Mohon tunggu...
Jhon Rivel Purba
Jhon Rivel Purba Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti BRIN

Hidup sederhana

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

MK: Benteng Konstitusi dan Ideologi Bangsa

23 Juli 2023   11:27 Diperbarui: 23 Juli 2023   11:28 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika berbicara tentang konstitusi, kita mesti melihat sejarah perjalanan bangsa dan tujuan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para pendiri bangsa telah berjuang meraih dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan. Semangat perjuangan inilah yang mendasari lahirnya  Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai konstitusi tertulis yang mengatur kehidupan bersama dalam wadah negara. Konstitusi inilah yang menjadi hukum dasar tertinggi yang memuat hal mendasar mengenai penyelenggaraan negara.

Dalam perkembangannya, setelah melewati proses yang cukup panjang, negara ini membentuk Mahkamah Konstitusi (MK) pada 13 Agustus 2003 untuk menjaga konstitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) berdiri untuk mengimbangi kekuasaan pembentukan Undang-Undang (UU) yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden. MK memiliki empat kewenangan, yaitu: menguji UU terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

Selama 20 tahun berkiprah, MK telah bekerja menegakkan konstitusi dan mengawal demokrasi. Sejak berdiri, MK telah menangani perkara pengujian undang-undang, sengketa kewenangan lembaga negara, sengketa pemilu dan pilkada. Dari 3.444 perkara yang ditangani hingga tahun 2022, terdapat 1.603 putusan perkara pengujian UU, 1.136 putusan perkara sengketa pemilu, 676 putusan sengketa pemilu, 29 putusan perkara sengketa kewenangan lembaga negara (kompas.id, 24/5/2023). Bila dirata-ratakan, MK telah menghasilkan sebanyak 181 putusan setiap tahunnya. Hal itu tentu merupakan kinerja yang patut diapresiasi oleh masyarakat Indonesia.

Meskipun demikian, MK juga memiliki sisi buram di mata masyarakat. Lembaga yang diharapkan sebagai benteng konstitusi dan bahkan penjaga ideologi bangsa ini pernah heboh ketika terjadi kasus suap yang melibatkan hakim MK Akil Mochtar, pada Oktober 2013 lalu terkait beberapa sengketa pilkada. Kemudian pada 2017, hakim MK Patrialis Akbar terbukti menerima suap dalam kasus upaya judicial review UU Nomor 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dua kasus di periode yang berbeda tersebut sempat menghebohkan jagat hukum Indonesia. Kasus ini juga sempat memudarkan kepercayaan masyarakat kepada MK sebagai lembaga penjaga konstitusi dan ideologi bangsa.

Seharusnya hakim MK sebagai wakil Tuhan di lembaga tertinggi penegakan hukum, diisi oleh orang-orang yang berintegritas, kebal terhadap suap dan bentuk korupsi lainnya. Tetapi, mengapa masih ada yang terlibat kasus penyuapan? Rendahnya pengawasan terhadap hakim MK membuat mereka rentan terlibat penyuapan dan tindak pidana korupsi. Mau di bawa ke mana bangsa ini jika MK sebagai benteng konstitusi mengalami keretakan bahkan kehancuran? Padahal, kukuh rapuhnya bangsa ini ditentukan oleh MK.

Masyarakat Indonesia tentu berharap bangsa ini berdiri kukuh dalam mewujudkan cita-cita terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Harapan itu adalah harapan kita bersama. Untuk mewujudkan harapan dan cita-cita perjuangan tersebut, kita berharap MK berdiri paling di depan sebagai benteng konstitusi dan ideologi bangsa. MK harus berbenah diri dan  mengembalikan kepercayaan masyarakat. Hal ini sangat penting agar masyarakat tidak meragukan integritas dan kredibilitas MK. Integritas MK sangat diperlukan, apalagi menjelang pemilihan umum di tahun depan. Jangan sampai terjadi lagi kasus jual beli perkara seperti yang terjadi sebelumnya. Kesalahan-kesalahan pada masa lalu dijadikan sebagai pelajaran berharga untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik ke depan.

Untuk mewujudkan MK yang berintegritas sebagai benteng konstitusi dan ideologi bangsa, perlu dilakukan tiga langkah penting. Pertama, pembenahan internal MK. Sudah saatnya MK melakukan pembersihan terhadap "tikus-tikus" yang menggerogoti independensi MK sebagai lembaga terhormat. Orang-orang yang bekerja di lembaga ini harus memiliki integritas, kapabilitas, rekam jejak antikorupsi, dan berjiwa Pancasila. MK harus bisa membuktikan bahwa setiap putusan dilaksanakan secara transparan, akuntabilitas, dan dalam koridor nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara yang tertuang dalam pembukaan konstitusi. Pembenahan internal ini mendesak dilakukan apalagi mengingat pemilu serentak pada 2024 tidak lama lagi. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan lebih kompleks perlu dipikirkan dalam menangani sengketa pemilu.

Kedua, proses perekrutan hakim MK secara transparan. Sejatinya, hakim MK adalah kumpulan para negarawan yang sudah teruji integritasnya. Sosok yang konsisten antara ucapan dan tindakan. Sosok yang memikirkan masa depan bangsa sebagaimana dengan para pendiri bangsa ini sebelumnya. Mereka adalah tokoh panutan bagi masyarakat. Mereka siap mengorbankan segalanya untuk kepentingan bangsa dan negara. Mereka bukanlah "titipan" dari kelompok tertentu. Hakim MK tidak boleh tunduk pada kepentingan kelompok tertentu. Karenanya, proses menghadirkan hakim MK harus dilakukan secara transparan mulai dari rekrutmen hingga pengangkatan. Kita tidak bisa berharap menghasilkan hakim yang berintegritas jika dalam prosesnya saja tidak transparan. Oleh karena itu, proses perekrutan ini perlu melibatkan tim seleksi calon hakim dari organisasi masyarakat, media, peneliti, akademisi, dan ahli hukum. Rekam jejak calon hakim menjadi pertimbangan penting dalam proses perekrutan tersebut. Mereka haruslah sosok yang memiliki kualitas mumpuni dan rekam jejak kenegarawanan.

Ketiga, dukungan dan pengawasan masyarakat. MK adalah milik masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Bukan milik kelompok tertentu atau milik orang yang berperkara. Oleh sebab itu, dukungan masyarakat sangat penting bagi MK sebagai benteng konstitusi dan ideologi bangsa. Benteng itu harus dipertahankan dari serangan kepentingan kelompok tertentu yang bertentangan dengan Pancasila. Belajar dari kesalahan sebelumnya, kasus suap hakim MK tidak terlepas dari rendahnya pengawasan terhadap MK. Dengan demikian, masyarakat harus melakukan pengawasan terhadap MK terutama mengawasi kinerja hakim MK. Mendukung dan mengawasi kinerja MK  adalah untuk kepentingan bersama. Tantangan MK ke depan tentu lebih berat. Tetapi tantangan MK adalah tantangan masyarakat juga. Dengan adanya dukungan dan pengawasan masyarakat, MK bisa menjadi benteng yang kukuh, benteng konstitusi dan ideologi bangsa. MK pasti bisa, MK harus bisa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun