Setiap wilayah pasti mempunyai karakter dan keunikan kependudukan tersendiri, termasuk masalah-masalah kependudukan yang beraneka ragam. Indonesia, sebagai negara berkembang dengan luas wilayah yang sangat besar tentu menghdapai masalah perkotaan yang tidak sedikit. Hingga kini, kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Palembang dll masih menjadi daya tarik bagi para pendatang yang datang dari desa untuk mengadu nasib. Tidak semua pendatang ini memiliki kemampuan yang mumpuni dan bekal yang cukup untuk bertahan pada masa-masa awal di perantauan.
Ukuran yang terlalu berlebihan
Ukuran yang terlalu berlebihan, baik ukuran geografis suatu wilayah ataupun populasi penduduk suatu wilayah, lebih tepatnya bisa di deskripsikan sebagai penyebab suatu masalah daripada menjadi permasalahan itu sendiri. Perencanaan kota yang baik dan teratur umumnya bisa digunakan untuk mengantisipasi atau meminimalisir permasalahan yang akan terjadi kedepannya. Pemekaran wilayah dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi beban akibat ukuran wilayah yang terlalu besar. Untuk menekan jumlah penduduk dapat dilakukan melalui pembatasan kelahiran dengan KB.
Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk yang terlalu berlebihan jelas menjadi suatu masalah, dalam arti lain bisa dikatakan terlalu banyak penduduk yang meninggali suatu wilayah yang terlalu kecil. Hal ini dapat mengakibatkan banyak masalah seperti terjadinya kawasan kumuh, hilangnya lahan pertanian karena dibuat perumahan untuk hunian bagi para penduduk. Terdapat kecenderungan bahwa pendatang umumnnya menempati bagian periferi suatu kota yang secara administratif berbatasan langsung dengan kota lain. Fenomena ini umumnya terjadi karena permukiman lama sudah dipenuhi oleh penduduk asli maupun pendatang yang datang jauh lebih lama sebelum arus urbanisasi meningkat.
Pulau yang paling tinggi kepadatan penduduknya di Indonesia adalah Pulau Jawa. Sejak zaman nenek moyang kita pulau ini sudah dihuni oleh sebagian besar penduduk Nusantara dan selalu menjadi daya tarik sebagai tujuan untuk merantau karena tanahnya yang subur dan infrastruktur serta pelayanan yang lengkap. Pada zaman penjajahan Belanda dikenala istilah kolonisasi untuk memindahkan penduduk dari Pulau Jawa. Istilah tersebut kemudian diganti oleh Ir. Soekarno, presiden pertama RI, dengan transmigrasi.
Kurangnya pelayanan di perkotaan
Dengan begitu banyaknya penduduk di suatu perkotaan, pemerintah seharusnya memberikan pelayanan yang memadai yang dibutuhkan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, keamanan, persampahan, limbah rumah tangga, parkiran umum, dll. Namun hal ini belum terjadi secara maksimal di banyak perkotaan. Susahnya penyediaan pelayanan yang memadai tidak hanya karena banyaknya jumlah penduduk yang harus dilayani namun juga karena angka pertumbuhan penduduk sangat tinggi, sehingga sudah penduduk padat, ditambah lagi dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Permukiman kumuh
Permukiman kumuh juga merupakan masalah kependudukan yang terjadi di perkotaan, komunitas ‘termiskin’yang tidak terintegrasi dalam proses perkembangan social dan ekonomi di perkotaan. Komunitas ini biasanya bertempat tinggal lebih ke wilayah pinggiran perkotaan, daerah sempadan sungai, rel kereta api. Mereka membuat hunian ‘tanpa permisi’ dan biasanya menggunakan material seadanya seperti : karung, papan, atau bambu. Pembangunan dan persebaran mereka seringkali tidak terkontrol dan areanya sangat kurang pelayanannya, kadang-kadang bahkan mereka bisa hidup tanpa listrik. Kondisi hunian yang ilegal dan tidak layak ini dapat menimbulkan berbagai masalah turunan, seperti ‘klaim palsu’ karena sudah lama menduduki tanah yang sebenarnya bukan hak mereka ketika pemerintah mencoba menggusur, kondisi kesehatan yang buruk akibat lingkungan yang kumuh, serta masalah sosial yang dapat meresahkan masyarakat luas.
Kemacetan lalulintas
Masalah lain yang jelas terlihat dari kepadatan yang berlebihan adalah kemacetan lalulintas, disebabkan oleh jumlah pertumbuhan dari kendaraan-kendaraan bermotor yang dimili pribadi oleh masyarakat secara pribadi tidak terkontrol, di Indonesia sendiri keberadaan mobil murah, pajak yang rendah dan kurang tersedia fasilitas transportasi yang memadai serta yang layak disinyalir menjadikan cepatnya pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi. Konsekuensi dari permasalahan ini adalah hilangnya sisi ekonomis (waktu dan pemborosan sumber daya), polusi, tekanan sosial.
Kurangnya tanggung jawab sosial
Ini juga merupakan permasalahan social, bahkan mungkin efek kepadatan penduduk yang paling berbahaya di perkotaan, hal tersebut adalah kurangnya tanggung jawab sosial. Seperti yang kita tahu, orang-orang pada era ini sering berkompetisi untuk medapatkan ruang (hunian dsb) dan pelayanan yang cenderung menyebabkan sikap anti social dan mengubah perilaku baik. Kehidupan perkotaandapat menyebabkan sikap jelek seseorang muncul. Seperti malas mengantri di antrian umum,tidak berpikir ketika membuang sampah sembarangan, mengencingi, merampas, mencabut properti umum, tidak taat lalu lintas dan peraturan-peraturan yang berlaku.
Pengangguran
Permasalahan ini bisa di list-kan di daftar paling atas untuk permasalahan penduduk di perkotaan yang serius, karena kebanyakan hal yang ada di perkotaan terintegrasi dan berhubungan dengan ekonomi. Orang-orang ini tidak menghasilkan secara ekonomi dan tidak berkontribusi secara ekonomi dilingkungan perkotaan atau tidak produktif. Pengangguran tidak hanya disebabkan karena terjadi kekurangan lapangan pekerjaan, namun juga disebabkan karena rendahnya daya saing yang dimiliki seseorang. Sekarang ini kita tidak dapat menghindari fakta bahwa kemampuan yan mumpuni dan kekuatan dari relasi maupun jejaring yang dibangun secara profesional merupakan kunci untuk bertahan di derasnya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang bagus.
Globalisasi dan Modernisasi
Salah satu fenomena yang terjadi di perkotaan adalah westernisasi dan modernisasi, hal ini mempengaruhi masyarakat untuk memenuhi standar hidup yang tinggi, gaya hidup yang tinggi dan kebara-baratan dan kadang meninggalkan budaya lokal yang telah ada. Orang Indonesia cenderung latah dalam menyikapi fenomena seperti ini. Ketika ada tren baru, seringkali kita spontan menirunya tanpa memikirkan apakah hal tersebut pantas bagi mayakarakat yang menganut ada ketimuran seperti kita. Berbicara mengenai globalisasi, fenomena ini sebenarnya tidak dapat dihindari karena sudah terjadi sejak lama. Salah satu dampak dari globalisasi ini adalah batas geografis yang seolah-olah hilang karena ada teknologi telekomunikasi yang semakin maju.
Degradasi Lingkungan disebabkan karena migrasi
Umumnya orang-orang melakukan migrasi karena ingin mengubah nasib, karena latar belakang menuntut pendidikan dan menambah penghasilan. Namun seringkali beberapa tahun setelah berpindah dari tempat asal mereka, meraka merasakan hidup di kota yang baru lebih enak, hal ini mendorong orang-orang untuk mendapatkan hunian permanen, disini lahan-lahan pertanian yang sering digunakan untuk bertani dialihfungsikan menjadi perumahan, hal ini pula dapat menyembabkan degradasi lingkungan. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk permukiman, maka konversi lahan pertanian tidak dapat dihindari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H