Jalan Api
Tuntas sudah tugasnya di sekolah.
Dengan membawa gelar, ia genapkan perjuangan cita
Namun, musim ini angin bertiup ke barat.
Pertanda harihari bukan miliknya.
Ia tak berniat lagi menjadi ambtenar seperti niatnya tempo lalu
Karena jabatan itu, berarti ia harus culas, curang!
Tapi, melangkah ke lain sisi, baginya juga mustahil.
Itu sama saja dengan bunuh diri.
Karena, di hadapannya terentang jalan api.
Halaman Terakhir
Ia memulainya dengan sampul merah muda
Mengisi jalan hidupnya dengan biru langit
Kemudian menuliskan dengan latar berwarna-warni
Diorama yang berwujud seperti entah...
Ia, lantas mengakhirinya dengan halaman putih kembali,
Seperti sebelum ia gunakan merah muda
Mata sang Penghancur
Mata hitamnya menatap lurus.
Membuatku mengerang…Â
luruh.
Kilauan itu memaksa jiwaku jatuh, tersungkur.
Ia hendak membenamku dalam maung nanah… dan perasaan tak berharga.
Tapi, maaf!Â
Aku bukan pecundang seperti dirinya.
Membunuh Bayang
Aku tak lagi membuat bayang
Telah kuputuskan untuk membuangnya
Meninggalkannya jauh di masa lalu
..
Aku berjalan lebih ringan di siang hari, tanpa bayangan itu
Malamku pun terang, tanpa bayang.
Ya, aku meninggalkannya.
..
Bayanganku
Ketakutanku
Telah kulenyapkan semua. Karena aku lah sumber bayangan itu
..
Sekarang… hidupku tanpa bayangan.
Ia telah kubunuh, kubenam dan kumusnahkan.
Hingga aku lebih leluasa seperti matahari
Bersinar, tanpa bayangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H