Imajinasi manusia adalah mesin yang bekerja tanpa henti, bahkan saat kita tidak menyadarinya.Di dalam tidur, saat kita bermimpi, imajinasi menciptakan dunia baru yang tak jarang terasa lebih nyata daripada kehidupan itu sendiri.
Saat melamun, otak kita membangun narasi tanpa batas, menempatkan kita dalam skenario-skenario yang mungkin tak pernah terjadi, namun terasa begitu dekat dengan kenyataan.
Mesin imajinasi ini bekerja di bawah sadar, menggali memori, emosi, dan pengalaman yang tersembunyi, lalu mengolahnya menjadi gagasan yang bisa dituangkan ke dalam karya sastra.
Namun, tidak semua imajinasi berakhir menjadi sesuatu yang bermakna, sebab ada perbedaan antara imajinasi liar yang tanpa arah dan imajinasi terarah yang mampu melahirkan karya bernas.
Imajinasi liar sering kali muncul dalam bentuk spontan dalam visualisasi acak, pikiran melompat dari satu gagasan ke gagasan lain, atau ketertarikan terhadap hal-hal absurd yang tak memiliki kesinambungan.
Sementara itu, imajinasi yang terarah adalah hasil dari proses penyaringan dan pembentukan, di mana ide-ide liar diberi struktur, makna, serta tujuan yang jelas dalam karya sastra.
Seorang penulis yang baik tahu bagaimana menyalurkan imajinasi liar menjadi narasi yang kuat, menggali esensi di balik absurditas untuk menciptakan sesuatu yang orisinal dan bernilai.
Namun, bagaimana cara menjaga mesin imajinasi ini tetap hidup tanpa kehabisan bahan bakar?
Salah satu cara paling efektif adalah dengan terus membaca, sebab membaca membuka pintu ke dunia baru yang memperkaya referensi dan sudut pandang.
Menulis setiap hari, meskipun hanya satu paragraf, juga membantu menjaga aliran imajinasi tetap lancar, seperti seorang pelari yang harus terus berlari agar ototnya tidak kaku.
Melatih kepekaan terhadap hal-hal kecil di sekitar juga merupakan strategi ampuh, sebab inspirasi sering kali tersembunyi dalam percakapan sehari-hari, ekspresi wajah seseorang, atau bahkan aroma hujan yang jatuh di tanah kering.