Tahun 2020 kemarin hasil dari laporan Committee to Protect Journalists (CPJ) jurnalis yang dipenjara karena pekerjaannya mencapai rekor tertinggi dengan jumlah 274 orang diseluruh dunia. Pemenjaraan ini kebanyakan besar dilakukan dengan alasan seperti berita bohong atau palsu dan peliputan unjuk rasa. Peristiwa ini juga terjadi di Indonesia, berdasarkan laporan LBH Pers, sekitar 10 jurnalis di kriminalisasi di Indonesia. Kriminalisasi jurnalis di Indonesia ini kebanyakan memakai dasar hukum UU ITE Pasal 27 ayat (3) pencemaran nama baik dan penghinaan dan Pasal 28 Ayat (2) terkait dengan ujaran kebencian.
Dari 10 jurnalis yang dikriminalisasi di Indonesia ada dua orang yang divonis pidana penjara. Dua kasus ini adalah kasus yang divonis oleh, yaitu Pengadilan Negeri Buton dan Pengadilan Negeri Kota Baru. Salah satunya adalah kasus Mantan Pimpinan Redaksi Banjarhits, Diananta Putera Sumedi, yang divonis bersalah dan dipenjara selama tiga bulan. Selain pemenjaraan jurnalis, tidak jarang juga jurnalis yang mendapatkan kekerasan dari aparat. Banyak sekali kekerasan dari aparat saat jurnalis sedang meliput unjuk rasa. kekerasan ini bertujuan untuk merampas atau menghapus file hasil dari dokumentasi jurnalis.
Divisi Advokasi AJI Indonesia, mencatat kasus kekerasan terhadap jurnalis terbanyak terjadi di Jakarta sebanyak tujuh belas kasus, disusul Malang dengan lima belas kasus, Surabaya dengan tujuh kasus, Samarinda dengan lima kasus, Palu, Gorontalo, Lampung masing-masing empat kasus. Kekerasan yang dihadapi jurnalis ini adalah intimidasi sebanyak dua puluh lima kasus, kekerasan fisik sebanyak tujuh kasus, perusakan, perampasan alat atau data hasil liputan yaitu sebanyak lima belas kasus, serta ancaman atau teror sebanyak delapan kasus. Dari sekian banyak kasus tersebut lima puluh delapan dari antaranya adalah dilakukan oleh aparat keamanan yaitu polisi.
Maraknya kasus kriminalisasi jurnalis, yang bahkan sampai vonis pidana penjara ini menjadi rapor paling buruk bagi negara Indonesia semenjak Reformasi. Tindakan aparat yang sampai melanggar proses hukum menganggap jurnalis adalah kriminal, peraturan yang mengkriminalisasi, sampai vonis pengadilan yang membungkam kebebasan pers. Hal ini menjadi penting untuk dibahas lebih lanjut bagaimana sebenarnya perlindungan bagi jurnalis yang ada di Indonesia.
Kebebasan Pers
Jurnalistik merupakan kegiatan yang sangat penting dalam proses demokrasi di Indonesia. Dalam menjalankan kegiatan jurnalistik ini Lembaga yang menjalankan hal ini adalah Pers. Untuk menunjang berlangsungnya kegiatan ini demi terwujudnya demokrasi di Indonesia tentu saja perlu ada kebebasan pers. Kebebasan Pers menurut C. Merrills adalah kemerdekaan pers adalah kondisi yang memungkinkan para pekerja pers memilih, menentukan, dan mengerjakan tugas mereka sesuai dengan keinginan mereka.
Kebebasan yang ada dalam kebebasan Pers bukan berarti berbuat sekehendak tanpa batas atau tanpa menjaga kebebasan orang lain. Kebebasan mengandung makna sebuah pengakuan dan penghormatan terhadap adanya hak serta kewajiban setiap manusia pada umumnya. Hal ini adalah karena kebebasan pers ada untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi.
Kebebasan Pers ini bahkan juga menjadi amandemen pertama dalam konstitusi Amerika Serikat dimana dalam amandemen pertama itu diatur mengenai "kongres tidak boleh membuat peraturan apapun yang dapat menghambat kebebasan berbicara atau kebebasan pers." Dalam hukum Indonesia kebebasan pers tidak dilakukan sebebas bebasnya namun dibatasi oleh tanggung jawab. Pasal 2 Undang Undang Pers menyatakan bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Perlindungan Kebebasan Pers di Indonesia
Salah satu Indikator dalam negara Hukum adalah ditegakkannya HAM di negara tersebut. Seperti yang kita ketahui bersama Indonesia adalah negara hukum yang mana harus menjunjung tinggi HAM. Â Pasal 28 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang." Selain Pasal 28 yang mengatur tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul kebebasan pers juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 28 F UUD 1945 yang menyebutkan "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia." Pasal Pasal inilah yang kemudian menjadi payung hukum atau dasar hukum bagi kebebasan pers yang ada di Indonesia.
Kemudian ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin hak kebebasan pers sebagai hak asasi manusia. Ketentuan ini menjadikan kebebasan pers sebagai hak asasi manusia yang tentu saja menjadi indikator penting demokrasi yang dijunjung tinggi di Indonesia. Selanjutnya Pasal 4 ayat (3) juga menyatakan bahwa, "Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi." Pasal ini memberikan hak bagi pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi, demi untuk memenuhi hak ingin tahu masyarakat luas.
Lewat beberapa penjelasan penjelasan ini saja kita sudah bisa mengetahui lebih lanjut jika kebebasan pers merupakan hak asasi manusia. Oleh karena itu maka kebebasan pers harus dilindungi demi jalannya proses demokrasi di Indonesia. Dengan adanya pers ini masyarakat awam dapat mendapatkan informasi yang menjadi inti dari Pasal 28F UUD 1945. Maka dari itu penting sekali bagi perlindungan bagi para penyedia informasi ini. Lewat ketentuan ketentuan yang telah dijelaskan kita telah mengetahui bahwa Indonesia sendiri menjunjung tinggi kebebasan pers. Indonesia juga menjaga agar kebebasan pers ini terlindung.
Oleh karena itu tindakan yang mengkriminalisasi jurnalis bukanlah tindakan yang menjunjung kebebasan pers. Dengan dikriminalisasinya jurnalis sama saja dengan pembungkaman pers. Kemudian tindakan kepolisian yang menggunakan kekerasan juga tidak mencerminkan Indonesia yang menjunjung tinggi kebebasan pers. Malahan tindakan ini selain mengancam kebebasan pers itu sendiri mengancam hak asasi manusia dari jurnalis yang di lakukan kekerasan. Dengan adanya kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian sama saja dengan kepolisian melanggar asas due process of law dimana perlakuan polisi sebagai aparat penegak hukum melakukan kekerasan terhadap jurnalis tidak sesuai dengan proses hukum yang ada di Indonesia