Mohon tunggu...
Jhon  sibarani
Jhon sibarani Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Politik USU, Penikmat Kopi,

mengisi kekosongan waktu dengan menulis, suka berdiskusi dan bertanggung jawab sebagai SEKJEND di sebuah Kelompok Aspirasi Mahasiswa ( KAM ) BHINNEKA USU

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasib Para Petani dan RUU Pertanahan

7 Juni 2020   14:00 Diperbarui: 7 Juni 2020   21:52 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan kondisi ini, banyak pihak yang menilai RUU Pertanahan hanya bertujuan mendorong investasi semata. Banyak orang mengatakan bahwapemerintah hanya memfasilitasi perpanjangan hak guna usaha. Dengan disahkannya RUU itu dapat menimbulkan bencana ekologis. Berbagai pasal didalam RUU pertanahan membuka peluang korporasi untuk memiliki lahan. Sementara, selama ini korporasi terbukti kerap melakukan kegiatan berbahaya bagi lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang sedang terjadi di sumatera dan Kalimantan merupakan salah contohnya. Impilikasinya, banyak perusahaan besar nanti akan membakar hutan dan lahan. Terbatasnya tanah bagi masyarakat juga akan membuat kesenjangan kepemilikan lahan antara laki-laki dan perempuan semakin besar. Mengutip data Badan Pertanahan Nasional, hanya sekitar 24,2 % lahan saat ini terdaftar atas nama perempuan.

Ombudsman Republik Indonesia sebelumnya meminta agar pembahasan RUU pertanahan dihentikan karena dianggap tidak mengakomodir konflik-konflik agraria. Konflik-konflik terkait pertanahan masih tetap terjadi. Apakah UU ini dapat mereduksi konflik-konflik yang ada?. Menurut data yang telah dicatat oleh ombudsman selama 2015-2019 terdapat jumlah kasus pertanahan yang paling banyak dilaporkan masyarakat kepada lembaga tersebut, yakni sekita 4.806 kasus. Kasus maladministrasi proses Sertifikat Hak Milik (SHM) menempati laporan terbanyak pada periode bulan januari - juni tahun 2019 dengan jumlah laporan sebanyak 128 laporan. Kasus terbanyak kedua adalah penerbitan sertifikat sebanyak 96 laporan dang anti rugi pembebasan tanah sebanyak 46 laporan.

Sangat diharapkan dalam pembahasan dan pengesahan RUU pertanahan perlu dikaji dan didiskusikan kembali serta di pertimbangkan, apakah RUU ini sudah relevan untuk diterapkan dengan kondisi masyarakat saat ini?

Jika tidak, batalkan saja. Tidak usah diperdebatkan lagi karena sejatinya semua kebijakan yang dikeluarkan harusnya memiliki nilai positif yang menguntungkan masyarakat bukan malah semata-mata demi kepentingan segelintir orang hingga para petani dan masyarakat kecil sering menjadi korban sistem kebijakan yang tak relevan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun