Stunting, atau kondisi gagal tumbuh pada anak, adalah masalah serius yang memengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Ini bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi  yang memerlukan perhatian serius dan upaya kolektif. Dalam opini ini, kita akan menjelajahi peran penting kebijakan dalam menangani stunting, serta tantangan yang harus diatasi dan solusi yang dapat diterapkan.
Stunting adalah suatu kondisi di mana anak-anak mengalami pertumbuhan yang tidak memadai, mengakibatkan ketinggian yang lebih pendek dari rata-rata anak-anak seumurannya. Stunting merupakan kondisi kronis akibat asupan gizi yang tidak mencukupi selama jangka waktu yang lama, disebabkan oleh pola pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (Rahmadhita, 2020). Kondisi ini sering kali terjadi pada masa pertumbuhan awal, terutama pada dua tahun pertama kehidupan. Stunting dapat memiliki dampak jangka panjang yang serius pada kesehatan dan perkembangan anak-anak.
Penting untuk memahami mengapa stunting masih menjadi masalah yang relevan dan serius. Di banyak negara, termasuk Indonesia, angka stunting tetap tinggi, meskipun ada peningkatan kesadaran akan masalah ini. Pada tahun 2018, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia kembali melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) untuk mengukur prevalensi stunting. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat stunting, atau pertumbuhan anak yang terhambat, mengalami penurunan dari 37,2 persen pada Riskesdas 2013 menjadi 30,8 persen (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Angka ini mencerminkan ketidaksetaraan dalam akses terhadap gizi yang baik dan pelayanan kesehatan yang memadai.
Stunting disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat dikelompokkan menjadi faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung mencakup ibu yang mengalami kekurangan gizi, kehamilan prematur, pola makan yang tidak memadai, tidak memberikan ASI eksklusif, dan infeksi. Sementara faktor-faktor tidak langsung melibatkan aspek pelayanan kesehatan, pendidikan, faktor sosial dan budaya, serta sanitasi lingkungan (World Health Organization, 2016).
Menurut (Sutarto, Mayasari and Indriyani, 2018), beberapa faktor utama yang menyebabkan stunting antara lain:
1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk rendahnya pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan selama kehamilan dan setelah melahirkan. Sejumlah besar anak di bawah 2 tahun tidak mendapatkan ASI eksklusif, dan MP-ASI diperkenalkan terlambat.
2. Terbatasnya layanan kesehatan seperti ANC, Post Natal Care, dan pembelajaran dini berkualitas. Kehadiran anak di Posyandu menurun, akses imunisasi belum memadai, dan ibu hamil jarang mengonsumsi suplemen zat besi.
3. Keterbatasan akses keluarga terhadap makanan bergizi karena harga makanan yang mahal.
4. Terbatasnya akses ke air bersih dan sanitasi, dengan sebagian rumah tangga masih buang air besar di tempat terbuka dan banyak yang belum memiliki akses ke air minum bersih.
Stunting memiliki dampak jangka panjang yang signifikan pada kesehatan dan perkembangan anak. Anak-anak yang mengalami stunting mungkin menghadapi risiko yang lebih besar untuk mengalami penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan masalah kesehatan mental di masa dewasa. Stunting berdampak terhadap kognitif anak, pertumbuhan dan perkembangan anak, serta kekebalan sistem anak (siswati). Hal ini sejalan dengan oleh Miller et al. (2016), stunting memiliki dampak negatif pada perkembangan kognitif dan pembelajaran, seperti yang disebutkan dengan potensi menurunkan IQ non-verbal seperti yang diamati oleh Sandjaja et al. (2013). Selain itu, juga dapat mengakibatkan penurunan kinerja kognitif, sebagaimana disebutkan oleh Ekholuen et al. (2020). Stunting juga dapat mengganggu pemanfaatan ilmu pengetahuan, memengaruhi kemampuan berolahraga, serta meningkatkan risiko terkena penyakit, sebagaimana dikemukakan oleh Dasman (2019).
Selain itu, dampaknya juga dapat meluas ke aspek pendidikan dan ekonomi, dengan anak-anak stunted cenderung memiliki hasil pendidikan yang lebih rendah dan berisiko mengalami kemiskinan di kemudian hari. Untuk mengatasi stunting, peran kebijakan kesehatan sangat penting. Kebijakan yang baik dapat memberikan dasar untuk tindakan dan program-program yang efektif dalam pencegahan dan penanganan stunting.
Berdasarkan (Nurlaela Sari et al., 2023), beberapa langkah penting yang perlu diambil dalam kebijakan kesehatan untuk mengatasi stunting termasuk:
1. Promosi Gizi: Kebijakan harus mendorong promosi gizi yang baik, terutama selama masa kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan anak. Program pemberian makanan tambahan yang kaya nutrisi kepada ibu hamil dan anak-anak kecil dapat berdampak besar.
2. Peningkatan Akses Kesehatan: Kebijakan kesehatan harus mendukung peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, termasuk pelayanan prenatal dan perawatan anak-anak yang komprehensif.
3. Peningkatan Sanitasi dan Air Minum: Keberhasilan dalam mengatasi stunting juga terkait dengan akses yang lebih baik terhadap sanitasi dan air minum yang aman.
4. Kebijakan Anti-Kemiskinan: Kebijakan yang bertujuan mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga juga berperan penting dalam pencegahan stunting.
5. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Kebijakan harus mendukung pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi yang baik dan perawatan anak yang benar.
Meskipun kebijakan kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam menangani stunting, masih ada sejumlah tantangan yang harus diatasi. Salah satu tantangan utama adalah sumber daya yang terbatas dan prioritas yang berubah-ubah dalam pembiayaan program-program pencegahan stunting. Selain itu, masalah ketidaksetaraan dalam akses dan pelayanan kesehatan juga perlu mendapatkan perhatian serius.
Solusi untuk mengatasi stunting memerlukan kerja sama antara pemerintah, lembaga internasional, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat. Program pencegahan stunting harus didukung oleh pembiayaan yang memadai dan berkelanjutan. Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mengurangi kemiskinan juga harus diintegrasikan dalam kebijakan kesehatan. Penting juga untuk menciptakan kebijakan yang responsif terhadap perubahan kondisi lokal dan global. Faktor-faktor seperti perubahan iklim, migrasi, dan konflik dapat mempengaruhi akses terhadap makanan dan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, kebijakan harus memiliki fleksibilitas untuk menangani tantangan-tantangan baru.
Kesimpulannya, stunting adalah masalah kesehatan anak yang serius dan berkelanjutan. Kebijakan kesehatan berperan kunci dalam mengatasi masalah ini, dengan fokus pada promosi gizi, peningkatan akses kesehatan, sanitasi, dan pendidikan masyarakat. Tantangan dan ketidaksetaraan dalam akses dan pembiayaan harus diatasi, dan solusi-solusi yang holistik dan berkelanjutan harus diterapkan. Melalui kerja sama dan komitmen bersama, kita dapat menghadapi stunting dan menciptakan masa depan yang lebih sehat untuk generasi mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H