Mohon tunggu...
Jessica Marta
Jessica Marta Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mahasiswi aktif Program Studi S1 Ilmu Komunikasi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sejak tahun 2022. Berspesialisasi di ilmu komunikasi dan sangat tertarik menggeluti bidang komunikasi seperti public speaking, hubungan masyarakat, industri kreatif, dan marketing komunikasi. Saya merupakan seorang pribadi yang senang mempelajari hal-hal baru dan selalu ingin meningkatkan kemampuan diri secara profesional. Saya juga individu yang interaktif serta adaptif. Selain itu, saya juga aktif dan berkontribusi penuh dalam aktivitas keorganisasian kampus, di bidang Pertelevisan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Krisis Kebebasan! RUU Penyiaran Siap Menghancurkan Pilar Pers dan Ekspresi

10 Juni 2024   12:52 Diperbarui: 10 Juni 2024   12:52 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: antaranews.com

Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sedang digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai kontroversi dan menimbulkan kekhawatiran yang serius terkait ancaman terhadap kebebasan pers dan ekspresi di Indonesia. Beberapa pasal dalam RUU tersebut dinilai berpotensi menghambat hak-hak fundamental yang telah dijamin oleh konstitusi dan undang-undang sebelumnya.

Kontroversi Pasal Pengalihan Sengketa Jurnalistik

Salah satu poin kontroversial adalah pasal yang mengalihkan penyelesaian sengketa jurnalistik dari Dewan Pers ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dewan Pers sebelumnya memiliki wewenang penuh untuk menangani masalah ini sesuai dengan Pasal 42 ayat 2 yang tumpang tindih dengan UU Pers 40 Tahun 1999, yang menjamin independensi pers.

Berikut bunyi pasal 42 ayat 2:

"Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Kita sangat mengetahui bahwa KPI sering kali mendapat kritikan atas kinerjanya yang problematik. Contohnya, stasiun TV cenderung melakukan sensor berlebihan demi menghindari surat peringatan dari KPI, yang menunjukkan bahwa KPI belum berhasil mengedukasi batasan sensor yang tepat. 

Hal ini menjadi lebih serius ketika menyangkut sengketa terkait kegiatan jurnalistik, di mana KPI dianggap tidak memiliki kompetensi yang memadai. Akibatnya, penanganan sengketa jurnalistik oleh KPI dapat membahayakan masa depan kebebasan pers dan kualitas jurnalistik di Indonesia.

Pembatasan Jurnalisme Investigatif

RUU Penyiaran juga memuat pasal yang melarang penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi, yakni Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) . Berikut bunyi pasal 50 B ayat 2 huruf (c):

"Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:...(c.) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun