Sejak Agustus kemarin, PT. Transjakarta membuat kebijakan baru yaitu harus melakukan tempel kartu penumpang transjakarta atau disebut “tap out” ketika akan keluar dari halte busway. Kebijakan ini sama hal ketika kita naik KRL, melakukan tap in saat masuk ke stasiun dan tap out pada saat keluar dari stasiun sesuai dengan tujuan perjalanan yang kita pesan diloket stasiun kreta api.
Awalnya, sosialisasi sistem tap out terdengar menarik karena membayangkan adanya keteraturan dari mulai memasuki halte busway transjakarta hingga keluar dari halte tujuan masing-masing penumpang. Sempat terbayangkan jika kondisi dan gambarannya akan sama seperti di stasiun kreta api yang melakukan tap out.
Tetapi, tak butuh waktu lama, ada kejanggalan dari kebijakan ini. Jika biasanya penumpang bisa lewat begitu saja tanpa tap out, sekarang penumpang harus mengantri dan panjang hanya untuk keluar saja. Maklum, jalur tap out hanya 2 atau 3, bahkan mayoritas halte hanya memiliki 1 jalur keluar, berbeda dengan jalur tap out kereta api yang memiliki jalur lebih dari 5 per masing-masing stasiun.
Hal yang paling memprihatinkan adalah di beberapa halte busway misalnya Blok M, GBK, UNJ, Sarinah, Grogol, dan lain-lain antrian penumpang memanjang hanya untuk keluar saja. Berdasarkan pengamatan saya, jika sebelumnya hanya butuh 1 detik saja untuk keluar dari jalurnya, kini membutuhkan waktu minimal 3 detik untuk keluar dari halte, itu pun jika mesin tap out-nya dalam kondisi bagus.
Pemandangan mengerikan saya temukan dengan mesin tap out di halte UNJ yang butuh 10 detik untuk tap out (mulai dari menempelkan kartu, proses, hingga penghalangnya berputar). Berdasarkan pengalaman beberapa hari yang lalu, saya terpancing emosi ketika akan keluar dari halte busway UNJ karena menghabiskan waktu 10 menit, bayangkan 10 menit menunggu keluar karena mesin tap out-nya yang super lelet,hal itu ditambah juga dengan panjangnya antrian untuk keluar. Berbeda dengan sebelumnya yang tanpa melakukan tap out,rata-rata penumpang hanya butuh waktu 5 detik karena mesinnya sepertinya memiliki kerusakan.
Kebijakan tap outdi halte transjakarta memang ide yang bagus karena melahirkan sistem untuk penghitungan dan statistic jumlah penumpang bagi PT. Tranjakarta, tetapi sayangnya mengorbankan waktu dan emosi para penumpang. Jika memang kebijakan tap out Transjakarta tetap dilanjutkan, harusnya dilakukan penampahan jalur tap out, jangan hanya satu atau dua saja.
Diperlukan kajian yang lebih matang karena masalah ini terlihat sepele, tetapi di halte-halte transjakarta yang besar macam Blok M, Harmoni, UNJ, GBK, Grogol, dan lain-lain ini adalah masalah yang besar dan teramat besar karena rata-rata penumpang transjakarta memiliki target waktu masing-masing, terutama bagi mereka yang kerja, kuliah,dan sekolah.
Untuk solusi lain, tap out Transjakarta mungkin harus diberhentikan dulu karena untuk menambah jalur tap out-nya pun membutuhkan waktu yang tidak singkat. Untuk masalah penghitungan untuk kepentingan data statistik, pengukuran itu sebenarnya sudah cukup saja dilakukan pada saat penumpang masuk (tap in)ke halte busway, sehingga tak perlu lagi melakukan tap out yang berujung pada antrian panjang yang memakan waktu berlebih para penumpang transjakarta. Semoga Transjakarta lebih baik kedepannya karena ini adalah salah bagian dari visi trasnportasi DKI Jakarta yang mengedepankan transportasi massal, memanusiakan manusia, bukan merepotkan manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H