Mohon tunggu...
jhon merari
jhon merari Mohon Tunggu... Visual Artist, Writer, and Content Creator -

Produsen Konten / Instagram : @kalikalire / email : jhnmerari@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bilang Iya Ternyata Tidak - Bagian Wanita

22 Januari 2019   15:00 Diperbarui: 22 Januari 2019   15:08 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dimensi bergulung menjadi dimensi tak berbatas. Sampai aku tak mampu mengamati detil sekitar. Semua merapuh dan meluruh dalam sekali kedipan. Semesta seperti bukan semesta. Bintang berubah menjadi planet. Planet hanya merupakan bagian kecil dari seluruh ekosistem tak kumengerti ini. Di mana yang namanya eksistensi seseorang? 

Aku terdiam dan mencoba mendeteksi otak. Hasil pengamatan sederhana mengantarkan pada satu simpul panjang. Daya kerja otak memang tidak berbatas pada rutinitas semasa dulu. Di mana uang menjadi patokan segala sesuatu. Pada kondisi ini aku malah mengukur segala berdasarkan nilai dan kepercayaan. Di mana kedua faktor ini yang membawa peradaban manusia akan semakin maju tanpa dikekang materi. 

Aku mencoba membuka mata dan mengamati realitas pada hidup berikutnya. Tubuhku telah dipotong bagai sepotong daging tipis. Dan aku sudah tidak bertubuh sama sekali. Aku sama persis dengan hal lain di sini. Tidak memiliki bentuk. Tidak mesti melakukan ini dan itu. Aku hanya sepotong pikiran dan mampu mengeluarkan suara hati. Sesekali aku juga berkelana balik pada masa lalu. 

Di mana aku malah terfokus pada rutinitas tak berfaedah. Buang waktu untuk menjual kisah sukses suami, harta yang dimiliki, sampai membanggakan prestasi anak. Yang di mana anak itu bukan anak kandung sendiri. Sekali lagi aku mengumpulkan tenaga dan meledakan pokok pikiran tadi. Aku lahir baru sekarang. Maka buang jauh-jauh masa lalu dan kisah pilu di jamban.

Aku mendadak melompat dari satu dimensi menuju dimensi lain. Aku tidak pernah sebahagia ini. Di mana aku bisa bebas kemana saja, tanpa perlu meminta ijin kepada orang lebih tinggi. Aku lahir seperti manusia merdeka. Tapi kebebasan seolah berdampingan dengan rasa sepi. Aku merindukan satu orang pada masa lalu. Di mana aku berharap bisa menghabiskan waktu bersama. 

Maka kumulai mencari sosok pria pada masa lalu. Barangkali butuh upaya keras dalam menemukan sosok pria itu. Tapi upaya ini akan terbayar baik bila pria ini juga merasakan hal yang sama. Aku harap semua bisa begitu. 

Dan kulihat sepotong atom datang tepat menuju depan peraduan aku. Aku seperti tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Episode selanjutnya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun