Mohon tunggu...
Jhon Situmorang
Jhon Situmorang Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya adalah salah satu mahasiswa di Universitas HBKP Nomensen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis dengan Prodi Ekonomi Pembangunan. Hobby yang saya suka adalah dalam bidang musik. Saya tertarik untuk mempelajari dunia musik, tetapi tidak ada niat untuk lebih mahir di dalamnya. Saya memilih untuk sekedar menyukai saja atau sekedar hobi saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri di Taman Kota

23 Juni 2024   12:00 Diperbarui: 23 Juni 2024   12:07 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah kota kecil yang damai, terdapat sebuah taman yang menjadi favorit warga untuk bersantai. Taman ini dipenuhi pohon rindang, bunga beraneka warna, dan sebuah danau kecil di tengahnya. Setiap sore, anak-anak bermain gembira, orang dewasa berjalan-jalan, dan pasangan muda duduk di bangku menikmati kebersamaan mereka. 

Suatu hari, seorang anak laki-laki bernama Arif menemukan sebuah buku tua di bawah pohon besar di taman itu. Buku tersebut terlihat sangat kuno dengan sampul kulit yang sudah usang. Rasa penasaran membuat Arif membuka buku tersebut. Di dalamnya, terdapat cerita-cerita ajaib tentang tempat-tempat tersembunyi di taman yang konon hanya bisa ditemukan oleh orang-orang dengan hati murni.

Arif mulai membaca halaman demi halaman, merasa seolah-olah dia sedang menjelajahi dunia lain. Kisah-kisah itu berbicara tentang sebuah gerbang rahasia di balik semak-semak, yang hanya akan terbuka pada senja hari ketika matahari terbenam dengan warna keemasan. Gerbang itu dikatakan akan membawa siapa saja yang melewatinya ke sebuah taman yang lebih indah, penuh dengan keajaiban dan makhluk-makhluk ajaib.

Dengan penuh semangat, Arif memutuskan untuk mencari gerbang itu. Setiap hari sepulang sekolah, dia pergi ke taman dan mengamati setiap sudut dengan cermat. Pada suatu senja, saat matahari mulai terbenam, Arif melihat kilauan cahaya keemasan di balik semak-semak di sudut taman. Hatinya berdebar-debar, dia mendekati semak-semak itu dan menemukan sebuah pintu kecil yang sebelumnya tak pernah dia lihat.

Dengan penuh rasa ingin tahu, Arif membuka pintu itu dan melangkah masuk. Dia terkejut melihat pemandangan di depannya. Taman yang dia masuki penuh dengan bunga-bunga yang bercahaya, pohon-pohon yang berbicara, dan burung-burung yang bernyanyi dengan melodi yang tak pernah dia dengar sebelumnya. Di tengah taman, ada air mancur besar yang airnya memancarkan warna-warni pelangi.

Arif menghabiskan waktu di taman ajaib itu, bertemu dengan peri-peri kecil dan hewan-hewan yang ramah. Mereka mengajaknya bermain dan menunjukkan berbagai keajaiban yang ada di taman itu. Namun, ketika malam mulai tiba, peri-peri itu memberi tahu Arif bahwa dia harus kembali sebelum pintu tertutup.

Dengan berat hati, Arif berpamitan dan kembali melalui pintu kecil yang membawanya kembali ke taman kota. Meski taman ajaib itu kini tak lagi terlihat, Arif tahu bahwa keajaiban itu benar-benar ada. Setiap sore, dia kembali ke taman kota, berharap suatu hari bisa kembali ke taman ajaib itu.

Tahun demi tahun berlalu, dan Arif tumbuh menjadi pria dewasa. Namun, kenangan tentang taman ajaib itu selalu hidup dalam hatinya. Dia sering menceritakan kisah itu kepada anak-anak di taman, menginspirasi mereka untuk selalu percaya pada keajaiban dan menjaga hati mereka tetap murni.

Suatu hari, ketika Arif sudah menjadi seorang kakek, dia duduk di bangku taman, mengamati anak-anak bermain. Seorang anak kecil mendekatinya dengan senyuman lebar, memegang sebuah buku tua dengan sampul kulit yang usang. Anak itu berkata, "Kakek, aku menemukan buku ini di bawah pohon besar. Apakah kakek tahu tentang ini?"

Arif tersenyum, matanya berkilauan penuh kebahagiaan. "Ya, nak. Itu adalah buku keajaiban. Mari, kakek ceritakan kisahnya." Dan begitu, cerita tentang taman ajaib terus hidup, diwariskan dari generasi ke generasi, mengingatkan semua orang bahwa keajaiban selalu ada bagi mereka yang percaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun