Mohon tunggu...
Jessicha HardeantiGunawan
Jessicha HardeantiGunawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jember

Suka K-Pop

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Kisah Tukang Tambal Ban yang Dibayar Seikhlasnya

5 Juni 2023   12:53 Diperbarui: 9 Juni 2023   13:35 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang Pahlawan di Tepi Jalan: Kisah Tukang Tambal Ban yang Dibayar Seikhlasnya

Di tepi jalan di daerah Gebang, Jember, terdapat seorang pahlawan sederhana yang mendedikasikan hidupnya untuk bekerja. Untuk menambal ban dia tidak mematok harga kepada pelanggan. "Boleh membayar seikhlasnya" katanya dengan tersenyum lembut.

Di usianya yang senja dia tetap memiliki semangat yang membara. Pak Ali, seorang tukang tambal ban berusia 70 tahun, yang lahir pada tahun 1954. Meski sudah berada di usia yang terbilang sudah lanjut, tidak membuatnya berdiam diri menunggu bantuan belas kasihan dari orang lain dan tetap semangat kerja.

Dalam bekerja, beliau setiap hari mangkal di bawah rimbunnya pohon di depan rumah seseorang yang sudah dipercayakan untuk menyimpan alat-alat bengkelnya. Tempat yang strategis untuk membuka usaha. sebab, di sekelilingnya tidak ada pesaing bengkel lain.

Beliau mengaku mulai  bekerja dari saat matahari tepat diatas kepala hingga tengah malam dengan peralatan seadanya. Menurutnya jika bekas pun tak masalah asalkan barang-barang tersebut dirawat dengan baik.

Kariernya sebagai penambal ban sudah dimulai sejak 18 tahun lalu, sejak awal dia tidak pernah pindah tempat mangkal.

Mula-mula beliau mengawali karirnya sebagai penambal ban bakar. Metode ban bakar ini banyak dijumpai di sejumlah titik-titik di Kota Jember, ban bocor akan ditambal dengan karet hitam yang ditekan oleh lempengan besi, sementara di bagian bawah lempengan dipanaskan menggunakan bara api agar karet melekat pada bagian ban dalam yang bocor.

Beliau tidak pernah menyebutkan nominal pengunjung yang datang tidak menentu. kadang kala hanya 1-5 orang atau bahkan tidak ada sama sekali, meskipun begitu beliau tidak pernah mengeluh ataupun meratapi nasibnya, lelaki paruh baya itu sudah bisa tersenyum lega atas penghasilan yang didapatkannya meski hanya cukup menutupi biaya makan beberapa hari, bahkan terkadang pulang dengan tangan kosong.

Beliau bekerja dari siang hingga malam dengan bermodal peralatan sederhana dan hanya beratapkan payung. Beliau lakukan itu untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya.

Penghasilan yang diperoleh tidak menentu, terlebih lagi Pak Ali telah mengubah konsep membayar dalam dunia yang serba materi menjadi suatu yang lebih bernilai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun