Dalam era globalisasi yang semakin meresap dalam segala aspek kehidupan manusia, fenomena kepunahan bahasa daerah menjadi sangat relevan. Bahasa daerah, sebagai simbol identitas dan warisan budaya bangsa Indonesia, tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi lokal, tetapi juga merupakan elemen penting dalam menjaga keberagaman budaya nasional.Â
Oleh karena itu, revitalisasi bahasa daerah menjadi hal yang mutlak perlu dilakukan demi melestarikan kekayaan budaya Indonesia. Secara etimologis, "revitalisasi" bermakna proses menghidupkan atau mengaktualisasikan kembali sesuatu yang telah mati atau stagnatif.Â
Dalam konteks bahasa daerah, revitalisasi berarti melakukan usaha-usaha sistematis untuk menghidupkan kembali penggunaan bahasa daerah yang sedang mengalami penurunan populasi penuturnya. Ini tidak hanya tentang pemahaman linguistik, tetapi juga tentang kebanggaan dan pengakuan akan uniknya setiap bahasa daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari keberagaman budaya Indonesia.
Â
Indonesia, sebagai negara kaya dengan keanekaragaman budayanya, memiliki lebih dari 1.300 suku bangsa. Indonesia juga memiliki lebih dari 718 bahasa daerah, menjadikannya salah satu negara dengan keragaman linguistik tertinggi di dunia. Banyak bahasa daerah yang terancam punah akibat minimnya penggunaan dalam kehidupan sehari-hari.Â
Setiap dua minggu, satu bahasa daerah di seluruh dunia diperkirakan punah, dan di Indonesia, lebih dari 100 bahasa berada di ambang kepunahan. Lingkungan yang kompleks ini menciptakan kondisi ideal bagi bahasa daerah untuk tumbuh dan berkembang. Namun, adopsi bahasa Indonesia sebagai bahasa utama dalam interaksi harian telah membuat beberapa bahasa daerah rentan terhadap kepunahan.Â
Misalnya, jika di kalangan remaja, bahasa daerah jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari, maka potensi bahasa tersebut untuk dilestarikan semakin rendah. Revitalisasi bertujuan untuk menjadikan generasi muda sebagai penutur aktif bahasa daerah. Dengan melibatkan mereka dalam pembelajaran dan penggunaan bahasa ini, diharapkan rasa bangga terhadap bahasa daerah dapat tumbuh kembali.
Oleh karena itu, strategi revitalisasi harus ditargetkan pada generasi muda sebagai penutur aktif bahasa daerah. Program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) yang dikembangkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) merupakan contoh konkrit dari komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan bahasa daerah.Â
Program ini didukung oleh regulasi yang kuat, seperti Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.Â
Tujuan utamanya adalah menjadikan penutur muda sebagai aktor utama dalam melestarikan bahasa daerah. Salah satu indikator keberhasilan RBD adalah peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan revitaliasi.Â
Contohnya, Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang dimulai sejak 2022 telah menjadi ajang promosi keragaman bahasa daerah. Acara ini melibatkan balai bahasa di beberapa provinsi dan menampilkan berbagai kemahiran bahasa dalam bidang seni, sastra, dan lain-lain.