. Dalam hal ini pihak keluarga juga berhak memberikan keputusan untuk setuju atau tidaknya kedua mempelai untuk melakukan pernikahan. Maka dengan adanya persetujuan dari pihak keluarga kedua mempelai, persiapan pernikahan akan lebih matang secara adat, hukum negara, dan hukum agama. Kegiatan yang dilakukan dalam perkawinan seorang laki-laki dan perempuan juga tidak dapat dipisahkan dari suatu agama atau spiritualitas. Akibatnya, terwujudnya pernikahan tentu didasarkan pada faktor batin dan spiritual di samping faktor fisik atau eksternal. Karena hampir setiap orang Indonesia memiliki keyakinan atau kepercayaan pribadi, maka dapat dikatakan bahwa aspek batin dan spiritual memegang peranan penting. Terlepas dari kenyataan bahwa orang Indonesia menganut agama yang berbeda, kita tidak boleh saling meremehkan karena bertentangan dengan prinsip sila ke-1 pancasila. Beberapa orang Indonesia memiliki kekhawatiran tentang pernikahan yang tidak dapat dipisahkan dari agama karena mengandung unsur batin dan spiritual. "Bisakah seorang pria dan seorang wanita menyelesaikan pernikahan meskipun memegang  prinsip agama atau keyakinan yang berbeda?" Pertanyaan seperti itu sebenarnya sudah  ada sejak lama, atau mungkin kita sendiri juga selalu mempertanyakannya. Akibatnya, pernikahan beda agama ini berdampak bagi psikologis anak dan keluarga. Anak-anak akan mulai memiliki pertanyaan tentang agama yang ia anut. Terkadang anak berkeinginan untuk menganut agama salah satu orangtuanya yang sangat diyakini, namun karena orang tuanya terikat oleh suatu perjanjian, maka anak tersebut menganut kepercayaan yang didasarkan pada perjanjian tersebut. Sedangkan orang tua mengalami tekanan psikologis akibat perbedaan agama dari pasangannya, baik berupa shock ringan maupun shock berat. Beberapa keluarga harus mengakui bahwa pernikahan beda agama bukanlah yang mereka inginkan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, tetapi karena sudah saling cinta mereka mengorbankan keinginan terbesar mereka untuk memiliki sebuah keluarga yang harmonis dan seiman. Dari berbagai hasil analisis disertasinya, istri lebih berperan penting dalam internalisasi ajaran dan nilai-nilai agama untuk sang anak. Penyerapan prinsip-prinsip agama tampaknya kurang dipedulikan para ayah dalam keluarga beda agama. Akibatnya pun pemahaman anak terhadap agamanya menjadi kurang mendalam. Orang tua pun mulai berebut agar anaknya mengamalkan ajaran agama yang dianutnya sehingga berdampak pada psikologi anak. Padahal pada fase anak ini juga merupakan masa dimana pembentukan dan perkembangan kepribadian sedang terjadi dengan nilai-nilai agama yang berperan penting didalamnya . Sangat tidak baik apabila permasalahan tentang agama ini menjadi sumber konflik dalam keluarga.
Selain adanya dampak psikologi, berdasarkan ketentuan tentang sah atau tidaknya suatu pernikahan yang sudah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974, pernikahan beda agama juga memiliki dampak yuridis hukum, seperti :
- Pencatatan pernikahan beda agama
- Masalah pencatatan perkawinan merupakan salah satu persoalan yang muncul ketika melakukan pernikahan beda agama. Baik dicatat di Kantor Urusan Agama atau di Kantor Catatan Sipil, ada kesulitan jika pasangan menikah beda agama adalah Muslim dan non-Muslim. Selain itu juga tidak semua Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil berkeinginan untuk meelakukan pencatatan pernikahan beda agama. Di Indonesia, hanya Yogyakarta, Surabaya, Bali, dan Salatiga yang bersedia mendaftarkan pernikahan beda agama. Itupun dengan syarat salah satu pasangan berdomisili di kota yang memang mengijinkan pernikahan antar pemeluk agama yang berbeda.
