Mudharabah secara bahasa berasal dari Bahasa Arab, fiil (kata kerja) dharaba yang artinya memukul atau berjalan. Kata memukul atau berjalan ini sendiri dalam keseharian dan pengimplementasiannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu dimana seseorang berproses dalam memukulkan kakinya ketika menjalankan suatu proses usahanya. Sedangkan secara istilah dapat diartikan sebagai suatu perjanjian (akad) kerjasama antara kedua belah pihak, yakni pihak pertama sebagai penyedia keseluruhan modal (shohibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola usaha.
Dalam akad mudharabah, perihal keuntungan maupun kerugian dituangkan dalam kontrak dalam awal perjanjian. Keuntungan dalam mudharabah sesuai dengan perjanjian awal, misal penyedia modal 70% dan pengelola 30%, masing-masing 50% keuntungan sesuai kontrak awal. Sedangkan apabila terdapat kerugian yang diakibatkan oleh kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelolalah yang bertanggungjawab penuh atas kerugian. Apabila kerugian bukan disebabkan oleh kelalaian pengelola maka kerugian ditanggung oleh pemilik modal.Â
Sedangkan kerugian timbul karena proses normal dari usaha atau bencana diluar kendali pemilik modal maupun pengelola, maka kerugian dtanggung sepenuhnya oleh pemilik modal dan pengelola rugi tenaga dan keahlian yang telah dicurahkan.Â
Mudharabah dibagi menjadi dua macam, yakni mudharabah muthlaqoh dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah muthlaqoh yaitu kerjasama antara pemilik modal an pengelola dimana pemilik modal memberikan kebebasan kepada pengelola dalam mengelola usaha. Sedangkan mudharabah muqayyadah yaitu akad kerjasama antara pemilik modal dengan pengelola dimana pemilik modal memberikan batasan kepada pengelola mengenai tempat, cara, dan objek dalam mengelola usaha.
Mudharabah telah ada sejak jaman dahulu bahkan di jaman jahiliyah maupun masa islam telah dibenarkan sebagai sebuah praktik dengan dasar saling membantu antara pemilik modal maupun pengelola dalam usaha. Dalam praktiknya, landasan hukum Al-Qur'an, Hadits, dan Ijma' juga telah disebutkan hukum boleh dalam praktiknya. Adapun Rukun dan syarat mudharabah terdiri dari pelaku (pemilik modal dan pengelola dana), objek mudharabah (modal dan kerja), ijab qabul, dan nisbah keuntungan (besaran pembagian keuntungan).
Pelaku dalam akad mudharabah harus sudah baligh dan cakap akan hokum, pelaku dapat dilakukan dengan sesaa muslim maupun dengn non muslim, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri urusan pengelolaan usaha namun boleh mengawasi dalam pengelolaan. Dalam objeknya sendiri modal tidak harus berbentuk uang namun boleh dengan menggunakan aset lainnya dimana modal harus jekas jumlah nominal dan jenisnya, modal harus berupa tunai dan tidak boleh utang, pengelola tidak boleh melimpahkan kembali kepada oranglain kecuali atas persetujuan dari pemilik modal atau dana. Begitupun dengan nisbah keuntungan dibagi jelas sesuai dengan awal perjanjian.
Pada dasarnya, mudharabah dalam fiqh sendiri tidak ada jaminan dalam kecurangan karena mudharabah sendiri merupakan perjanjian kepercayaan yang menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan. Dalam hal ini, lembaga keuangan syari'ah meminta jaminan kepada nasabah untuk menghindari terjadinya kemungkinan kecurangan, penyimpangan dan memberikan rasa tenang untuk kedua belah pihak dimana jaminan ini dapat dicairkan dengan hanya pemilik modal terbukti melakukan suatu pelanggaran terhadap akad perjanjian awal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H