Kalau berbicara soal rasa syukur dan umur, saya teringat dengan tahun 2015 atau 2016 yang penuh dengan perjuangan.Â
Perjuangan untuk sembuh dari sakit yang mungkin setiap saat bisa merenggut nyawa saya. Ibu pernah mengatakan bahwa umur yang saya miliki saat ini adalah "umur saringan". Alias umur bonus dari Allah. Maka sepatutnya saya harus bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan menanam kebaikan.
Saya juga teringat dengan seorang blogger panutan yang tak lelah berjuang untuk sembuh dari sakitnya, mba Echa, begitu panggilan akrab beliau. Meskipun kami tidak pernah bersua, entah mengapa saya selalu merasakan ketulusan, kebaikan, semangat, motivasi dari dalam diri beliau sebagai seorang blogger.Â
Salah satu blogger senior yang sering banget menang lomba juga. Lalu kalau melihat bagaimana produktivitas beliau yang sekarang, rasanya malu banget kalau saya yang diberi sehat dan nikmat waktu luang ini berleha-leha. Ngga produktif, masih sering ngeluh, nulis masih ditunda tunda tar sok tar sok, baca buku juga ngga kelar-kelar. Kan malu ya.. oleh karena itulah tulisan ini lahir.
Sebisa mungkin saya ingin konsisten seperti Mba Echa.Â
Menulis ala AS Laksana
Siapa sih penulis yang tidak kenal AS Laksana?Â
Saya membaca karya beliau pertama kali dari bukunya, Creative Writing yang disebut-sebut oleh Raditya Dika dalam kelas kepenulisannya dua atau tiga tahun lalu saat pandemi.Â
Setelah membaca Creative Writing karya AS Laksana saya mulai menerapkan beberapa tips dari beliau, yakni :
- Mulai dengan menulis buruk. Tidak ada penulis yang langsung melejit dan berpenghasilan, apalagi populer sebagai bonus plus plus di zaman digital seperti sekarang. Oleh karena itu jika teman-teman memang ingin serius menekuni dunia kepenulisan, jangan malu untuk menulis buruk. Karena kalau nunggu bagus, kita ngga akan pernah memulainya, belum lagi dihantui dengan perasaan takut salah.
- Menulis cepat. Dalam hal ini maksud dari menulis cepat adalah menulis tanpa menyensor diri. Biarkan saja tulisan kita mengalir apa adanya, seperti saat saya menulis artikel ini tanpa drafting terlebih dahulu. Menulis tanpa mengedit atau menulis cepat ini akan menyelamatkan kita dari dua hal; yakni mood dan waktu. Jadi tak ada alasan lagi writers block karena kita bisa kok menulis cepat dan langsung jadi satu tulisan utuh yang memuat 5W dan 1H. Ingat, tulisan yang bagus adalah tulisan yang selesai, jadi jangan habiskan energimu dengan mengedit tulisan ya. Nulis aja, soal edit mengedit typo dan yang minor-minor itu serahkan pada editor hehe.
- Memperkaya tulisan dengan bacaan. Tidak ada penulis yang akan berhasil dengan tulisan yang itu-itu saja, tulisannya akan mandeg di situ-situ saja jika tidak diperkaya dan diperluas sudut pandangnya dengan bacaan. Selain itu sudah menjadi etika tak tertulis bagi penulis bahwa: siapa yang ingin karyanya ingin dibaca, ya bacalah karya orang lain.
- Mempercantik kalimat pembuka. Ini adalah salah satu yang banyak diajarkan juga oleh guru-guru menulis saya yang lainnya. Alhamdulillaah, ternyata AS Laksana pun punya pemikiran yang sama. Bahwa karya yang baik itu jika pembaca sudah tertarik dengan awal dari sebuah cerita, lalu ia merasa penasaran untuk kemudian dilanjutkan hingga tuntas bacaannya. Maka sudah menjadi tugas kita sebagai penulis untuk memberikan pembukaan yang memukau.
- Menyusun konstruksi tulisan. Ini juga tidak hanya penting untuk tulisan fiksi, tapi juga nonfiksi. Karena sebuah tulisan itu layaknya sebuah bangunan yang terdiri dari banyak komponen. Maka kita harus kuatkan konstruksi tulisannya.
- Konsistensi. Lalu yang tidak kalah pentingnya dari banyak teknis menulis, yang paling penting adalah konsisten dalam menulis. Teruslah menulis, meskipun hasilnya buruk. Karena dengan terus berlatih menulis, kita bisa mencapai tujuan akhir.
AS Laksana juga mengatakan bahwa :
Menulis bukanlah sesuatu yang berbeda dari pekerjaan-pekerjaan lain. Ia memerlukan latihan dan kekeraskepalaan. Tanpa latihan, Anda hanya akan menjadi petinju yang selalu dipukul KO dalam setiap pertandingan. Tanpa latihan, Anda hanya akan menjadi penari yang gerakannya memalukan. Tanpa latihan, Anda juga hanya akan menjadi penulis yang tak pandai membuat kalimat. Dan petinju yang selalu dipukul KO itu bukan petinju, mungkin ia seorang tukang ledeng yang nekat bertinju. Penari yang gerakannya memalukan mungkin bukan penari; dan penulis yang tidak pintar membuat kalimat sudah pasti bukan penulis.Â