Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi perbincangan hangat saat ini terutama menjelang Pilpres 2019 nanti. Meski kontestasi perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) masih harus menunggu 2 tahun lagi, tetapi aroma persaingan sudah mulai terasa. Partai politik pun sudah mulai menjalankan strateginya tersendiri sesuai dengan visi dan misi partai masing-masing.
Untuk partai politik yang tidak memiliki kandidat kuat calon presiden atau wakil yang akan dicalonkan nanti, mereka mayoritas menjatuhkan pilihan kepada tokoh-tokoh non-partai yang dianggap memiliki popularitas dan tingkat elektabilitas yang tinggi. Salah satunya adalah Gatot Nurmantyo, Jenderal bintang 4 TNI yang selama ini selalu mencuri perhatian masyarakat Indonesia.
Gatot Nurmantyo dianggap menjadi salah satu tokoh yang potensial pada perhelatan Pilpres 2019 mendatang padahal namanya sama sekali tidak pernah terdengar saat pilpres 2014 lalu. Bersama Jokowi dan Prabowo yang kemungkinan (pasti) akan menjadi mencalonkan diri sebagai calon presiden, Gatot Nurmantyo muncul diantara mereka berdua. Gatot bisa jadi pendamping salah satu diantara Jokowi atau Prabowo, tetapi tidak menutup kemungkinan jika Gatot akan menjadi pihak ketiga yang muncul diantara Jokowi dan Prabowo.
Popularitas seorang Gatot dinilai sangat tinggi apalagi dalam momentum yang tepat sebab tahun 2018 nanti dirinya akan mengakhiri masa jabatannya sebagai Panglima TNI. Artinya, Gatot akan pensiun dari TNI dan akan kembali menjadi warga sipil sehingga dirinya bebas dari "politik praktis". Dengan demikian, tidak ada lagi beban "mengingkari amanah" jika dirinya benar-benar ingin mencalonkan diri di pergelatan 2019 nanti.
Menuju 2019, mayoritas partai tidak memilki kader yang dianggap memiliki kapabilitas sebagai seorang calon presiden. Misalkan saja partai Golkar yang citranya semakin berkurang dimata masyarakat terlebih karena kasus dugaan korupsi Setya Novanto. Rasanya mustahil bagi Golkar untuk mencalonkan Setya Novanto meskipun statusnya sebagai ketua DPR atau ketua partai Golkar. Demikian juga partai Nasdem yang tidak memiliki kader potensial untuk dimajukan di pertarungan 2019 nanti, tak beda jauh juga dengan partai Hanura yang rasanya sudah tidak memungkinkan lagi untuk mencalonkan kembali Wiranto.
PKS juga dianggap tidak memiliki kader yang memadai untuk kriteria sebagai calon presiden di 2019 nanti, begitu juga dengan PKB dan PPP yang rasanya mustahil bagi mereka untuk mencalonkan kader atau anggota partainya untuk dicalonkan sebagai calon presiden atau calon wakil presiden.
PDI-P memang sudah memiliki seorang Jokowi, tetapi PDI-P tidak memiliki pendamping (cawapres) yang tingkat elektabilitas dan popularitasnya tinggi sehingga masih memerlukan usaha yang jauh relatif besar untuk menentukan pasangan Jokowi selanjutnya.
Gerindra juga tidak ketinggalan, mereka memang memiliki seorang Prabowo yang dianggap masih memiliki popularitas dan elektabilitas yang tinggi tetapi tidak memiliki kader yang mumpuni untuk disandingkan dengan Prabowo di Pilpres 2019 nanti.
Partai Demokrat dikenal masih memiliki ketergantungan besar terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), padahal SBY sudah tidak bisa untuk mencalonkan diri kembali karena sudah menjabat sebagai presiden 2 periode. Agus Harimurti Yudhoyono menjadi tokoh paling potensial karena popularitasnya belakangan ini. Tetapi sayang, sekedar popularitas tidaklah cukup untuk menggapai sebuah kemenangan, terlebih dirinya merupakan calon Gubernur yang kalah di perhelatan Pilkada DKI pada beberapa bulan yang lalu.
Kekosongan tokoh atau kader yang potensial di masing-masing internal partai membuat partai politik memasang manuver yang relatif sama, yaitu mengalihkan padangan ke tokoh non-partai untuk dijadikan sebagai kader agar bisa diusung untuk menjadi calon presiden atau calon wakil presiden. Hadirnya tokoh potensial dalam tubuh partai jelas merupakan prestise tersendiri bagi sebuah partai mengingat buruknya persepsi masyarakat terhadap partai politik dan tokoh-tokoh politik saat ini.
Dalam kondisi krisis tokoh dan kader partai politik yang memiliki popularitas dan elektabilitas yang tinggi, muncul sebuah nama yang diyakini sangat potensial terpilih di 2019 nanti, baik sebagai capres maupun cawapres. Gatot Nurmantyo merupakan tokoh paling potensial. Meski nama-nama beken macam Kapolri Tito Karnavian dan mantan panglima TNI Moeldoko juga dimungkinkan, tetapi potensinya dianggap tidak sepopuler Jenderal Gatot.