Di era digital ini, teknologi telah memberikan perubahan besar dalam kehidupan kita. Semua aspek kehidupan kita tidak bisa dilepaskan dari pengaruh digitalisasi.
Di satu sisi, teknologi telah memberikan kemudahan, kesenangan, dan kenikmatan hidup. Kita lebih mudah mengerjakan pekerjaan, membangun komunikasi, menikmati hiburan, melakukan transaksi keuangan, dan kegiatan lainnya. Tetapi di sisi yang lain, kemajuan teknologi telah menjadi tantangan berat bagi masyarakat digital. Mau tidak mau, kita diperhadapkan dengan keamanan digital.
Berbagai modus dilakukan oleh penjahat digital dalam melancarkan aksinya demi mencapai kepentingan yang diinginkan. Sudah banyak orang yang menjadi korban penipuan digital. Salah satu faktor penyebab munculnya korban penipuan digital adalah karena korban kurang memahami atau menguasai dunia digital.
Orang-orang tua lebih rentan menjadi korban penipuan digital dibandingkan dengan generasi milenial. Hal ini karena genersi milenial sudah banyak yang paham tentang penipuan digital. Meskipun demikian, tidak sedikit juga generasi milenial yang menjadi korban penipuan online.
Saya pernah sekali menjadi korban penipuan sekitar tiga tahun lalu. Sebelumnya saya selalu curiga dengan berbagai modus penipu yang menghubungi saya, tetapi ternyata waktu itu jatuh juga. Kejadian tersebut menjadi pengalaman berharga agar lebih hati-hati dan teliti dalam dunia digital.
Hingga sekarang, banyak modus penipuan digital yang saya alami. Baru-baru ini ada yang mengaku dari perusahaan tertentu yang menghubungi saya lewat WhatsApp. Dia menawarkan pekerjaan paruh waktu dengan penghasilan besar yang tidak masuk akal. Saya langsung menanyakan dari mana dia mendapatkan nomor saya. Lalu dia mengatakan bahwa data saya didapatkan dari situs pencari kerja. Padahal, saya tidak pernah melamar pekerjaan dalam 10 tahun terakhir ini. Saya tidak tahu darimana mereka mendapatkan nomor kontak saya.
Beberapa usaha penipuan lain yang pernah saya alami sebelumnya diantaranya adalah:
- Seseorang yang mengaku dari kepolisian menelepon saya, meminta uang untuk menyelesaikan secara "damai" kasus yang katanya melibatkan anak saya. Padahal, waktu itu saya belum punya anak.
- Seseorang menawarkan kerja sama untuk membeli barang murah dari sitaan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Modus ini yang beberapa kali saya alami lewat WhatsApp, Facebook, SMS, dan komunikasi lewat ponsel. Ujung-ujungnya mereka meminta transferan uang untuk mendapatkan barang-barang yang ditawarkan.
- Seseorang yang mengaku dari sebuah bank, menawarkan berbagai macam produk. Dia meminta identitas saya, tapi saya langsung curiga ketika dia meminta nama ibu kandung saya.
- Sebuah perusahaan menawarkan berbagai produk yang murah, tetapi tidak bisa dibayar di tempat, dan tokonya tidak mau didatangi.
Masih banyak lagi upaya penipuan yang saya alami. Tetapi yang menjadi pertanyaan, dari mana mereka mendapatkan nomor kontak saya?
Rasanya hidup di era digital ini tidak memiliki privasi lagi. Bagaimanapun juga ini adalah dunia yang mesti kita hadapi dengan cerdas. Ancaman penipuan digital semakin tinggi dengan modus yang semakin banyak dan berkembang. Bahkan penipuan dilakukan lintas negara.
Oleh karena itu, kita harus siap menghadapinya dengan kecerdasan digital. Kecerdasan digital adalah kunci menghadapi penipuan digital, yang dapat dilakukan dengan beberapa hal: