Di antara kita pasti sering mendengar semboyan Tut Wuri Handayani yang merupakan hasil gagasan Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara. Beliau dahulu memiliki nama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dan pada tahun 1922 mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara. Beliau lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 berasal dari keluarga bangsawan Yogyakarta yang merupakan cucu Pakualam III. Selama hidupnya beliau dikenal memiliki wawasan yang luas, kreatif, jujur, dinamis, sederhana dan berani berjuang untuk bangsa hingga akhir hayatnya. Ki Hajar Dewantara juga mudah bergaul dengan rakyat sehingga perjuangannya mudah diterima.
Di tahun 1912 Ki Hajar Dewantara memulai karir politiknya bersama dengan Dr. Douwes Dekker (Dr. Setiabudhi) dan Dr. Tjipto Mangunkusumo yaitu mendirikan suatu partai politik yang revolusioner bernama Indische Partij. Lalu beliau juga membuat artikel yang berjudul Als ik eens een Nederlander (seandainya aku seorang Belanda) yang berisi "tidak selayaknya bangsa Indonesia yang ditindas Belanda ikut-ikutan merayakan kemerdekaan bangsa yang menindasnya. Karena hal ini Ki Hajar Dewantara akhirnya ditangkap dan diasingkan ke Belanda. Selama pengasingannya ini beliau menggunakan waktunya untuk mempelajari pendidikan dan pengajaran. Dari sinilah ilmu yang didapatkannya selama pengasingan di Belanda nantinya diterapkan di Indonesia.
Setelah empat tahun Ki Hajar Dewantara akhirnya dipulangkan ke Indonesia. di tahun 1921 beliau mulai memasuki lapangan pendidikan dan meninggalkan karir politiknya dengan menjadi guru di Sekolah Adhidarma yang didirikan oleh kakaknya R.M Suryapranoto. Ki Hajar Dewantara ingin menyebarluaskan semangat tentang pendidikan kepada generasi muda.
Dalam pandangannya membebaskan diri dari kengkangan penjajah perlunya mendidik kaum muda yang kelak menjadi penerus masa depan bangsa. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara ialah mendapatkan kemajuan lahir dan batin atau cara untuk mendapatkan kemerdekaan jiwa. Untuk melaksanakan cita-cita pendidikannya Ki Hajar Dewantara akhirnya mendirikan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Awal mulanya bernama "National Onderwijs Instituut Taman Siswa". Perguruan ini lahir karena adanya diskriminasi dari sistem pendidikan kolonial yang memberikan akses pendidikan hanya bagi kalangan tertentu.Â
Tujuan berdirinya Taman Siswa untuk mendidik dan menggembleng golongan muda serta menanamkan rasa cinta tanah air dan semangat anti penjajahan. Semboyan yang digunakan dalam taman siswa ini berupa, Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi teladan yang baik), Ing madya mangun karsa (di tengah memberi dorongan), Tut wuri handayani (di belakang memberi dukungan). Terdapat pembagian sekolah-sekolah Taman Siswa yaitu; 1) Taman Indriya (Taman Kanak-kanak Taman Siswa) bagi anak-anak berumur 5-6 tahun. 2) Taman Anak (kelas I-III) bagi anak-anak berumur 6/7- 9/10 tahun. 3) Taman Muda (kelas IV-VI) bagi anak-anak yang berumur 10/11- 12/13 tahun. 4) Taman Dewasa (SMP). 5) Taman Madya (SMA). 6) Taman Guru.
Sistem yang digunakan ialah sistem among yaitu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan, bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Isi rencana Taman Siswa didasarkan sistem kultur nasional. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dan persatuan pada mata pelajaran wajib. Kemudian bahasa asing diberikan untuk keperluan menambah pengetahuan siswa tentang hubungan antarnegara. Selain itu, para siswa juga mempelajari kesenian seperti melukis, menari, menyanyi, musik, dan gamelan sesuai dengan minat masing-masing siswa untuk menambah semangat kebangsaan.Â
 Di sisi lain pemerintah kolonial Belanda berusaha menghambat perkembangan Taman Siswa dengan mengeluarkan Onderwijs Ordonnantie atau disebut juga "Ordonansi Sekolah Liar" yang berdampak semakin sulitnya guru dalam mengajar. Menanggapi hal tersebut Ki Hajar Dewantara mengirimkan protes kepada Gubernur Jenderal De Jonge dan akhirnya Ordonansi tersebut dicabut. Taman Siswa terus berkembang terutama di akhir zaman kolonial Belanda dengan memiliki 199 cabang 207 perguruan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
ReferensiÂ
Fitroh, I., & Rosidi, M. I. (2023). Taman Siswa: Pemikiran Ki Hajar Dewantara Dalam Tinjauan Historis. Journal on Education, 5(2), 2677-2688.
Zuriatin, Z., Nurhasanah, N., & Nurlaila, N. (2021). Pandangan Dan Perjuangan Ki Hadjar Dewantara Dalam Memajukan Pendidikan Nasional. Jurnal Pendidikan Ips, 11(1), 48-56.
Kumalasari, D. (2010). Konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan taman siswa (tinjauan humanis-religius). ISTORIA Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sejarah, 8(1).