[caption id="attachment_237917" align="aligncenter" width="608" caption="Salah satu contoh poster cagub Pilkada Sumatera Utara yang dipaku di batang pohon, di Jalan Jamin Ginting Medan (foto: jhonny sitorus)"][/caption]
Setibanya di kota Medan, saya disambut oleh pemandangan yang memprihatinkan. Banyak pohon yang tumbuh di trotoar dan median jalan telah terpasang poster wajah kandidat gubernur Sumatera Utara (Sumut), yang akan bertarung pada Pilkada Sumut pada bulan Maret 2013.
Tak hanya di dalam kota Medan. Hampir sepekan saya mengelilingi jalan sepanjang Danau Toba, menemukan pohon menjadi ‘korban’ sosialisasi Pilkada. Batang-batang pohon ditembus dengan paku, kemudian ditempelkan poster cagub Sumut dengan berbagai ukuran. Pohon-pohon yang dipaku poster bisa dilihat mulai dari Medan, Tebing Tinggi, Parapat, Pulau Samosir, Porsea, Tarutung, Siborong-borong, Dolok Sanggul, Sidikalang dan Berastagi.
Lima pasangan narsis yang posternya nangkring di batang pohon, yakni Gus Irawan Pasaribu - Soekirman, Effendi MS Simbolon - Jumiran Abdi, Chairuman Harahap - Fadly Nurzal, Amri Tambunan - Rustam Effendi Nainggolan, dan pasangan inkumben Gatot Pujo Nugroho - Tengku Erry Nuradi.
Poster cagub di pohon terdapat di Jalan Dr Mansyur, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Denai, Jalan Gaharu, Jalan Gagak Hitam (ring road), Jalan Sisingamaraja, jalan Setia Budi.Pemandangan serupa juga tampak di sepanjang Jalan Abdul Haris Nasution hingga memasuki kawasan Johor. Di jalan Jamin Ginting yang terletak antara kota Berastagi hingga Medan, misalnya, ada sebuah pohon berdiameter 30 sentimeter yang terpasang sebuah poster cagub Sumut. Padahal di batang pohon tersebut masih terdapat beberapa paku berukuran 7 sentimeter yang belum dicabut dan beberapa bekas lubang yang pernah dipaku.
Saya tak mempersoalkan bentuk sosialisasi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur ini. Tapi masalahnya, kenapa tim sukses para kandidat menjadikan pohon-pohon sebagai ajang medan pertempuran mereka? Lantas, mana tindakan pemerintah setempat untuk melindungi pohon-pohon tersebut yang dibiayai oleh pajak masyarakat?
Pohon-pohon yang dipaku dan pernah dipaku tersebut, tampak tak sehat. Daun-daunnya terlihat tak rimbun sedangkan batangnya mulai keropos. Pohon-pohon ini rawan tumbang jika tertiup angin kencang. Malah bisa jadi, pohon-pohon ini bisa mati dan tumbang sewaktu-waktu, mesti tak tertiup angin kencang.
Padahal, pohon merupakan salah satu penghasil oksigen yang sangat dibutuhkan umat manusia, termasuk hewan atau mahluk hidup lainnya. Pohon juga memiliki banyak kegunaan bagi hidup manusia, seperti menampung air di kala kemarau serta mampu mengurangi ancaman banjir dan tanah longsor. Jika kita mencintai dan merawat pohon di depan mata, maka kita sudah berperan dalam memberi warisan berharga untuk anak-cucu. Jika ‘pohon kecil’ tak kita perhatikan, bagaimana kita mampu merawat hutan?
Menurut saya, sosialisasi cagub di tempat umum harus diatur dengan tegas tanpa pandang bulu. Pemasangan poster tidak boleh menggunakan pohon-pohon yang ditanam. Selain bisa membuat pohon mati, pemasangan poster kandidat juga rawan konflik antar-kontestan, karena terdapat sejumlah pohon yang tumbuh di lokasi strategis. Pohon-pohon di lokasi ini kondisinya sangat memprihatinkan, karena sering berganti-ganti poster. Sedikitnya 10 paku tertancap di pohon ini, di samping lubang bekas paku pada Pilkada atau Pemilu sebelumnya.
Salah satu cara efektif yang perlu diterapkan adalah memasang baliho yang berisi seluruh kandidat di tempat-tempat umum, seperti layaknya papan pengumuman. Tempat-tempat yang boleh dipasang antara lain kantor-kantor pemerintahan, fasilitas umum dan fasilitas sosial. Dengan cara seperti ini, seluruh kandidat akan merasa keadilan dalam sosialisasi. Selama ini, pemasangan poster dan baliho secara mandiri oleh tim sukses di ruang publik, telah menciptakan kesenjangan sosial-ekonomi dan rawan konflik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H