—Cantarella.
Masuklah ke dalam cangkir kecil itu
Isinya hanya wine tua dari Valencia
Begitu manis dan memabukkan
Persis seperti rasanya jatuh hati
Dengan masuknya kau kemari,
lewat mata dan senyumku,
akan kuajari bagaimana caranya lupa diri.
Duduklah dengan tenang di ruang makan ini.
Sambil memandangi rona merah wajahku,
mari perlahan namun pasti,
jatuh cinta padaku yang katamu serupa gula:
putih dan nyaman di langit-langit mulutmu
Bernapaslah dengan udara dari api di tungku
untuk dapat kudekap serapat Vatikan.
Biarkan uap api itu merasuki dadamu
agar cintamu merekah seperti monkshood
pada sebuah kisah Shakespeare
Selagi kau belum mabuk kepayang padaku
Jangan berhenti menyusup ke isi cangkir itu
Isinya bahkan lebih tua dari Lacryma Christi
Aku mengambilnya dari ruang bawah tanah
Sambil sesekali menatapi kalender istana
Waktumu masih banyak, ayo bersuka cita!
Mari sesap terus sampai habis wine itu
Sampai tubuh kita menyatu padu
Hingga kau percaya padaku,
meski kau sedikit bingung.
Nama kecil dan lugumu takkan lengkap,
tanpa adanya inisialku:
Kekuatan,
Keserakahan,
Nafsu,
Pembunuhan.
Aku menaruhnya tepat di dalam cincin kita.
Atau setidaknya kau sepolos buku sejarah,
Aku akan membuatmu mengenali Borgia
pada Renaissance Italia
Ya.
Selamat terpesona!
Selamat tersisih dari sejarah!
Jangan kau muntahkan pesonaku,
kecuali di hari terakhirmu, pada kalenderku.
—Jakarta, Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H