Mohon tunggu...
Pamujihan
Pamujihan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pemula segala hal. Visit more: www.jijihans.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pesan Moral dari Film Everest

22 September 2015   14:45 Diperbarui: 22 September 2015   15:15 4530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Muncul lagi sebuah karya film yang menurut saya fenomenal dari segi penyuguhannya setelah film-film terdahulu yang sudah tayang beberapa tahun lalu seperi: The North Face yang menceritakan tentang pendakian Gunung Eiger (Baca Juga: Filosofi North Face dan Eiger bagi pecinta produknya), Into Thin Air menceritakan pendakian Gunung Everest , Vertical Limit, menceritakan pendakian Gunung Everest juga, 5 Cm film nasional yang pertama kali mengangkat cerita pendakian secara gamblang dan film-film lain yang menyuguhkan drama yang apik dan menegangkan. Kali ini ditahun 2015 muncul sebuah film dengan judul dan latar yang sama, yakni "Everest".

 

Film ini diadopsi dari sebuah kisah pendakian nyata ditahun 1996 yang sebelumnya sudah difilmkan dengan judul Into Thin Air namun dengan pemaparan dan pengisahan yang lebih apik lagi didalam film Everest, dan juga menjadi sebuah sejarah terburuk pendakian Gunung Everest dengan korban terbanyak saat itu. Pendakian di tahun itu menjadi hal yang sangat dikomersialkan, terlihat dari pembicaraan yang dilontarkan Bill, biaya untuk sampai di Gunung Everest Pergi pulang adalah $65.000. Silahkan dihitung sendiri berapa kurs didalam rupiah. :). Tentu angka tersebut adalah angka yang sangat besar menurut sebagian besar orang jikalau hanya untuk mendaki gunung.

 

Cuplikan Film (Rob Hall Memimpin Rombongan)

Dari paparan ini, nampak terlihat adanya komersialisasi pada pendakian Everest saat itu, terbukti dengan banyaknya agen-agen tour. Didalam film Everest hanya ditampilkan beberapa agen tour seperti Adventure Consultant (dipimpin Rob Hall), Mountain Madness (dipimpin Scott Fischer), Rombongan dari Taiwan, Rombongan dari Afrika Selatan, dan masih banyak lagi rombongan dari negara lain yang tidak ditekankan dalam alur film Everest. Semua berlomba-lomba ingin menggapai puncak tertinggi dunia Gunung Everest.

 

Dari sanalah inti film ini dimulai, dari banyaknya rombongan yang semuanya ingin mencapai puncak tertinggi, timbullah sebuah perselisihan yang mengakibatkan sedikit lalainya persiapan yang dirasa kurang memadai, melupakan persaudaraan ketika diatas gunung, ditambah lagi dengan kondisi alam yang tidak bersahabat. Terbukti, dengan terjadinya antrian yang mengakibatkan harus menunggu sekian jam agar bisa sampai menyebarang di jembatan tangga yang dibangun oleh suku Sherpa. Dalam hal ini akhirnyapun rombongan harus kembali lagi ke base camp karena situasi alam yang kurang bersahabat dan kacau.

Salah Satu Adegan Yang Mendebarkan

Kisah ini menurut saya sangat memberikan pembelajaran bagi kita semua yang mempunyai hobi mendaki gunung atau pecinta alam. Diawali dengan motivasi Rob Hall yang terlihat memungut sampah yang dilemparkan oleh kawannya, terkadang memang masalah klasik yang terjadi sampai saat ini dimanapun adalah masalah kebersihan gunung yang sejatinya harus dijaga dengan sangat, malah kebanyakan dijadikan tempat sampah. Terutama gunung-gunung yang ada  di Indonesia raya ini. Sehingga tidak salah jika terkadang gunung menjadi tidak ramah kepada kita.


