Mohon tunggu...
Nur Jihan
Nur Jihan Mohon Tunggu... -

Menulis itu NIAT..\r\nBukan BAKAT..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Luka yang Hilang

9 Desember 2014   04:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:44 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ruang hampa, nama yang cocok untuk tempat ini. Entah tempat apa ini dan kenapa aku bisa sampai kesini aku tak tahu dan aku tak peduli. Aku berjalan menyusuri lorong hitam yang panjang, sunyi, dan gelap. Tidak ada suara, tidak ada teman, tidak ada tujuan, tidak ada apapun kecuali aku. Aku melangkah dan melangkah dengan telanjang kaki menembus kabut hitam, semuanya hitam disini kecuali bajuku berwarna putih.

Samar-samar aku mendengar suara. Perhatianku tertarik untuk mengamati suara apa itu. Suara itu lirih, hampir tak terdengar dan lama-kelamaan menjadi semakin jelas.

“Nita, Nita... bangun nak... ibu mohon”.

“suara apa itu?”, batinku. “Siapa yang dia panggil?”.

Aku tak mengerti, aku terus berjalan dan suara itu semakin menggema, semakin keras dan dalam, laksana suara Izroil ketika membawa kabar kematian. Tiba-tiba air mataku mengalir, entah kenapa, aku tak mengerti. Aku melihat sebuah cahaya yang menyilaukan. Seketika tubuhku melayang dan terhempas dengan sangat cepat, seperti menembus ke dimensi yang lain.

***

Aku merasakan kaku dan sakit disekujur tubuhku, terutama rasa perih di kepala. Perlahan aku berusaha menggerakkan anggota badanku dan aku berusaha untuk membuka mata. Remang-remang aku melihat sebuah ruangan berwarna putih dan ruangan ini penuh dengan aroma obat, membuat perutku terasa mual. Ketika aku membuka mata, aku disambut dengan berbagai ekspresi orang-orang yang ada disekitarku. Aku tersadar ternyata ini adalah rumah sakit dan aku mengalami koma beberapa hari setelah kejadian kecelakaan yang menimpaku.

Sialnya, aku tak bisa mengingat apapun satu hari saat aku mengalami kecelakaan. Kejadian kecelakaan, kenapa aku sampai mengalami kecelakaan, siapa saja yang aku temui sebelum kecelakaan, apa saja yang aku alami sebelum kecelakaan, aku tak bisa mengingatnya.

Ibuku tak memperdulikan tentang hilangnya ingatanku, menurutnya malah itu bagus karena kejadian buruk memang tak perlu diingat.

***

Setelah beberapa minggu berada dirumah sakit, akhirnya aku bisa pulang. Bisa menghirup aroma rumah, rasanya melegakan dan nyaman. Walaupun ibuku menyuruhku untuk beristirahat dikamar, tetapi aku tak melakukannya. Aku lebih memilih merapikan barang-barangku yang sudah lama tak ku sentuh. Aku terhenyak ketika membuka lemari pakaianku dan melihat pakaian-pakain yang lebih pantas untuk cowok. Aku memutuskan membeli pakaian baru dan merubah ulang kamarku.

***

Kedua sahabat baikku dan beberapa teman kelas, datang untuk menjengukku dirumah. Mereka sangat kaget melihat penampilanku, tak terkecuali kedua sahabatku.

“Nit, sejak kapan kamu berpakaian feminim seperti ini? Wah.. ini bukan kamu nih.. Pake dandan juga”, seru Fima salah satu sahabat baikku.

“Ya nit, kamu kan paling alergi pake baju feminim gini.. apa lagi, dulu kamu pernah ngambek berhari-hari gara-gara kita paksa ngerubah penampilanmu jadi feminim”, tambah Lili.

“Ih.. Apa sih kalian. Penampilanku dari dulu emang kayak gini.. kalian jangan ngaco deh”. Jawabku.

“Gak papa Nit, kamu seperti ini aja. Kamu tambah cantik klo gini”, imbuh Rio, salah satu teman sekelasku.

***

Setelah 3 hari berada dirumah aku memutuskan untuk kembali masuk sekolah. Ibuku terus mengingatkan jangan terlalu lelah dan jangan terlalu memaksakan.

Di sekolah, aku menjalani aktifitas belajar seperti biasa dan wali kelasku menyarankan agar aku mengikuti bimbingan khusus untuk mengejar pelajaran yang sudah lama kau tinggalkan. Tentu saja aku menyetujui dengan senang, memang aku membutuhkan pelajaran tambahan.

Bel istirahat berbunyi nyaring memenuhi ruangan sekolah. Aku berjalan ke kantin sendirian karena dua sahabatku sudah pergi duluan. Tiba-tiba ada yang menarik tanganku, aku kaget dan membalikkan tubuhku. Koko, kakak kelasku ingin berbicara berdua denganku. Aku heran, kenapa dia ingin mengajakku berbicara, seingatku kita tidak akrab.

***

Kak Koko mengajakku ke lapangan indoor sekolah. Hanya kita berdua yang ada disana.

“Nit, maafin aku ya.. aku nyesel banget, pasti kamu kecewa denganku.. beneran aku gak bermaksud buat nyakitin kamu dan ngebuat kamu sampe ngalamin kecelakaan ini”, tutur Koko.

Aku tak mengerti maksud kak Koko mengatakan itu semua, menyesal kenapa? Kecewa dengan apa?.

“Kenapa tiba-tiba kakak menjadi seperti ini? Nita, nggak ngerti maksud kakak. Nita juga kan gak terlalu akrab sama kakak jadi kenapa harus kecewa?”, jawabku.

“Ternyata benar, katanya kamu hilang ingatan satu hari ketika kecelakaan. Ini semua salahku karena kamu tidak bisa mengingat kejadian sebelum kecelakaan, aku yang membuat kamu harus melupakan kejadian itu. Setelah kecelakaan, kamu juga berubah dari penampilan dan perilakumu. Tapi, mungkin memang itu yang terbaik buat kamu dan juga buatku. Yang penting sekarang kamu sehat dan menjadi lebih baik.”

Aku semakin bingung dengan perkataan kak Koko, dan kenapa semua orang bilang aku berubah setelah kecelakaan itu?. Aku merasa tidak ada yang berubah dalam diriku. Sebenarnya apa yang terjadi ketika sebelum kecelakaan itu?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun