Mohon tunggu...
Jessica Siscawati
Jessica Siscawati Mohon Tunggu... -

Ik ben een kleine denker, maar met mijn grote gedachten kan ik de wereld veranderen.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Perkembangan Terbaru dari "Republika dan Detik Menyebar Kebohongan dan Kesalahan pada Bulan Ramadhan?"

19 Agustus 2012   17:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:32 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tanggal 19 Agustus 2012, saya menerbitkan dua artikel di http://cocologi.tumblr.com/post/29722010061/republika-dan-detik-menyebar-kebohongan-dan-kesalahan dan http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2012/08/19/republika-dan-detik-menyebar-kebohongan-dan-kesalahan-pada-bulan-ramadhan/ yang mengulas bagaimana dua media yang cukup besar di Indonesia, yaitu Detik dan Republika, menyebarkan kebohongan dan kesalahan dengan memuat profil professor mualaf yang sama sekali tidak bisa dikonfirmasi asal usulnya, dengan teorinya yang ternyata sangat ngawur, dan yang paling buruk, memasang foto Professor Xinsheng Sean Ling dari Universitas Brown sebagai "Demitri Bolykov sang professor mualaf" tanpa izin. Dengan cepat kedua artikel itu menyebar, dan saya berterima kasih, karena penyebaran ini telah memberikan dampak. Pada 19 Agustus sore menjelang malam, Republika sudah mengganti foto Professor Xinsheng Sean Ling menjadi foto Matahari, dan begitu pula Detik (tautannya juga diganti ke http://ramadan.detik.com/read/2012/08/19/200639/1995122/631/5/para-ilmuwan-ini-menjadi-muslim-setelah-melakukan-riset-ilmiah  ). Tindakan ini boleh diapresiasi karena paling tidak kedua media ini sudah mencoba membenarkan. Namun, ada beberapa hal yang patut disayangkan: 1. Kedua media tidak membuat permintaan maaf secara terbuka kepada pembaca yang sudah disesatkan dan terutama korban terbesar dalam peristiwa ini yaitu Professor Xinsheng Sean Ling yang fotonya sudah dipakai tanpa izin. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak terpuji dan tidak sesuai dengan etika jurnalisme, dan ada baiknya momen Idul Fitri ini dimanfaatkan dengan baik. 2. Kedua media tidak menghapus artikel yang bersangkutan, atau paling tidak membuat klarifikasi. Padahal, seperti yang sudah dipaparkan di http://cocologi.tumblr.com/post/29722010061/republika-dan-detik-menyebar-kebohongan-dan-kesalahan , profil mualaf Demitry Bolykov tidak jelas asal usulnya, dan artikel tersebut mirip hoax karena adalah salah satu modus hoax untuk mengarang profil palsu dengan gelar ahli agar tampak kredibel. Bukankah tugas media untuk menyajikan informasi yang bisa dipastikan kebenarannya? Selain itu, seperti yang juga dipaparkan di cocologi.tumblr.com, professor mualaf itu, kalaupun memang ada, tampaknya adalah professor-professoran karena (inter alia) tidak paham perbedaan yang paling sederhana antara kutub magnet sesungguhnya dengan kutub sesungguhnya, dan tidak tahu fakta bahwa medan magnet tidak memengaruhi rotasi Bumi. Di cocologi.tumblr.com kengawurannya sudah ditelanjangi habis-habisan, dan referensi jurnal ilmiahnya sudah dicantumkan, sehingga pembaca bisa memastikannya sendiri.

Gambar sudah diganti, namun rekaman ini tetap menjadi bukti Semoga kita semua juga bisa menjadikan peristiwa ini sebagai pembelajaran agar menjadi lebih kritis, skeptis, dan selektif dalam memilah informasi, apalagi mengingat banyaknya ensiklopedia dan jurnal ilmiah yang bisa kita akses dengan gratis untuk pemastian. Seperti kata Bung Karno, "tidak semua yang ada di Internet itu benar, anak Indonesia harus bisa memilih." Dan jikalau Anda kritis, selektif, dan tidak sekadar menelan informasi mentah-mentah, Anda akan tahu bahwa kutipan barusan saya karang karena pada zaman Bung Karno belum ada Internet. Tapi poinnya adalah, kritis itu sangat penting karena: "Dengan meragukan, kita akan mencapai kebenaran" - Rene Descartes "If we are not able to ask skeptical questions, to interrogate those who tell us that something is true, to be skeptical of those in authority, then we’re up for grabs for the next charlatan, political or religious, who comes ambling along.” - Carl Sagan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun