Mohon tunggu...
Jihan QoriratulAiny
Jihan QoriratulAiny Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Longlife learners~

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Merekonstruksi Cita Intelektual Muslimah: Berdaya dan Mulia

8 September 2023   21:47 Diperbarui: 8 September 2023   22:01 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Maka, negara dengan kebijakan ekonomi politiknya akan mewujudkan Pendidikan tinggi berkualitas tinggi yang melahirkan intelektual berkepribadian Islam. Intelektual yang jauh dari pandangan keuntungan materi pribadi. Intelektual yang dengan keimanannya memiliki gambaran visioner bagaimana memberi kebermanfaatan untuk umat.

Mari kita tengok gambaran penerapan Islam dalam tinta emas Sejarah peradaban Islam. Pada masa kekhalifahan Abbasiyah, Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Lahir ribuan ulama', intelektual, dan tak sedikit dari mereka adalah Muslimah. Fatimah al-Fihri, pendiri universitas pertama di dunia. Mariam Al-Asturlabi, penemu astrolabe kompleks, cikal bakal teknologi satelit dan GPS,  yang kebermanfaatan ilmunya masih terasa hingga saat ini. Ada pula Sutayta Al Mahamli, seorang ahli matematika khususnya aritmatika yang juga ahli hadits dan syariah.

Begitu pula kiprah Zubaida binti Jafar al-Mansur (istri dari Khalifah kelima dinasti Abbasiyah, Harun al-Rasyid). Ia adalah sosok yang menjadi penggagas dibuatnya jalan raya penghubung antara Kufah dan Mekkah, yang bernama Darb Zubaidah (Arab: ). Jalan raya ini lebarnya sekitar 18 meter, yang membentang sejauh 1500 Km, dan sudah melayani perjalanan haji jutaan kaum muslimin selama berabad-abad. Di sepanjang jalan tersebut, ia membangun sumur-sumur air dan menara api untuk memberi penerangan ketika malam tiba.

Para  intelektual dan ulama perempuan dalam Negara Khilafah ini, menjalani kehidupan Islam sepenuhnya. Mengatur rumah tangga mereka, mengasuh anak-anak mereka, meraih predikat ulama, berpartisipasi dalam urusan masyarakat, menjadi advokat untuk keadilan, menyeru kepada kemakrufan, melarang kemungkaran, dan mengoreksi penguasa.

 Muhammad Nadwi Akram menulis, "Saya telah meneliti banyak materi selama lebih dari satu decade untuk mengkompilasi catatan biografi 8.000 Muhadditsat. Tidak seorangpun dari mereka dilaporkan telah menganggap rendah domain kehidupan keluarga, atau mengabaikan tugas-tugas di dalamnya, atau menganggap bahwa menjadi seorang perempuan adalah hal yang tidak diinginkan atau lebih rendah daripada menjadi seorang laki-laki, atau menganggap bahwa ia tidak punya tugas untuk masyarakat yang lebih luas di luar domain kehidupan keluarga."

Marilah kita kembali merenungkan firman Allah Swt. dalam TQS Al-Anfal: 24., "Wahai orang-orang yang beriman!  Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila  Dia menyerumu kepada sesuatu yang  memberi kehidupan kepadamu" Wallahualam bishawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun