Pada saat semester 2, kurang lebih 5 bulan yang lalu, saya dan rekan-rekan kelompok bekerjasama untuk menyusun materi semantik mengenai makna dan aspek-aspeknya untuk persiapan presentasi kelompok kami. Setelah dicari dan diulik lebih lanjut ternyata materi ini menarik juga dan yang paling pentingnya adalah sangat dekat dengan kehidupan kita dalam proses komunikasi sehari-hari.
Dalam menggunakan bahasa secara sadar atau tidak sadar, kita telah menggunakan aspek-aspek maknanya, yaitu pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone), dan maksud atau tujuan (intention). Aspek-aspek tersebut memang sering kali terjadi secara spontan dalam merespon sebuah ujaran dan percakapan.
Bayangkan, kita sedang berbincang dengan teman-teman kita. Dalam percakapan itu semua orang berbicara bahasa Sunda, dan pastinya kita akan mengerti makna atau hal apa yang sedang dibicarakan dari percakapan tersebut. Oleh karena itu kita dapat merespon dengan baik. Tiba-tiba, datang seeorang teman yang lain yang kurang mengerti bahasa Sunda.Â
Dia sedikit kebingungan tentang apa sebenarnya yang mereka bicarakan. Hal tersebut terjadi karena tidak ada aspek pengertian (sense). Dia kurang mengerti bahasa Sunda dan tidak mengerti juga apa yang mereka bicarakan karena telat datang. Karena pada hakikatnya, bahasa itu bersifat konvensional, harus saling mengerti satu sama lain supaya tujuan komunikasi tersampaikan dengan baik dan tidak keliru.
Perasaan (feeling) dan nada (tone) juga akan sangat mempengaruhi makna sebuah bahasa dan akan mempengaruhi gaya bicara kita. Apabila kita sedang dalam perasaan senang, gaya bicara dan bahasa tutuan pun akan mengikuti menjadi lebih menyenangkan. Bisa juga terjadi sebaliknya. Apabila perasaan sedang sedih karena dihantam banyak deadline misalnya, maka tuturan kita akan lebih singkat, berkesan terpaksa dan nada bicara yang lesu. Contoh lain misalnya kita sedang marah kepada seseorang, maka apabila berbincang dengan orang tersebut nada (tone) bicara kita pengennya ngegas terus, iya nggak?
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahasa itu bersifat konvensional. Oleh karena itu, topik yang sedang dibicarakan harus dapat dimengerti oleh lawan bicara supaya sesuai dengan maksud dan tujuan (intention) pembicara. Misalnya, dalam sebuah kos-kosan mahasiswa, ibu kosnya tiba-tiba berteriak "Hujan...! Hujan...!". Ibu kos berteriak seperti itu ternyata bukan tanpa alasan, tetapi karena memberitahu mahasiswa yang mengekos disana supaya segera mengambil pakaian-pakian mereka dari tempat jemuran supaya tidak basah. Contoh lain misalnya kita sedang berada dalam sebuah bus, lalu ada bapak-bapak pedagang asongan mengatakan "Ibu, tisu?". Maksud dari pertanyaan bapak-bapak tersebut adalah untuk menawarkan tisu dagangnya supaya dibeli bukan untuk menanyakan ibu tersebut mempunyai tisu atau yang lainnya.
Aspek-aspek makna tersebut sangat berkaitan erat satu sama lain. Ketika sedang mengalami proses komunikasi, hal-hal tersebut mengiringi percakapan kita dibaliknya, karena apabila sudah terjadi sebuah perbincangan, aspek-aspek tersebut berarti sudah teraplikasikan dalam pemahaman kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H