- Keabsahan pernikahan beda agama
- Undang-undang Perkawinan No 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 sudah mengatur tentang keabsahan pernikahan beda agama yang berbunyi "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya". Tentu didalam agama Islam sangat melarang pernikahan beda agama, dan hal itu sudah disebutkan dalam Al-Qur'an surah Al-baqarah ayat 22. Dan juga didalam agama Kristen melarang adanya pernikahan beda agama antara orang Kristen dengan non-Kristen. Begitu pula dengan agama lain seperti Katolik dan Hindu yang melarang pernikahan beda agama.
- Status anak
- Status anak yang lahir dalam pernikahan beda agama akan terpengaruh jika pernikahan tersebut tidak dapat diakui secara hukum. "Anak sah adalah anak yang lahir dalam atau akibat perkawinan yang sah" hal ini sudah disebutkan dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Akibatnya, jika pernikahan yang dilakukan dengan pasangan yang berbeda agama tidak disahkan, maka anak yang dilahirkan tidak dianggap sebagai anak yang sah. Anak tersebut hanya akan mendapatkan hubungan perdata dengan ibunya saja.
Tentunya banyak sekali hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya pernikahan beda agama, Â khususnya yang terjadi pada masyarakat indonesia, antara lain:
- Pergaulan yang terjadi di lingkungan sosial.
- Penduduk Indonesia terdiri dari banyak kelompok etnis dan agama yang berbeda, dalam lingkungan sosial pergaulan kehidupan sehari-hari memang tidak pernah dibatasi. Hal ini tentunya berdampak bagi masyarakat Indonesia karena masyarakat kita cenderung bergaul dengan sesama dengan tidak mengenal perbedaandi antara banyaknya agama, sehingga berujung pada perasaan cinta yang tumbuh dan sulit untuk diabaikan.
- Minimnya pendidikan tentang agama.
- Banyak sekali orang tua yang jarang atau bahkan tidak pernah untuk mengajarkan  anaknya tentang agama sedari kecil.  Akibatnya saat anak dalam masa pertumbuhannya menuju dewasa,  dia sendiri akan bingung dan tidak  mengetahui persoalan tentang agama yang diyakininya, seperti apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh.
- Kebebasan untuk memilih pasangan
- Saat ini adalah zaman modern,  yang sangat berbeda dengan zaman dulu atau yang disebut zaman  Siti  Nurbaya,  yang mana pada saat itu orang tua masih akan mencarikan jodoh untuk anaknya. Sekarang adalah zaman modern dimana laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan dalam memilih pasangan yang sesuai dengan  keinginannya. Sehingga dengan adanya kebebasan dalam memilih pasangan ini,  tidak dipungkiri juga bahwa  banyak sekali yang memilih pasangan berbeda agama dengan alasan cinta. Jika cinta sudah menjadi alasan dalam hubungan antara seorang  laki-laki dan seorang perempuan, hal yang menyangkut tentang persoalan agama pun juga akan diabaikan.
- Adanya latar belakang orang tua
- Faktor ini sangat berperan penting. Karena orang tua mereka juga menikah dengan pemeluk agama lain, banyak pasangan menikah dengan pasangan lain yang juga berbeda agama. Mengingat latar belakang orang tua mereka, mungkin mereka tidak akan memiliki masalah jika mereka menikah dengan orang yang berbeda agama. Tentu saja, jika kehidupan orang tua ini berjalan lancar, itu akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak mereka dalam hal pernikahan beda agama di masa depan. Akan tetapi jika sebaliknya, maka pernikahan oran tua ini akan menjadi boomerang bagi anaknya.
Nah sobat kompasiana itu tadi adalah penjelasan mengenai pernikahan beda agama dan dampaknya, untuk itu sekian topik yang kita bahas hari ini dan sampai jumpa lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H