Saat ini kita mengenal beberapa kasus investasi "bodong" yang dilakukan oleh orang atau entitas tertentu. Investasi "bodong" bermunculan dari waktu ke waktu dengan berbagai macam modus. Modusnya, ada yang setor investasi 1 juta rupiah dengan janji akan mendapatkan bonus 5% setiap bulan dan mendapatkan bonus 10% jika mendapat anggota baru. Ada juga dengan modus investasi 100 juta rupiah selama 12 bulan dan tidak bisa diambil, dengan janji mendapat keuntungan 30% per bulan; bahkan investasi bulan ke-1 sebesar 1 juta dan bulan ke-2 sampai bulan ke-3 mendapatkan cash back 1 juta setiap bulan. Lebih jauh lagi, Satgas Waspada Investasi yang dibentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pada tahun 2015 terdapat 200 modus investasi bodong (tidak berizin) dan rawan penipuan.
Sedangkan pada tahun 2016 terdapat lebih dari 400 modus investasi serupa. Tidak hanya itu, 90% dari modus investasi tersebut tidak memiliki izin, sedangkan 10% sisanya hanya memiliki izin SIUP dan TDP, namun tidak memiliki izin investasi. Satgas Waspada Investasi memberikan panduan kepada masyarakat calon investor untuk mewaspasai beberapa ciri investasi bodong diantaranya: high return, free risk, high insentive, unfair, big promise dan guarantee.
Maka dari itu masyarakat dianjurkan untuk memilih dan mempertimbangkan sebelum memulai investasi di platform manapun. Karena kasus kasus seperti diatas ini sudah menjadi hal yang tidak asing lagi di ranah investasi ini. Alangkah baiknya masyarakat mulai memilih berinvestasi di platform syariah yang memiliki legalitas terpecaya oleh OJK maupun dewan pengawas lainnya. Dengan melakukan investasi yang menjungjung prinsip dan anjuran sesuai ajaran islam atau syariah, itu salah satu faktor yang mempunyai nilai lebih dalam kegiatan berinvestasi.
 Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia merupakan pangsa pasar yang sangat potensial untuk pengembangan industri keuangan syari'ah. Investasi syari'ah di pasar modal yang merupakan bagian dari industri keuangan syari'ah, mempunyai peranan cukup penting untuk dapat meningkatkan pangsa pasar industri keuangan syari'ah di Indonesia. Meskipun perkembangannya relatif baru dibandingkan dengan perbankan syari'ah maupun asuransi syari'ah, tetapi seiring dengan pertumbuhan yang signifikan di industri pasar modal Indonesia maka diharapkan investasi syari'ah di pasar modal Indonesia akan mengalami pertumbuhan yang pesat.
Semakin pesatnya perkembangan bisnis syari'ah di Indonesia, maka peluang yang dihadapi oleh para pelaku bisnis syari'ah dalam mengembangkan sumber daya masyarakat diharapkan akan lebih berkembang dengan maksimal. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi pembisnis syari'ah di Indonesia. Dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim.
Islam adalah agama yang pro-investasi, karena di dalam ajaran Islam sumber daya (harta) yang ada tidak hanya disimpan tetapi harus diproduktifkan, sehingga bias memberikan manfaat kepada umat maslahah multiplayer effect, di antaranya tercipta lapangan usaha dan lapangan pekerjaan, menghindari dana mengendap dan agar dana tersebut tidak berputar di antara orang kaya saja. Dalam firman Allah surat Al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi "supaya harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian". Oleh sebab itu dasar pijakan dari aktivitas ekonomi termasuk investasi adalah Al-Qur'an dan hadis Nabi saw. Selain itu, karena investasi merupakan bagian dari aktivitas ekonomi (muamalah mliyah), sehingga berlaku kaidah fikih, muamalah, yaitu "pada dasarnya semua bentuk muamalah termasuk di dalamnya aktivitas ekonomi adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Dalam kegiatan berinvestasi semua kegiatan sudah diawasi oleh MUI dan DSN agar seluruh kegiatan dipastikan sesuai syariat islam. Maka dari itu fatwa DSN-MUI No. 80/DSNMUI/III/2011 mengatur bagaimana memilih investasi yang dibolehkan syariat dan melarang kegiatan yang bertentangan dengan prinsip syariah dalam kegiatan investasi dan bisnis, yaitu:
- Maisr, yaitu setiap kegiatan yang melibatkan perjudian dimana pihak yang memenangkan perjudian akan mengambil taruhannya.
- Gharar, yaitu ketidakpastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau kuantitas objek akad maupun mengenai penyerahannya.
- Riba, tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang ribawi (al-amwl al-ribawiyyah) dan tambahan yang diberikan atas pokok utang dengan imbalan penangguhan imbalan secara mutlak.
- Bil, yaitu jual beli yang tidak sesuai dengan rukun dan akadnya (ketentuan asal/ pokok dan sifatnya) atau tidak dibenarkan oleh syariat Islam.
- Bay'i ma'dm, yaitu melakukan jual beli atas barang yang belum dimiliki.
Kesimpulan yang dapat diambil dari point diatas yaitu dalam aktivitas muamalah selama tidak ditemukan unsur-unsur yang dilarang syariah seperti yang diuraikan di atas, maka kegiatan investasi boleh dilakukan apapun jenisnya. Disamping itu, dengan aturan seperti itu akan memberikan keleluasaan investor dan pengelola investasi (manager investasi) untuk berkreasi, berinovasi, dan berakselerasi dalam pengembangan produk maupun usahanya. Dasar dari kegiatan ekonomi, bisnis dan investasi adalah kreatifitas yang dibingkai dalam tatanan prinsip syariah. Muara akhir dari kegiatan ekonomi, bisnis dan investasi dengan berlandaskan syariah dimaksudkan untuk mencapai kemuliaan hidup (falh) yaitu bahagia dunia dan akhirat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H