DEMAM BERDARAH DAN UJUNG TOMBAK PEMBERANTASANNYA
FATIMATHUS ZAHRO/19124111
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Penyakit memang selalu menjadi tantangan kesehatan secara universal, dengan remaja yang menjadi segmen populasi yang sangat rentan terinfeksi karena berada pada fase transisi kehidupan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, sehingga lebih rentan terhadap beberapa risiko kesehatan.
Penyakit DBD bukan termasuk hal baru di Indonesia. Pencegahan dan penanggulangan dilakukan dengan tujuan menurunkan frekuensi dari DBD yang selalu berdampak pada jutaan orang di setiap tahunnya yang disebabkan oleh nyamuk spesies Aydes aegypti. Sebagian besar tantangan dari penyakit demam berdarah ini selalu terjadi karena kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang kebersihan lingkungan selain itu, adanya ketidaktahuan mengenai pola penyebaran, gejala, dampak, dan pencegahan DBD yang masih sangat minim menimbulkan berbagai potensi untuk meningkatkan risiko penularan DBD pada masyarakat sekitar. Beberapa studi telah menyoroti pentingnya sanitasi lingkungan, kesadaran masyarakat, dan tindakan pencegahan dalam mengurangi kejadian DBD. Tantangan terbesar yang dihadapi oleh Indonesia dalam menghadapi DBD: surveilans yang masih bersifat pasif, sehingga tidak bisa mengestimasikan jumlah kasus real. Semua lini mengambil peran agar deteksi kasus lebih mudah. Selanjutnya adalah manajemen kasus dan yang terakhir dan paling penting adalah partisipasi dari masyarakat yang sulit untuk ikut serta secara konsisten.Â
Pengendalian nyamuk dapat dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan menghilangkan sarang nyamuk, pengendalian fisika dengan cara penyiaran radiasi, pengendalian biologi dengan menggunakan bakteri pathogen, pemberantasan secara faktor dapat terdorong melalui pelangsungan fogging, abatisasi menggunakan insektisida dengan pengasapan. Intektisida yang digunakan adalah malathion dengan campuran solar. Langkah penting dalam upaya pemberantasan DBD melalui Upaya PSD (Pembersihan Sarang Nyamuk) adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat secara intensif. Membicarakan mengenai tanda, gejala, dan cara penularan dari DBD yang disesuaikan dengan pendidikan yang dimiliki. Melalui langkah ini, petugas penyuluh kesehatan dari puskesmas menjadi ujung tombak dalam pemberantasan dari penyakit DBD itu sendiri.
Sedangkan pengaruh dari kesehatan masyarakat itu sendiri adalah sebagai penyalur dari penyuluhan. Terkait kurangnya perilaku 3M sehingga didapatkan prioritas alternatif penyelesaian masalah yaitu dengan memberikan metode kegiatan yang aktif dengan melakukan kegiatan fasilitasi kesehatan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kepedulian masyarakat pada perilaku pencegahan DBD melalui 3M. Oleh sebab itu, perlu adanya intervensi kesehatan melalui fasilitasi kesehatan. Dalam hal ini fasilitasi kesehatan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, terciptanya kelembagaan upaya masyarakat dan meningkatkan pemanfaatan pelayanan di bidang kesehatan. Fasilitasi dapat digunakan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengenali kebutuhan, hambatan atau masalah yang terjadi serta mengidentifikasi potensi yang dimiliki untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sehingga dengan ini kesimpulan besar yang dapat ditarik adalah dengan adanya fasilitasi kesehatan masyarakat untuk penyebaran dan penyuluhan terkait penyakit DBD itu sendiri selalu berkaitan dan berseiringan sehingga dengan ini ketenagaan kesehatan masyarakat atau fasilitasi puskesmas mendapatkan sorotan penting karena menjadi ujung tombak dalam kepentingan penyebaran penyakit dari DBD.
KATA KUNCI: Aegypti, Disease, Edukasi, Pencegahan, Public Health.
Â