Jadi pada dasarnya tidak semua bunyi itu menjadi suara yang layak kita dengar dan pertimbangkan dalam berkeputusan. Suara yang ideal kita dengar adalah suara yang muncul dari getaran hati kemudian menyeruak ke pikiran dan mewujud dalam sebuah aspirasi mewakili keadaan jujur apa adanya.
Ketika sudah terlanjur banyak suara yang menggema, maka adakalanya kualitas dari suara menjadi turun. Suara dinilai berdasarkan kuantitatif kerasnya atau banyaknya argumen yang sama. Bukan dari kualitas kejrnihan bobot suara yang dibawa.
Layaknya komposer, dalam situasi ini perlunya keterampilan dalam mengolah berbagai suara sehingga membentuk nada yang indah dan memiliki narasi positif untuk mengarahkan menuju tindakan yang lebih baik. Perlunya kepiawaian dalam merajut benang merah yang bisa menyambungkan berbagai kantung -- kantung sektoral sehingga semuanya bisa terajut dengan rapi dan baik. Tidak ada kelompok yang tertinggal.
Tanpa merendahkan urgensi dari setiap sisi, kebijaksanaan tiap kelompok dalam bersikap menjadi penting. Ketepatan dalam membawa peran masing -- masing menjadi jarum yang tepat untuk membawa benang emas menambal kebolongan dalam kain yang akan dirajut. Masyarakat utopia pun akan terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H