Selain halnya perlakuan kita terhadap alam, terkadang ego lah yang akhirnya membuat kita celaka. Seperti halnya dikisahkan secara dramatisir, masing-masing anggota rombongan mempunyai tujuan masing-masing dan target, Doug yang ingin ke puncak karena ingin membuat bangga anak-anak dikampungnya, Ada juga ambisi Yasuko Namba yang ingin melengkapi targer seven summitnya, dan yang lebih ceroboh lagi adalah ego dari Scott yang memaksakan diri ke puncak dengan kondisi tubuh yang tidak fit saat pemeriksaan. Semua ego-ego yang ada malah akan membuat musibah untuk diri sendiri terlebih orang lain. Rob Hall yang semula sebagai penengah pun ikut larut dalam keegosisan tersebut.

Penyelamatan. Kiri Y. Namba (tewas), Belakang Toli

Diawali dengan Doug yang memaksakan diri naik kepuncak padahal kondisi alam, waktu dipuncak sudah habis dan persediaan oksigen sudah menipis, yang pada akhirnya membawa Rob ikut larut dalam kesukaran menjaga Doug yang sangat ambisi ingin sampai puncak. Tidak sampai disitu, imbasnya adalah membawa korban satu lagi yakni rekan Rob Hall yang seharusnya menjadi penolong bagi Rob dan Doug. Ketiga nya tewas karena kondisi alam yang ganas. Dari sini sebenarnya bisa dilihat, bahwa keegosisan berdampak pada timbulnya malapetaka. Rob yang merasa bertanggung jawab memimpin tidaklah mungkin meninggalkan Doug mencapai puncak sendiri, karena kebaikan hatinyalah yang malah membuatnya dalam kesukaran dan tewas karena hipotermia dan hipoksia.

Baca Juga : Waspada 4 penyakit gunung ini


Keadaan lain Scott yang memaksakan diri dengan mendoping dirinya agar kuat mendakipun juga mengalami peristiwa yang sama. Ia tidak bisa bergerak saat badai datang, tenaganya terkuras habis dan menyebabkan dia tewas ditelan badai.  Sumber lain menyebutkan, Scott tewas karena liver, hal ini dibuktikan dengan adanya memoriam terhadap dirinya yang menyebutkan dia tewas karena liver pada tanggal 10 Mei 1996.


Semua pengisahan yang ada didalam film Everest mengandung banyak nilai moral bagaimana seharusnya kita mempersiapkan diri seoptimal mungkin. Dari film tersebut, persiapan yang matangpun juga tidak menjadi jaminan, karena sesungguhnya yang menjadi pemenang adalah alam itu sendiri. Segala bentuk persaingan yang menantang alam tidak lain pemenangnya adalah alam. Memang bisa kita mencapai ke puncak tertinggi alam, namun butu banyak pengorbanan yang akan kita korbankan saat menajalani perjalanan itu, bahkan pengorbanan itu tidak jarang adalah nyawa.

Pencapaian Rob Hall Memimpin Hingga Ke Puncak

Alam akan mendengar apa yang kita ucap, jika kita rendah hati terhadapnya, maka alam pun akan lirih menerima kehadiran kita. Ego yang menggebu-gebu justru akan menyelakan kita saat diatas gunung. Sekali lagi mungkin kata ini pantas disampaikan kepada para pendaki yang ambisius ingin menggapai puncak namun masih banyak keterbatasan. "Puncak hanyalah bonus, kembali kerumah dengan selamat adalah tujuan utama" . Sejauh kaki melangkah, perjalanan kembali kerumahlah yang sebenarnya adalah perjalanan terberat, dirumah tercinta masih menunggu kehadiran kita untuk pulang..


Pesan dalam yang disampaikan film Everest sungguh sangat apik, bagi yang ingin mengetahui detail dari kisahnya, silahkan tonton filmna. Persiapan yang matang sekalipun bisa luput seperti halnya lupanya Suku Sherpa menaruh tabung oksigen dipuncak selatan dan mengakibatkan nyawa melayang. apalagi kita yang mungkin mendaki dengan menggunakan alat yang apa kadarnya tanpa memperhatikan keselamatan diri sendiri, terlebih keselamtan anggota lain.


Selalu bersikaplah seperti halnya orang yang bijaksana dan jangan karena egoisme yang akhirnya menimbulkan masalah yang teramat besar.

Dari kiri yang berwarna mencolok gugur di Everest 1996 (Doug Hansen, Andy Haris, Rob Hall, dan Yasuko Namba)

Baca Juga:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun