TNI AU dari Skadron Udara 5 juga mengerahkan pesawat intai maritim dengan mengenerjunkan pesawat Boeing 737 'Camar Emas' yang dibekali dengan radar double yang mampu mendeteksi sasaran di permukaan dan udara sejauh 256 Mil Laut.
Secara bergantian, 600 personel TNI yang disiagakan terdiri dari satu Kompi TNI AD Batalyon Komposit 1 Gardapat, satu Kompi gabungan TNI AL terdiri dari personel Lanal Ranai, Satgas Komposit Marinir Setengar, serta satu Kompi TNI AU (Lanud Raden Sadjad dan Satrad 212 Natuna) akan berpatroli menjaga Natuna Utara dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Semua personel dan peralatan tempur yang disiapkan ini sebagai bentuk respon dan antisipasi terhadap upaya Cina melakukan pelanggaran dalam ZEE Indonesia utamanya melakukan penangkapan ikan dan melakukan hal-hal lain yang melanggar asas kedaulatan negara Republik Indonesia.
Kehadiran kepala negara secara langsung akan menjadi bahan pertimbangan bagi Cina bahwa Indonesia tidak main-main dalam mempertahankan kedaulatan negaranya. Jika memang perang secara terbuka diperlukan di laut Natuna, Indonesia dengan segala persiapannya sudah sangat siap untuk menghadapi Cina. Walau perang bukan opsi terbaik dalam mengakhiri sengketa ini, tetapi perlu siap siaga jika sewaktu-waktu upaya diplomasi tak lagi dapat ditempuh oleh Indonesia dalam mengamankan Natuna Utara.
Jokowi tak perlu berkata banyak, apalagi menciptakan pidato manis yang menggugah hati dan perasaan. Cukup kedatangannya di Natuna sudah memberi tambahan motivasi kepada para nelayan, TNI, Bakamla dan tentunya seluruh rakyat Indonesia bahwa tak ada yang perlu diragukan lagi dari Jokowi soal komitmen kedaulatan negara Indonesia di Natuna Utara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H