Mohon tunggu...
Jihan Novita Putri Ali
Jihan Novita Putri Ali Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

saya tertarik dengan fashion,kuliner dan gaya hidup

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Senandika Mahligai Negara

3 Februari 2024   07:36 Diperbarui: 3 Februari 2024   07:38 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Senandika Mahligai Negara

Perjalanan demi perjalanan, masa demi masa, jiwa penuh semangat, esa menggema pada dada, tahun 2024 bisa dikatakan penentu masa depan generasi selanjutnya, Indonesia yang gemilang tentunya di tentukan dari pemimpimnya,  saat ini kita dapat melihat kembali proses demi proses perputaran jabatan dan yang tengah kita alami saat ini adalah pesta politik dimana semua orang atau mereka yang ingin menjadi perwakilan rakyat berlomba lomba untuk mendapatkan perhatian public juga meunjukan bahwa dirinya pantas dan baik untuk bisa menjalankan setiap harap dan keinginan kita di masa depan.

Bukan kali pertama saya terjun dan melihat fenomena ini, 5 tahun kebelakang saya sudah memiliki pengalaman yang sama untuk memilih siapa yang bisa menjadi pemimpin untuk negara tercinta, masing masing dari calon pemimpin negara ini pasti memiliki visi dan misi, bagaimana membawa Indonesia menjadi lebih baik lagi, untuk sebagian Gen-z, mungkin hal ini atau fenomena pesta politik bukan menjadi suatu hal yang menarik untuk bisa di perhatikan dan di pertimbangkan, konotasi "politik" yang tak jarang buruk di sebagian persfektif generasi muda ini membuat mereka enggan untuk berpendapat atau menganalisa lebih lanjut.

Hal itu bisa disampaikan karena berkaca dari pengalaman diri sendiri dan diskusi teman sejawat lainnya, mengapa hal ini tak menjadi isu yang dapat di perbincangkan oleh semua lini masyarakat karena terkesan sensitive, banyak keributan yang bisa di picu jika terdapat perbedaan atau sudut pandang berbeda, pendukung yang anarkis membuat kesan politik ini menjadi topik yang kadang sulit untuk dibicarakan pada media terbuka.

5 tahun lalu menjadi titik awal saya untuk dapat memberikan hak suara kepada para pemimpin negara ini, tentunya pertimbangan berat, butanya akan pemahaman politik, dan pengalaman pertama dalam memilih para pejabat bukan persoalan mudah, menurut saya perlu pertimbangan yang bijaksana dan tentunya pemahaman dari masing masing calon presiden dan legislative lainnya.

12 desember lalu debat pertama dimulai, setiap kalimat dan kata tentunya menjadi pertimbangan, siapa yang layak atau tidak, persfektif baru bermunculan dan dari setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden menyampaikan visi dan misi nya, untuk kesan pertama itu menjadi focus yang bisa kita nilai bobot dari visi dan misi yang mereka bawa tersebut, setiap paslon pasti berlomba lomba memberikan aksi mereka yang dapat menarik perhatian masyarakat, terkadang gen-z menjadi sasaran utama untuk demografi kampanye mereka, dikarenakan power gen-z tentunya tak kalah besar dari pakar politik saat ini.

Gen-z saat ini sudah bisa menyampaikan berbagai argument berdasarkan fakta dan data, mereka juga memiliki power untuk bisa memberikan dukungan sekaligus kritikan yang bisa membangun, 12 desember masih sangat dini untuk menilai sejauhmana kelayakan mereka untuk mengimplementasikan hasil dari visi misi mereka terdahulu, bisa dilihat dari program dan jabatan mereka sebelumnya apakah berjalan lancer atau malah banyak kegagalan yang terjadi.

Cuitan di social media yang kini sedang marak mengenai pesta politik mengenai kata "mending" menjadi focus utama, tentu berlandaskan, kesempurnaan tidak dimiliki manusia, karena itu kita harus bijak dalam memilih siapa yang bisa merealisasikan program mereka kedepannya, karena jika dilihat dari hasil debat dan visi misi yang saya Analisa, ketiga pasangan ini cukup hiperbola dan terlalu visioner terhadap suatu hal yang cukup berat untuk direalisasikan, sedangkan yang kita ketahui permasalahan di Indonesia sangat banyak dan tentunya perlu dibenahi satu satu, dalih dalih membuat program baru, kenapa mereka tidak focus dengan permasalahan yang tak ada ujungnya untuk segera dicari solusi dan penyelesaiannya.

Pertimbangan begitu berat untuk meberikan 1 hak suara, menjadi suatu hal yang perlu dipertanggungjawabkan, sebagai Gen-Z yang ingin menitipkan masa depannya kepada pemimpin negara untuk menghadapi Indonesia gemilang tahun 2045 ini, perlu Analisa berkelanjutan dan konsisten. Tak hanya itu, pesta politik ini memberikan persfektif tersendiri, yaitu siapapun dapat mencalonkan menjadi anggota legislative, para influencer, artis, atau siapapun itu dapat mencalonkan dan menjadi hal yang cukup membosankan karena kampanye yang mereka lakukan selalu jadul dan tak ada kebaruan, persyaratan umum tak kasat mata yang biasanya kita lihat dari caleg ini biasanya memiliki citra yang baik, relasi yang baik dan tak jarang sekarang followers dari social media mereka yang banyak.

Tak dipungkiri social media menjadi alat untuk berkampanye yang cukup efektif saat ini, ditambah informasi yang sangat cepat dan mudah kita akses, menjadi jendela sendiri untuk memberikan penilaian, dan research untuk background dari calon pemimpin di 14 Februari mendatang ini. Perlunya sudut pandang yang kritis lalu mengandalkan logika, karena ini bukan hal sepele, untuk sebagian orang hidup akan terus berjalan siapapun pemimpinnya, namun kita tak boleh menjadi kaum yang apatis seperti itu, krisis yang tengah terjadi pada Gen-Z ini menjadi problematic tersendiri karena mereka cenderung tidak peduli sama sekali dengan huru hara yang tengah panas dan terjadi ditengah para pejabat negara ini.

Bentuk bentuk hambatan seperti itu seharusnya menjadi point utama para pejabat negara ini, dengan bagaimana membangun kepercayaan masyarakat yang justru kini sangat berkurang, permainan politik yang tak jarang cukup banyak dilakukan oleh beberapa oknum ini juga menjadi pencerahan agar kita harus bisa lebih waspada. Minimnya tingkat Pendidikan di Indonesia, dan banyak sekali generasi X yang sudah cukup sepuh dan mudah termakan oleh berita hoax karena memiliki keterbatasan dalam teknologi membuat mereka menjadi sasaran empuk untuk beberapa oknum melancarkan aksinya, hal ini juga perlunya menjadi highlight pada setiap pelaksaan pesta politik ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun