Sebagai salah seorang yang bergelut dengan bahasa, saya merasa perlu menulis artikel ini untuk sekedar berbagi pandangan dalam menanggapi fenomena Vickynisasi yakni gaya berbahasa Indonesia ala Vicky Prasetyo yang akhir-akhir ini mulai terdengar kembali setelah Vicky keluar dari bui.
Baiklah, menurut hemat saya, secara objektif ada beberapa kekurangan dalam gaya berbahasa ala Vicky sehingga dikatakan menentang budaya berbahasa yang baik dan benar.
Yang pertama, ada banyak kata atau istilah yang digunakan tidak tepat berdasarkan konteksnya. Alih-alih memperindah bahasa atau menimbulkan kesan estetis justru yang terjadi adalah kesan tidak nyambung atau janggal. Misalnya, kudeta hati. Dalam istilah tersebut secara kebahasaan sangat sulit dicerna bagaimana hati dikudeta. Dengan kata lain, pengertian kudeta sendiri tidak sesuai jika disandingkan dengan kata “hati”. Jadi, istilah ini sangat subjektif dan kemungkinan besar pembaca tidak mengerti. Apalagi, konteksnya adalah bahasa sehari-hari yang seharusnya maknanya bisa ditangkap dengan baik oleh pendengar untuk tujuan komunikasi.
Alasan pertama menunjukan bahwa Vickynisasi melanggar aturan berbahasa dimana dalam proses berbahasa kita dianjurkan menggunakan istilah yang tepat untuk maksud tertentu, bukan memakai istilah lain atau malah istilah baru yang jauh dari makna yang dimaksud atau membingungkan.
Yang kedua, bahasa yang Vicky gunakan sangat tidak efektif dan berlebihan. Secara teknis saya bisa menyebutkan, terkadang untuk menunjukan makna tunggal, Vicky menggunakan kata-kata tambahan yang bukannya memberi kejelasan atau penekanan terhadap makna kalimat atau frasa yang dimaksud, justru istilah yang dipakai membingungkan atau membawa kesan atau makna lain. Contoh; untuk mengatakan “jari-jari” Vicky menggunakan kata “jari-jari biologis”(diucapkan di acara the blusukan).
Hal ini menunjukan bahwa Vickinisasi tidak efektif jika digunakan untuk berkomunikasi yang secara fungsional bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Dalam proses berkomunikasi tujuan yang ingin dicapai adalah menyampaikan maksud agar pendengar dapat menerimanya dengan tepat dan mudah. Tentunya dalam hal ini, bahasa yang baik dan efektif sangat dibutuhkan agar makna bahasa dapat dipahami dengan mudah sehingga maksud yang kita sampaikan bisa dimengerti. Oleh karena itu, kita seharusnya menghindari bahasa yang membingungkan yang malah akan membuat pendengar tidak mengerti atau terlalu sulit untuk mengerti dan parahnya jika sampai menimbulkan kesalahpahaman.
Saya sendiri sangat risih dengan gaya bahasa Vickynisasi. Sebagai pendengar tentunya saya ingin mengetahui makna setiap ucapan dengan cepat dan tepat, tapi yang terjadi malah diperdengarkan dengan penjelasan yang kesana-kemari dengan istilah-istilah yang tidak pada tempatnya sehingga kesannya membosankan dan tidak nyaman.
Jika bahasa semacam ini dibiasakan tentu akan mengancam Bahasa Indonesia karena tata tertib bahasa mulai dilanggar. Secara tidak langsung penghargaan terhadap Bahasa Indonesia juga diabaikan. Ini tentunya melanggar himbauan pemerintah kepada kita, pengguna bahasa Indonesia, untuk memakai Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tidak ada Vickynisasi pun tata tertib berbahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan sudah sering diabaikan, apalagi jika vickynisasi dibiasakan. Bisa dibayangkan bagaimana kacaunya bahasa kita.
Terlepas dari penilaian objektif terhadap Vickynisasi, secara subjektif tentu ada penilaian lain terhadap Vikcy sebagai pencetus dan pemakai utama gaya bahasa yang disebut Vickinisasi itu. Setiap orang tentu berhak berbicara dengan cara dan ciri khas masing-masing. Apalagi sebagai seorang artis yang identik dengan popularitas, tentunya Vicky ingin menunjukan kekhasan dirinya dengan bahasanya itu. Tanpa itu mungkin Vicky tidak setenar sekarang. Setelah keluar dari bui Vicky justru kerap tampil di berbagai acara TV berkat keunikannya itu.
Tanpa mengabaikan hak orang lain untuk berbahasa, kecaman para pemerhati bahasa memang cukup beralasan. Saya pribadi menilai bahwa bahasa Vicky sangat tidak baik jika disebarluaskan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama karena Vikcy adalah seorang publik Figur yang sering berbicara di hadapan masyarakat. Saya khawatir karena pengaruh Vickinisasi, orang akan seenaknya berbahasa Indonesia tanpa mematuhi kaidah berbahasa yang baik dan benar.
Akan tetapi, selagi kita yang sadar berbahasa mau menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar tentu pengaruh Vickinisasi tidak akan seluas yang dikhawatirkan. Saya yakin bahasa Vikcy hanya dipakai oleh Vicky dan mungkin komunitas penggemarnya saja di waktu dan kesempatan tertentu. Anggap sajaVickynisasi adalah hiburan semata karena memang demikian tujuannya. Jika Vikcy menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, yang terpenting kita tidak perlu ikut-ikutan membiasakannya kecuali untuk tujuan bercanda atau hiburan.
Jadi, mari kita berbahasa yang baik dan benar dan jadilah pribadi unik yang positif. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H