Rakyat adalah piring retak di atas meja,
menghidangkan harapan yang suam-suam kuku,
sementara sultan menumpuk istana dari remah roti
dan merayakan lapar dengan kursi emasnya.
Di jalan-jalan, keringat berdesakan dalam antrian panjang,
membeli impian dengan harga diskon,
tapi toko-toko hanya menjual pajangan,
sementara sultan menukar jam tangannya dengan sebidang langit.
Keadilan adalah kasir yang tertidur,
hukum hanya daftar harga di etalase mewah,
karena peraturan ditulis dengan tinta berlian
dan ditandatangani oleh suara uang yang lebih nyaring dari jeritan.
Di layar kaca, kemewahan menari,
berbisik lirih, "Kau juga bisa, asal punya cukup dongeng."
Sementara itu, di sudut gang, mimpi terbungkus plastik,
dijual murah kepada anak-anak yang belajar kenyang dari udara.
Dan negeri ini tetaplah panggung,
tempat tawa menjadi saham, tangisan jadi rating,
di mana sultan adalah pemeran utama,
dan kita semua hanya figuran yang harus bertepuk tangan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI