Mohon tunggu...
jian ayune
jian ayune Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi tahun ke-3

menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kemiskinan Indonesia dari Perspektif Ekonomi Politik

23 Desember 2022   19:57 Diperbarui: 23 Desember 2022   20:10 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lain halnya dengan jenis kemiskinan kultural yang disebabkan oleh sikap maupun mental dari masyarakat miskin yang tidak ingin berubah. Muara dari sudut pandang mengenai kemiskinan dapat dikerucutkan menjadi dua kondisi yaitu kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan absolut adalah mereka yang berada dibawah garis kemiskinan jika diukur melalui pendekatan moneter). Sementara kemiskinan relatif adalah kondisi dimana adanya kondisi ketimpangan pendapatan. 

Kemiskinan di Indonesia 

Sumber data utama penyelesaian kemiskinan di Indonesia adalah konsumsi Modul Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia (Badan Pusat Statistik atau BPS). Susenas merupakan rumah tangga yang representatif secara nasional survei, yang dimulai pada tahun 1976, mencakup seluruh wilayah negara. Konsumsi Modul Susenas dilakukan setiap tiga tahun, khususnya untuk mengumpulkan informasi Pengeluaran konsumsi yang sangat rinci dari sekitar 65.000 rumah tangga. Itu kuesioner dalam modul ini mencakup total 229 item makanan dan 110 item non-makanan. Ini Studi ini menggunakan data Susenas yang dikumpulkan antara tahun 1984 dan 2002. Kajian ini juga memanfaatkan data dari Susenas Kor yang dilakukan setiap tahun di bulan Februari, untuk mengumpulkan informasi tentang sosio-demografis dasar karakteristik lebih dari 200.000 rumah tangga dan lebih dari 800.000 individu. Sampel dari rumah tangga dalam Modul konsumsi Susenas adalah subset yang dipilih secara acak 200.000 rumah tangga sampel Susenas Inti pada tahun yang sama. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data Produk Domestik Bruto Regional (RGDP) dan Indeks Harga Konsumen Regional (RCPI), keduanya diterbitkan oleh BPS. Di sejalan dengan data Susenas, data PDRB mencakup periode 1984 hingga 2002, dengan pembayaran tetap pada rupiah tahun 1993. Di sisi lain, RCPI digunakan untuk mengempiskan garis misi untuk memastikan keterbandingan lintas waktu. Terakhir, penelitian ini menggunakan data Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) untuk mengekstraksi informasi tentang tingkat pendidikan awal, yang diperlukan sebagai variabel kontrol di perkiraan model yang digunakan dalam penelitian ini. Sakernas ini bersifat tahunan, secara nasional representatif, tenaga kerja survei lintas seksi berulang yang mengumpulkan data aktivitas individu dalam rumah tangga sampel, meskipun kedalaman keterwakilannya bervariasi dari tahun ke tahun. Setiap tahun, rata-rata Sakernas memiliki sekitar 200.000 observasi individu pada usia 15 tahun ke atas. 

Upaya Pengentasan Kemiskinan

Ketika berbicara mengenai persoalan ekonomi, salah satu solusinya tidak lain adalah melalui perbaikan ekonomi. Karena kegiatan ekonomi yang cepat dan pesat akan menghasilkan tenaga kerja lebih banyak dimana akhirnya masyarakat kan memperoleh pendapatan lebih banyak untuk membeli barang. Perputaran ekonomi ini jika dapat berjalan secara cepat dan lancar maka perekonomian akan semakin kuat.

