Mohon tunggu...
Jidan Nanda Lesmana
Jidan Nanda Lesmana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta | Jurnalis | Menulis Berdasarkan Keresahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesta Panen Adat Bugis "Mappadendang"

14 Agustus 2024   10:34 Diperbarui: 15 Agustus 2024   19:31 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Mappadendang, Sumber: Pariwisata Barru.

Lesung yang minimal panjangnya 1,5 meter, maksimal 3 meter, dan lebar 50 cm. Berbentuk lesung atau mirip seperti perahu kecil, namun berbentuk persegi panjang.

  • Enam batang penumbuk beras yang terbuat dari kayu atau bambu setinggi orang dewasa, lalu dua jenis penumbuk pendek yang panjangnya kurang lebih setengah meter.

  • Asal muasal tradisi Mappadendang ini memiliki banyak versi, namun, terdapat satu versi mitos yang cukup terkenal, dimana mitos ini diyakini sebagai cikal bakal tradisi Mappadendang. 

    Dahulu, seorang penghuni surga bernama Dato Patoto dan Datu Palinge memiliki seorang anak gadis bernama We'Oddang Nriwu. We'Oddang Nriwu merupakan seorang anak yang sangat cantik yang ingin diturunkan ke Bumi, namun, rencana tersebut gagal karena semua dewa ingin turun ke Bumi bersama We'Oddang Nriwu. 

    Akhirnya, Dato Patoto merubah wujud We'Oddang Nriwu  menjadi sesuatu yang dapat dicintai oleh semua orang, yaitu Padi. Kemudian padi ini diturunkan dari kayangan ke Bumi untuk menjadi pangan bagi manusia, untuk itulah suku Bugis menggelar Mappadendang sebagai ungkapan syukur atas padi-padi yang panen dan melimpahi kehidupan mereka.

    Tradisi Mappadendang merupakan tradisi turun-temurun yang sarat akan nilai kebudayaan dan kebersamaan. Tradisi ini merupakan tempat dimana kekerabatan dan kebersamaan antar petani dapat terjalin karena mereka akan berkumpul untuk merayakan tradisi ini. 

    Di sisi lain, tradisi ini juga menjadi tempat di mana para pemuda pemudi dapat mencari pasangan hidup. Namun, tradisi yang sangat sakral ini lambat laun menghilang akibat kemajuan modernitas, sehingga Mappadendang saat ini jarang dilakukan.

    Sumber:

    Nur, Askar, (2020). Mistissme Tradisi Mappadendang di Desa Allamungeng Patue, Kabupaten Bone. Jurnal Khitah. 1(1).

    Rakhmat, Puspitasari. Fatimah, Jeanny Maria, (2016). Makna Pesan Simbolik Non Verbal Tradisi Mappadendang di Kabupaten Pinrang. Jurnal Komunikasi KAREBA. 5(1).

    Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun