Pertama, keterbukaan psikologis merupakan pra kondisi yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat memahami pikiran dan perasaan orang lain.
Kedua, keterbukaan psikologis sangat diperlukan untuk menciptakan sebuah suasana hubungan antar pribadi guru dan sisiwa yang harmonis, sehingga dapat memotivasi siswa untuk dapat mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan (Muhibbin Syah, 1995).
Jadi, ketika proses komunikasi psikologis ini terjadi, disinilah seorang guru telah membangun adanya rasa saling percaya kepada siswanya sehingga siswa secara psikologis akan lebih membuka diri terhadap komunikasi maupun informasi yang baru serta dapat mengubah pola fikir dan pola prilakunya. Dengan demikian proses pendidikan akan semakin menemukan bentuknya serta dapat mencapai tujuan pembelajaran secara lebih efektif.
Berdasarkan paparan di atas, penulis menyimpulkan bahwasanya peran psikologis dalam pendidikan Islam sebagai menjembatani proses penyampaian ilmu pengetahuan agar lebih efektif serta sesuai dengan kematangan psikologi masing-masing peserta didik untuk lebih terbuka dalam hal informasi dan pengetahuan baru serta kesediaan menggunakannya dalam kehidupan sehai-hari.
Oleh karena itu dengan memperhatikan psikologi siswa dari para guru kepada sisiwa akan sangat menentukan keberhasilan dari proses transfer nilai-nilai serta karakter pada peserta didik.
Sumber Rujukan :Â
Bernadjib, Imam. 1987. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan FIP.
Syah, Muhibbin. 1995 . Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Vembriarto. 1990. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta: Andi Offset.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H