Komitmen Indonesia untuk pengentasan kemiskinan seperti yang dijelaskan diatas, dapat dilihat melalui lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang berfokus pada penanganan kemiskinan. Beragam kebijakan yang diambil selama ini juga sudah cukup banyak, contohnya seperti Program Kesejahteraan Sosial Kelompok usaha Bersama Keluarga Muda Mandiri (Prokesos KUBE KMM), Tabungan Kesejahteraan Rakyat (Takesra), Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Kukesra)), Kredit Usaha Kecil Menengah, Jaring Pengaman Sosial (Social Safety Net Program) dan lainnya. Kebijakan-kebijakan tersebut dibuat tidak lain agar memacu jalannya roda ekonomi sehingga diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun masalah mendasar dari kebijakan-kebijakan yang sudah diambil tersebut adalah orientasi dari pembangunan ekonomi ini sendiri tidak berpihak kepada kelompok berpenghasilan rendah atau grass root. Hal tersebut dapat terlihat dari konsentrasi industri yang lebih berpihak kepada menengah keatas, sehingga ekonomi yang dijalankan oleh sebagian besar masyarakat tidak terlalu diperhitungkan. Menurut catatan Halwani (1999), sebagian besar (98,2%) adalah unit usaha kecil dan industri rumah tangga dengan tenaga kerja sebanyak 3.484.408 orang (63,3%). Industri yang tergolong dalam usaha berskala besar dan sedang (0,8%) dengan tenaga yang terserap sebanyak 1.691.435. (32,7%). Namun jika hasil nilai tambah dari dua jenis kegiatan tersebut diperbandingkan, maka hasil yang diperoleh dari sektor industri kecil masih jauh dari yang harapan yakni sebesar 17,8% (Rp.2,03 trilyun), sedangkan industri berskala besar (0,8%) telah memberikan nilai tambah Rp.9,35 trilyun (82,2%).

Pengambilan kebijakan tersebut tentu tidak jauh dari proses perumusannya dalam pemerintahan, sejumlah kecurangan masih sering didapati pada saat proses formulasi kebijakan berlangsung. Seperti yang dijelaskan tadi, kebijakan yang berhasil disahkan oleh pemerintah cenderung memprioritaskan kepentingan pemiliki modal ketimbang pelaku ekonomi kecil. Seringkali masyarakat sebagai pelaku ekonomi kecil dijauhkan dari alat produksinya dan digantikan dengan kegiatan ekonomi yang modern seperti pabrik. 

Salah satu kesalah besar juga dalam pengambilan kebijakan adalah kebijakan yang tidak bersifat pemberdayaan seperti halnya pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang hanya memberi solusi jangka pendek seperti uang tunai maupun bahan pokok. Masyarakat tidak diberdayakan untuk mandiri karena program ini berkutat pada kedermawanan pemerintah yang dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat. Program bantuan untuk masyarakat miskin seharusnya dapat dilakukan dengan menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan menghilangkan sifat ketergantungan pada masyarakat. Selain tidak berfokus pada jangka panjang, bantuan ini seringkali rawan penyelewengan pada saat proses pembagian dan penyalurannya. Akan lebih bermanfaat jika dana bantuan tersebut dialokasikan untuk kebijakan yang dampaknya panjang seperti perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Faktor kedua yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal. 

Solusi Multidimensi Untuk Pengentasan Kemiskinan

Dalam kerangka penanggulangan kemiskinan tersebut, hampir semua kajian masalah kemiskinan berporos pada paradigma modernisasi (the modernisation paradigm) dan the product cantered model yang kajiannya didasari teori pertumbuhan ekonomi capital dan ekonomi neoclasic ortodox (Elson, 1977, Suharto, 2002). Menurut Basri (2002), untuk menghapus masalah kemiskinan yang kini semakin krusial di Indonesia, perlu dilakukan langkah-langkah untuk merombak struktur yang otoritarian dan monopolistik, dengan strategi penguatan posisi politik dan ekonomi kelompok masyarakat miskin. Peguatan posisi politik dapat dilakukan dengan mendorong pengorganisasian diri masyarakat miskin demi tindakan yang partisipatif, dengan cara merubah peraturan yang membatasi (seperti masalah perizinan dan formalisasi) menjadi peraturan yang memfasilitasi. Sementara, penguatan ekonomi dilakukan dengan strategi merombak struktur ekonomi yang monopolistik dan antipersaingan menjadi struktur yang lebih adil dan kondusif serta strategi untuk meningkatkan akses kelompok masyarakat miskin terhadap sumber daya. Untuk mewujudkannya perlu upaya simultan dan komprehensif sebagai berikut: 

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Politik Selengkapnya
    Lihat Politik Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun