Mohon tunggu...
Jhonny Sitorus
Jhonny Sitorus Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Seorang biasa yang ingin berbagi hidup dengan orang lain malalui tulisan-tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Siapa Berani Berenang di Danau Toba?

25 Februari 2013   04:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:44 1215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13617677191380199276

[caption id="attachment_238489" align="aligncenter" width="614" caption="Pencemaran air di balik pesona Danau Toba (foto: jhonny sitorus)"][/caption] Danau Toba yang menjadi icon Sumatera Utara (Sumut), akhir-akhir ini diindikasi telah tercemar. Menurut laporan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut pada 2010, sebagian wilayah perairan Danau Toba tercemar dalam kategori sedang, akibat pembuangan limbah domestik, hotel dan pertanian ke danau. Pihak BLH Sumut mengindikasi wilayah pencemaran di 20 titik parameter, di danau yang memiliki panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer ini.

Sebenarnya, sudah banyak berita yang telah dipublikasi media massa tentang pencemaran air dan udara yang terjadi di sekitar Danau Toba. Tapi sayangnya, pemerintah setempat belum berhasil menurunkan tingkat pencemaran. Bahkan, ketegori pencemaran di Danau Toba bisa meningkat dari level sedang ke level berbahaya, jika tak ada kebijakan strategis dari pemerintah.

Jika dilihat sekilas, air danau ini terlihat jernih dan menyegarkan. Apalagi secara geografis, udara di kawasan ini sangat sejuk karena berada di deretan pegunungan Bukit Barisan. Tapi siapa sangka, perairan Danau Toba kian terancam akibat pencemaran yang dilakukan oleh manusia dan terkesan dibiarkan terjadi oleh aparatur pemerintah.

Di tulisan sebelumnya berjudul ‘Jangan Coba-coba Berenang di Danau Toba’, saya ingin membagi pengalaman saya bersama keluarga ketika mengunjungi sebuah kawasan wisata di Danau Toba. Sebelumnya, Kompasianer Suryono Brandoi Siringo-ringo, yang menggambarkan salah satu sudut perairan Danau Toba berjudul ‘Danau Toba Dibiarkan Bak Kawah Air Comberan’. Di tulisan saya itu, saya mengimbau kepada calon wisatawan untuk sebaiknya tidak berenang di pinggir danau, karena ancaman air danau yang tercemar bagi kesehatan jika tertelan saat berenang. Tapi saya ingin meyakinkan, bahwa Danau Toba tetap layak dikunjungi oleh siapa pun karena menyimpan berjuta objek wisata yang sangat menarik.

Salah satu contoh pencemaran yang bisa dilihat dengan mata adalah sebuah lokasi pabrik peternakan di Kabupaten Simalungun. Seperti disiarkan Metro TV pada September 2012, perairan Danau Toba di kawasan tersebut tak lagi dapat dinikmati oleh warga dan wisatawan, karena air danau telah tercemar oleh limbah ternak babi milik PT Allegrindo Nusantara. Diperkirakan, perusahaan ternak babi yang membuang kotoran ternak dalam bentuk limbah cair 1.200 ton setiap hari. Kotoran tersebut berasal dari 40.000 ekor ternak, kemudian dengan tenaga 2 unit sumur bor limbah dibuang ke Danau Toba di Desa Salbe, melalui Sungai Silali, Desa Urung Pane, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun.

Kawasan Danau Toba yang luasnya mencapai 3.658 km2, dimanfaatkan untuk objek wisatasebanyak 15 %, dan diperkirakan sekitar 1.985 hektar atau 1,8 % dari luas permukaan danaunya (110.300 Ha) yang baru dimanfaatkan untuk usaha kerambah ternak ikan. Sisanya, sekitar 83 % di kawasan Danau Toba dimanfaatkan untuk lahan pertanian, peternakan dan industri lainnya.

Menurut BLH Sumut, kini level air danau berada di bawah baku mutu. Kondisi ini membuat air danau tak bisa dikonsumsi, karena terdapat bakteri, kuman, ecoli dan bahan kimia berbahaya lainnya, yang dapat mengancam nyawa manusia jika tertelan secara langsung. Rusaknya kualitas air disebabkan oleh sisa pakan ikan dan limbah industri yang masuk ke dalam danau. Sisa pakan ikan, yang secara besar berasal dari keramba ikan jaring apung, akan menyebabkan terjadinya eutropikasi, yaitu suatu keadaan tingginya konsentrasi fosfat di air danau.

Kondisi eutrofik sangat memungkinkan alga untuk dapat tumbuh dengan sangat pesat. Sedangkan meningkatnya populasi eceng gondok di pinggir Danau Toba, juga merupakan akibat dari kondisi eutrofik. Hal ini kemudian akan menyebabkan menurunnya konsentrasi oksigen terlarut pada air danau, bahkan hingga batas nol, sehingga makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lain tidak dapat tumbuh dengan baik, sehingga akhirnya mati. Salah satu contoh kejadian ini pernah terjadi di Danau Maninjau di Sumatera Barat pada 2008, terjadi kematian massal ikan seberat 13 ribu ton dan menyebabkan kerugian Rp150 miliar, sebagai akibat semakin banyaknya keramba ikan jaring apung yang mencemari danau tersebut.

Menurut saya, pencemaran di Danau Toba harus segera dihentikan! Pencemaran ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat.  Sebenarnya, pemerintah pusat telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang di dalamnya kawasan Danau Toba dan sekitarnya telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional.

Selain itu, Pemerintah bersama DPR RI juga telah menerbitkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010. Di Permen LH itu tegas menyatakan bahwa setiap usaha atau kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), wajib menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang dikenal dengan dokumen UKL dan UPL.

Dokumen UKL dan UPL ini disusun oleh  Pengelola kawasan, dimana dalam dokumen tersebut diuraikan tentang apa saja dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari usaha yang akan dilakukan, baik yang positip maupun yang negatif, dilihat dari aspek fisik-kimia, aspek biologi, aspek sosial budaya, aspek estetika dan aspek lainnya. Dalam dokumen UKL dan UPL ini juga mencantumkan bagaimana Pengelola untuk mengeliminasi atau memitigasi dampak negatif tersebut, agar tidak merusak lingkungan dan tidak mengganggu masyarakat.

Dalam perkembangan politik pemekaran wilayah kabupaten, Kawasan Danau Toba kini dikelola oleh pemda Toba Samosir, Samosir, Tapanuli Utara, Humbang, Dairi, Karo dan Simalungun. Jadi sudah jelas, bahwa pemprov Sumut harus memfasilitasi pembenahan Danau Toba. Tiap kabupaten tak mungkin bekerja sendiri-sendiri menjaga dan melestarikan Danau Toba tanpa koordinasi.

@jhonnysitorus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun