Mohon tunggu...
Jhon Torr Lambene
Jhon Torr Lambene Mohon Tunggu... Administrasi - Sepi bukanlah soal kesendirian tetapi tentang merasa sendiri..

Berharap melihat yang tak terlihat, mendengar yang tak terdengar. Merindu keheningan yang agung..

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kupu-kupu Kota

27 Februari 2015   00:35 Diperbarui: 18 Maret 2022   09:06 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di Salemba pernah, saat lampu merah
seekor kupu-kupu hinggap di motorku
Sebenarnya inginku menganggapnya biasa
Tetapi tak berdaya dihantam oleh fakta
Berapa kali dalam hidupmu,
di tengah padatnya lalu lintas Kota Jakarta
tiba-tiba seekor kupu-kupu hinggap di motormu?
Berapa kali?
Sekali, dua kali, atau belum pernah?
Dan bagi yang pernah, mungkin itu akan jadi sekali-kalinya

Di antara wajah-wajah kaku yang menatap tajam ke depan
Di kelilingi banyak rangkaian plastik dan besi beroda di kanan-kiri
Ditingkahi rengutan tarikan gas dan sempritan polisi
Satu sosok kecil berayun-ayun di udara
mengepak sayap lalu perlahan turun di depanmu dan hinggap dekat tanganmu
Pegangan tanganku pada tarikan gas pun mengendur
Indah..

Aku tersenyum seraya merasakan kehidupan
Dan ketika ia kemudian terbang kembali,
Ku lihat kehidupan berayun menari-nari
Hilanglah lenggok motor-motor yang biasa berkelak-kelok
Tersapudah arogansi bis-bis yang membuat lebar jalanan habis
Tenggelam semua keriuhan jalanan kota
Di mataku cuma ada indahnya kepakan sayap kupu-kupu

Ah.. Ini jelas tak biasa.
Bukan, ini bukan kejadian biasa..
Lalu tiba-tiba di depanku membentang sebuah gerbang
Ku lihat ke dalam,
dan sebuah kota terpampang di depan mata
Ow.. Banyak kupu-kupu,
Jalanan kota itu banyak kupu-kupu!
Berwarna-warna dan berwarni-warni,
banyak sekali

Dan di sebuah lampu merah
Kulihat mobil-mobil berhenti
Orang-orang di dalamnya tampak riang menanti
Kupu-kupu hinggap di spion mobil mereka
Sebagian mengintip-ngintip dari balik kaca jendela
Di antara wajah-wajah yang tersenyum,
kulihat satu mobil keluarga dengan jendela terbuka
sementara orang-orang di dalamnya tertawa-tawa
Dan ketika aku semakin jelas melihatnya,
aku pun tertawa Banyak kupu-kupu yang masuk ke dalamnya
Ada dua gadis kecil tersenyum-senyum ceria
Sementara kedua orang tuanya tertawa
melihat kupu-kupu hinggap di rambut putri-putri kecil mereka

Ah.. Kota yang hidup..
Kota yang gembira..
Adalah kota yang mampu memproduksi banyak kupu-kupu Lalu
Bagaimana dengan kotaku? Bagaimana?
Tiiinnn..! Tiiinnn..!! Tiiiinnn..!!!

Bukan jawaban yang aku dapatkan
Tetapi salakan pangjang klakson yang dibunyikan
Ohh.. Ternyata lampu telah berwarna hijau
Tanda bagi kendaraan untuk melanjutkan perlombaan
Beberapa motor sudah menyalipku
Mobil yang mengklakson tadi, Sambil melewati, mengklaksonku sekali lagi

Ku lihat di depan, kendaraan saling berkejaran
Aku melaju pelan
Aku lihat gedung-gedung berjejeran
Tak jauh di depan ada pusat perbelanjaan
Ada yang kucari, bukan itu
Gedung dan pusat perbelanjaan tidak bisa menghasilkan kupu-kupu
Aku melirik ke kanan, baru ia kutemukan
Disitu aku melihat kupu-kupu,
di taman yang menjadi pembatas ruas jalan
Ada dua.. oh tiga.. tidak-tidak, ada lagi beberapa

Oh.. Jakarta, ternyata engkau masih memiliki harapan
Jadilah kota yang hidup,
jadilah kota yang gembira Hadirkan kehidupan,
munculkan kehangatan Perbanyaklah kupu-kupu kotamu!

J0215

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun