Mohon tunggu...
Jhonny Sitorus
Jhonny Sitorus Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Seorang biasa yang ingin berbagi hidup dengan orang lain malalui tulisan-tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mobil Mewah Pun (Berhak) Isi BBM Bersubsidi

7 Januari 2013   04:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:25 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

[caption id="" align="aligncenter" width="644" caption="Sebuah mobil mewah jenis Toyota Alphard turut mengisi BBM bersubsidi di SPBU Pertamina Jl Kartini Bekasi. Sebenarnya banyak mobil mewah berbagai merk yang turut antri mengisi premium, tapi kebetulan foto ini yang benar-benar pas. (foto: jhonny sitorus)"][/caption]

Sebenarnya, tak ada aturan tegas yang melarang para pengendara mengisi BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi. Apalagi, PT Pertamina sebagai operator yang ditugasi negara dalam menyalurkan BBM jenis premium, tak mendapat dukungan dari aparat penegak hukum untuk menyeleksi kendaraan bermotor yang berhak menerima BBM subsidi pemerintah.

Tapi faktanya, penyaluran subsidi BBM yang seharusnya untuk warga miskin di negeri ini, sering salah sasaran. Masih banyak warga kaya dengan menggunakan mobil mewah, yang tak malu antri isi BBM bersubsidi di SPBU milik PT Pertamina. Seperti yang tampak pada foto yang saya tayangkan di tulisan ini, baru-baru ini sebuah mobil Toyota Alphard tampak mengisi BBM jenis premilum di sebuah SPBU di Jalan Kartini Kota Bekasi.

Salahkah mobil mewah mengisi BBM bersubsidi?

Subsidi BBM yang dialokasikan negara, tak sedikit nilainya. Asumsi subsidi BBM dalam RAPBN 2013 disepakati sebesar Rp 193,8 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari subsidi berjalan sebesar Rp 190,3 triliun, dan pengurangan subsidi tahun 2011 sebesar Rp 3,5 triliun. Rinciannya adalah subsidi BBM dan BBM nabati sebesar Rp 140,46 triliun, subsidi elpiji 3 kg Rp 26,45 triliun. Kemudian, ada PPN sebesar Rp 17,26 triliun plus kekurangan subsidinya (Kompas.com 28 September 2012).

Setiap bulannya, perusahaan otomotif mengklaim telah menjual 1.000 unit kendaraan. Jadi bisa dibayangkan, jika kantakanlah ada 10 perusahaan otomotif besar yang beroperasi, maka setiap bulannya ada 10 ribu unit kendaraan baru per bulan atau 120 ribu kendaraan baru per tahun. Kendaraan-kendaraan inilah yang turut andil menyedot subsidi BBM, yang seharusnya dipergunakan untuk warga miskin.

Meski demikian, mobil-mobil baru yang turut menyumbangkan kemacetan di jalan tersebut, bukanlah satu-satunya faktor penyebab ‘kebocoran’ BBM bersubsidi. Banyak keluarga, khususnya di kota-kota besar memiliki kendaraan bermotor lebih dari satu unit. Misalnya, ayah ke kantor pakai mobil, sedangkan ibu ke pasar pakai mobil juga. Sedangkan anak-anaknya yang sudah beranjak remaja atau dewasa membawa sepeda motor. Ada pula satu keluarga yang memiliki mobil, tapi menggunakan sepeda motor untuk aktivitas sehari-hari. Jadi kesimpulannya, pengendara sepeda motor itu bukan melulu adalah warga miskin. Anggapan selama ini yang menyebutkan bahwa pengendara motor adalah kelompok yang harus disubsidi, adalah keliru.

‘Kebocoran’ BBM bersubsidi ini tak hanya terjadi di sektor hilir. Di sektor hulu pun masih banyak terjadi kasus penjualan BBM bersubsidi. Perusahaan tambang, misalnya, hingga kini masih diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi. Belum lagi adanya aksi penyeludupan BBM bersubsidi ke luar negeri, khususnya ke negara-negara yang harga BBM-nya dua hingga empat kali lipat dari harga pasar.

Saya berharap, BBM bersubsidi segera dihapus secepatnya. Setidaknya, langkah ini dimulai dari provinsi Jakarta, kemudian dilanjutkan ke daerah sekitar seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Tapi syaratnya, sebelum pemerintah menghapus BBM bersubsidi, pemerintah sudah memiliki sistem transportasi yang terintegrasi, aman dan nyaman. Dengan demikian, orang kaya akhirnya tinggal punya dua pilihan, yakni tetap berkendara dengan membeli BBM non-subsidi atau ikut serta menggunakan transportasi publik.

@jhonnysitorus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun