Perkembangan ekonomi saat ini menurut banyak kalangan pengamat ekonomi pertumbuhannya sangat pesat, terlihat dari indikator ekonomi makro yang terus membaik. Namun sayangnya tidak diimbangi dengan perbaikan ekonomi mikro. Kondisi nyata ekonomi masyarakat kelas bawah sungguh memprihatinkan kalau tidak boleh disebut mengenaskan.!!
Betapa tidak??
Untuk hanya bisa menyambung hidupnya, mereka harus melakukan segala upaya dan mengerjakan apa saja yang dinilai mampu menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam hidupnya, termasuk menajdi pemulung, pengemis dan Buruh Migran di luar negeri. Ketrampilan yang dimiliki masyarakat bawah yang terbatas, masih terbatasnya akses terhadap layanan ekonomi serta masih terbatasnya kemampuan dalam mengelola ekonomi rumah tangga membuat banyak keluarga menjadi kelimpungan dan kebingungan dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Sayangnya, masih ada saja keluarga miskin yang menganggap tindakan bunuh diri bersama anak-anaknya adalah jalan keluar terbaik dari “himpitan ekonomi”, sementara solidaritas sosial yang semakin menipis dan semakin banyak keluarga miskin yang sangat letih dan lelah dalam menghadapi kehidupan yang dirasa semakin keras dan semakin tak bersahabat telah menjadi salah satu faktor pemicu tumbuhnya kekerasan dan perkelahian massal dimana-mana. Litani penderitaan rakyat kecil yang tiada habisnya ternyata tak mampu mengusik hati nurani sebagian besar para elit politik dan pelayan publik di negeri ini untuk menjadikan Negara mampu menyediakan sistem kesejahteraan sosial yang membuat warga Negara merasa diperhatikan dan diberikan hak-haknya terutama hak untuk hidup layak.
Masih banyaknya kematian balita karena gizi buruk, anak-anak usia sekolah yang mengalami putus sekolah karena ketiadaan biaya, kurangnya perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak merupakan cermin bagaimana bangsa kita masih belum mampu melihat anak-anak sebagai asset bangsa yang harus dikelola secara baik dan bijak karena akan sangat menentukan masa depan bangsa.
Bangsa yang dimerdekakan dengan darah dan air mata ternyata dalam perjalanannya justru menjauh dari jati diri bangsa yang telah mengajarkan pentingnya kebersamaan dan berbagi, bergotong-royong, berdikari dan pantang menyerah. Kita telah terjebak dalam pembangunan yang lebih mengutamakan fisik daripada membangun jiwa yang merdeka dan berdaulat. Kita telah menjadi budak napsu dari pemujaan akan kemewahan, kenikmatan semu dan semakin mendewakan uang dan harta benda, sementara ajaran orang tua kita yang menekankan pentingnya hidup jujur telah terkikis karena banyak yang telah melupakan nasihat bijak para leluhur kita. Semakin banyak rakyat yang menjadi tidak jujur karena “dipaksa” oleh pelayanan publik yang korup sehingga memaksa rakyat harus membayar layanan yang seharusnya diperoleh secara gratis atau dengan kata lain menyuap.
Negeri yang indah alam panoramanya, banyaknya potensi yang seharusnya membuat rakyat sejahtera seperti potensi laut dan kekayaan alam lainnya ternyata secara sadar telah digadaikan oleh pemerintah pada pihak luar dan kita terus menerus menjadi penonton yang hanya mampu mengagumi tanpa dapat berbuat banyak. Mengapa kita yang pernah memiliki sejarah sebagai kerajaan yang besar seperti Majapahit, Sriwijaya dan lain-lain, namun sekarang justru semakin menjauh dari cita-cita kemerdekaan?
Salah satu penyebabnya karena kebijakan ekonomi kita menyerahkan ekonomi pada mekanisme pasar tanpa proteksi sehingga pemerintah sebagai penyelenggara Negara tidak lagi mampu melindungi rakyatnya dari serbuan pemodal asing yang kuat yang mengambil alih kepemilikan banyak usaha strategis di negeri ini dan membawa keuntungannya kembali ke negaranya, dalam artian penjajahan gaya baru berupa penjajahan ekonomi sudah terjadi di depan mata kita secara terus menerus dan sistemik tanpa kita merasa merugi. Kita lihat dari kebutuhan akan mobil, motor, barang elektronik, penerbangan, air mineral, kebutuhan sehari hari dari pasta gigi, sabun sampai dengan pulsa telah dikuasai pemodal luar.
