Sutinah menghitung hari, eksekusi mati dengan cara di pancung tinggal menunggu waktu, sutinah adalah satu dari sekian TKW yang menunggu hukuman mati, kita semua prihatin dan keinginan kita adalah sutinah mendapatkan pengampunan dari keluarga korban dan pulang ke Indonesia.
Hampir 8 tahun saya tinggal di kerajaan Saudi Arabia, berbagai kasus tentang TKI dan TKW kita tak kunjung berhenti, 3 mayat wanita Indonesia yang di bakar setelah di perkosa di kota yanbu, pembunuhan anak majikan yang dilakukan TKW indonesia yang bernama Karni , hingga TKW yang di buang suaminya di belakang mesjid dekat KJRI jeddah dan banyak lagi kasus lainnya, termasuk penggerebekan TKW yang melacur di kerajaan ini.
Kita memang memiliki populasi penduduk yang besar, permasalahan yang timbul adalah kemiskinan, banyak kasus karena miskin seorang ibu tega membunuh anak kandungnya, karena miskin seorang ayah tega meninggalkan anak anaknya, karena miskin Aisah harus tinggal di rumah becak ayahnya, karena miskin anak anak banyak yang putus sekolah.
Sejahtera adalah impian semua orang, untuk sejahtera sebagian mereka memilih menjadi TKI walaupun dengan spekulasi, tanpa kesepakatan hitam di atas putih, gaji, waktu kerja hingga gambaran kerja yang tidak jelas, pemerintah kita seperti mengumpan ikan di kandang kucing.... Tega !
Pertanyaannya adalah apakah pemerintah memiliki kewajiban membayar diyat ? seperti kepada darsem ? jawabannya ya.. pemerintah wajib membayar diyat dan membebaskan sutinah dari hukuman pancung, tanpa pertanyaan mengapa, bagaimana dan pertanyaan pertanyaan lainnya, pemerintah juga memiliki kewajiban membebaskan semua TKI yang terjerat hukum di luar negeri, konsekwensi sebuah negara yang mengirim TKI / TKW nya.
Saya memang menyayangkan tindakan sutinah, tapi saya lebih menyayangkan tindakan pemerintah yang terus mengirimkan TKI TKI non professional yang memiliki potensi besar " Bermasalah". Dan pemerintah tidak boleh cuci tangan. Satu satunya cara agar kasus ruyati, darsem dan sutinah tidak terulang adalah melakukan amputasi yaitu menyetop permanen pengiriman TKI khususnya pembantu dan lebih luas lagi TKI non professional.
Risma adalah contoh bagaimana walikota surabaya itu melakukanh amputasi terhadap wisma wisma pelacuran di daerah yang dipimpinnya, dia melakukan survey dan observasi atas masalah masalah sosial yang terjadi dan keputusan yang diambil adalah pahit tapi berakhir manis.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H