Hingga saat ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) belum juga menentukan calon yang akan diajukan sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur untuk Pilkada DKI 2017 nanti, padahal PDI-P bukannya tak bisa mencalonkan sendirian karena mereka telah memperoleh 28 Kursi pada pemilihan Legislatif yang lalu sebanyak 28 Kursi.
Tanda tanya muncul, siapakah yang akan diajukan oleh PDI-P?, ikut mencalonkan Ahok atau membenarkan issu terbaru akan mencalonkan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini? Perlu diketahui, Risma (panggilan Tri Rismaharini) adalah salah satu figure terbaik dan potensial yang dimiliki oleh PDI-P selain Presiden Joko Widodo, Budiman Sudjiatmiko, dan Ganjar Pranowo. Kabar terbaru, Risma bahkan sepertinya akan mengiyakan maju di Pilgub DKI 2017.
“Kalau ternyata tetap turun (diusung PDIP untuk maju Pilgub DKI 2017) itu ya sudah itu sudah takdir Tuhan, tidak ada siapapun yang bisa mengalahkan takdir Tuhan," kata Risma usai menghadiri Rapat Kerja Daerah (Rakerda) I Diperluas PDIP Aceh di Aula Hotel Grand Aceh, Banda Aceh, Sabtu (6/8/2016) malam seperti dikutip dari Kompas.
Tetapi, jika memang PDI-P resmi mengusung Risma sebagai Calon Gubernur (Cagub) untuk bertarung di Pilkada DKI 2017 nanti, ini adalah sebuah langkah blunder bagi PDI-P itu sendiri. Berdasarkan survey yang dirilis oleh Manilka Research and Consulting, Ahok jauh mengungguli semua calon lawannya, termasuk Risma sebanyak 49,3%, sebagaimana dikutip dari Kompas.
Risma bahkan masih berada di bawah calon lain seperti Yusril Izha Mahendra sebesar 6,8 persen, Yusuf Mansur sebesar 6,5 persen, baru disusul Risma sebesar 6 persen. Jauhnya tingkat elektabilitas ini adalah sebuah kewajaran karena banyaknya perubahan yang dilakukan oleh Ahok sepanjang periode pemerintahannya baik dalam bidang pembangunan, birokrasi, pelayanan masyarakat, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Dampaknya terasa langsung bukan hanya sekedar wacana belaka meskipun terkesan blak-blakan didepan umum dan tanpa kompromi asalkan sesuai dengan Hukum.
Meski Ahok tidak memiliki Partai alias Independen, tetapi dukungan partai tetap seperti magnet yang selalu melekat kepadanya. Tak ayal, tiga partai telah mengikat janji kepadanya untuk mengusungnya di Pilgub DKI 2017 nanti. Ada Nasdem dengan 5 Kursi, Hanura dengan 10 Kursi, dan Golkar dengan 9 Kursi, total 24 kursi sudah mengamankan langkah Ahok untuk maju di Pilgub DKI 2017 nanti, bukan tidak mungkin partai lain bahkan PDI-P akan mendukung Ahok juga.
Dukungan bukan hanya dari partai, dari rakyatpun sudah terasa . Terbukti pengumpulan KTP sudah lebih dari 1 juta fotocopy jelas bukan kekuatan yang pantas untuk disepelekan. Itu hanyalah sebagian dari pendukung Ahok yang memiliki waktu untuk memberikan KTPnya, bagaimana dengan mereka yang belum  memiliki waktu untuk mengumpulkannya?
Besarnya dukungan menunjukkan bahwa Ahok sudah 1 langkah berada didepan, tinggal meneruskan bagaimana untuk menghadapi fitnah dan serangan politis dari lawan politiknya nanti. Kepercayaan publik yang sedemikian tinggi terhadap Ahok disertai harapan agar birokrasi lebih dibenahi lagi mengingat hanya Ahok selama ini yang berani melawan DPRD DKI bahkan Menteri soal kebijakan jika memang bekepentingan untuk Pemda DKI.
Sedangkan Risma, Risma memang masih memiliki waktu setengah tahun untuk berkampanye di DKI Jakarta. Tapi sayang, sudah terlambat kampanyenya, sebagaimana yang dilakukan oleh Sandiaga Uno, kampanye yang dilakukan baru menjelang Pilkada adalah sebuah nafsu kekuasaan belaka, toh jika ingin berkampanye, mengapa seorang figure tidak turun ke masyarakat sejak dulu? Mengapa hanya turun saat PIlgub tiba?
Bagi rakyat DKI yang sudah dikategorikan selektif dan lebih cerdas dalam memilih pemimpin, rasanya sudah tidak mungkin lagi mayoritas DKI menginginkan gubernur selain Ahok. Jika PDI-P mencalonkan Risma, itu adalah sebuah blunder yang sangat telak. Risma memang salah satu figure walikota dan pemimpin yang diperhitungkan dunia, tetapi Risma tidak cocok untuk menangani masalah sekelas DKI Jakarta.
PDI-P wajib mempertimbangkan matang-matang jika mencalonkan Risma. Dengan elektabilitas yang jauh di bawah incumbent, jangan sampai kekalahan di Pilgub nanti menjadi blunder bekepanjangan pada Pilpres 2019 dan Pilkada di daerah lainnya karena telah mempertaruhkan nama baik salah satu pemimpin terbaik.