Korupsi yang terus saja menggerogoti negeri ini bak kanker ganas, ternyata tidak mudah memberantasnya meski ada KPK karena masyarakat pada umumnya tidak peduli selama tidak mengusik kepentingannya secara langsung meski banyak yang menyadari koruptor lebih keji daripada teroris karena akibat korupsi lebih menyedihkan daripada korban bom karena korbannya berjumlah jutaan rakyat negeri ini seperti masih banyaknya balita mati karena kurang gizi, kemiskinan yang mendera, jeleknya infrastruktur jalan, dermaga, minimnya transportasi, belum tersedianya layanan listrik, mahalnya ongkos transport karena harus menggunakan ojek dan lain-lain.
Kebijakan ekonomi yang cenderung menganaktirikan Koperasi sebagai tiang penyangga perekonomian nasional dan membiarkan pihak swasta baik dari dalam maupun luar negeri ternyata harus dibayar mahal dengan semakin merajalelanya jaringan waralaba yang menyerbu sampai ke pelosok daerah kabupaten/kotamadya. Koperasi yang seharusnya dikembangkan sebagaimana layaknya sarang laba-laba yang mampu menjerat mangsanya dan mampu menjadi perisai bagi dirinya ternyata telah dikebiri selama koperasi ini masih berproses untuk menjadi yang benar-benar koperasi dengan banyaknya bantuan berupa dana. Namun ternyata justru menjadi racun ketika embrio koperasi yang dibantu tersebut belum kuat secara pemahaman akan arti penting berkoperasi dan manajemen usahanya sehingga tidak lagi menjadi koperasi yang sebenarnya namun justru malah menjadi sarang korupsi oleh pengelola dan akhirnya bangkrut, sehingga gerakan koperasi telah menimbulkan trauma yang mendalam di masyarakat. Belum lagi banyak lintah darat dan money game yang menggunakan koperasi hanya sebagai kedok untuk menyedot dana sampai milyaran bahkan trilyunan rupiah.
Seharusnya pemerintah harus sangat serius untuk mengembangkan gerakan koperasi karena dengan adanya gerakan koperasi maka rakyat kecil akan terbantu dari berbagai sisi dan mampu membangun kesejahteraan bersama. Gerakan koperasi tidak hanya fokus pada masalah bagaimana memperoleh profit, namun yang lebih penting adalah bagaimana dengan berkoperasi mampu melayani kebutuhan anggotanya dengan harga yang lebih rendah/murah dan membiasakan sikap hidup hemat berupa kebiasaan menabung melalui pembayaran simpanan wajib dan sukarela. Pemupukan modal yang terus menerus dan arus uang yang terus berputar dikalangan anggota seharusnya mampu membuat ekonomi anggotanya menjadi lebih baik.
Disamping itu jika antar koperasi satu dengan lainnya saling berjaringan maka akan mampu membendung pemodal dari luar dan akan menghidupkan perekonomian lokal yang dibangun dengan modal sendiri secara swadaya tanpa harus dibantu lagi dengan berselimutkan Program Pemberdayaan. Dan yang lebih penting mentalitas mengemis rakyat kecil harus dihentikan dan diubah untuk tidak lagi meminta bantuan tetapi menjadikan bantuan yang ada sebagai tambahan modal jika mereka sudah memiliki jiwa wirausaha/bisnis yang kuat, manajemen usaha yang baik dan kemampuan mengembangkan modal yang ada menjadi lebih besar sehingga pada akhirnya terjadi akumulasi penambahan modal dan perputaran uang bagaikan bola salju yang semakin banyak di daerah karena koperasi mampu menjadi wahana dan mesin penggerak perekonomian lokal.
Sudah saatnya kalau tidak boleh dikatakan sangat terlambat bagi pemerintah untuk berani membuat kebijakan lurus kepada instansi teknis yang menangani perkoperasian menjadi leading sektor dari sekian banyak program berselimutkan pemberdayaan ekonomi masyarakat, yang melindungi gerakan koperasi mulai dari embrio koperasi di masyarakat untuk dapat menangkis gempuran pemodal luar dan menjadikannya koperasi yang legal solid sebagai jalan untuk membangun kesejahteraan secara bersama. Dengan demikian bantuan pemberdayaan yang diberikan baik berupa modal, asistensi teknis manajemen usaha, informasi dan akses ke pasar akan sangat membantu menjadikan koperasi sebagai organisasi bisnis yang profesional, mampu mempunyai jaringan kemitraan dengan luar negeri dan mampu menjadi perisai bagi rakyat dalam mengembangkan ekonomi rakyat serta mampu untuk terus memperkuat solidaritas dalam berbagi dan memberi. Dengan demikian makna dari sebuah wacana Provinsi Koperasi dan atau Kabupaten Koperasi bukan hanya sekedar Icon yang dianggap strategis secara politis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H