Mohon tunggu...
Jessica Liani
Jessica Liani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Masih dan terus belajar untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Analisa Risiko Kejadian Gunung Semeru

14 Desember 2021   23:00 Diperbarui: 14 Desember 2021   23:04 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gunung Semeru merupakan salah satu gunung berapi aktif yang berlokasi di wilayah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Indonesia. Selama ini, Gunung Semeru menjadi salah satu tujuan wisata favorit para wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Tercatat, sepanjang 2019, jumlah kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru mencapai 690.831 pengunjung. Bahkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyampaikan bahwa selama tahun 2020 lalu, meskipun di tengan goncangan pandemi masih terdapat ratusan wisatawan yang mengunjungi area wisata Gunung Semeru.

Pada 4 Desember 2021 lalu, terjadi erupsi Gunung Semeru dimana gunung aktif tersebut menyemburkan guguran asap tebal awan panas dan diikuti banjir yang menghancurkan apa saja yang dilewatinya di desa-desa, ternak, tanah pertanian dan perkebunan bahkan merendam puluhan rumah warga. Kondisi ini tak pelak menjadi sebuah petaka baik bagi warga sekitar, pemerintah, hingga masyarakat di kota-kota terdekat dan wisatawan.

Kejadian erupsi Gunung Semeru sejatinya merupakan sebuah bencana alam yang tidak terelakkan. Saat bencana alam terjadi, resiko yang mungkin terjadi tidak hanya berdampak pada kondisi lingkungan alam sekitar melainkan juga kondisi ekonomi, akses dan transportasi, hingga kehidupan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, adanya manajemen resiko dalam konteks bencana alam menjadi hal yang penting untuk mempersiapkan baik pemerintah maupun masyarakat akan pencegahan dan penanggulangan kejadian serupa.

Berdasarkan informasi yang dirilis pada Kompasiana, kondisi yang tampak pada masyarakat sekitar kaki Gunung Semeru saat bencana berlangsung menunjukkan ketidaksiapan masyarakat akan bencana alam yang sebetulnya tidak asing di wilayah tersebut. Hal ini tampak pada adanya evakuasi yang tidak tertata hingga tidak adanya jembatan penyambung pengganti antara Lumajang-Malang pasca putusnya jembatan Gladak Perak sebagai satu-satunya jembatan nadi mobilitas diantara kedua wilayah. Kekacauan dan kekalutan yang terjadi sangat jelas mengindikasikan bahwa selama ini warga maupun pemerintah baik pusat maupun setempat tidak menerapkan manajemen resiko yang baik sebagai upaya pengendalian dan penanggulangan dari kemungkinan erupsi Gunung Semeru.

Padahal, manajemen resiko merupakan hal yang krusial utamanya dalam konteks pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan akibat dari erupsi Gunung Semeru mengingat kemungkinan kejadiannya yang masih tinggi dan dampaknya yang tidak ringan pada berbagai aspek kehidupan.

Kondisi ini sekaligus menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah baik setempat maupun pusat dalam kontes erupsi Gunung Semeru sebagai bencana alam catastrophic yang beresiko besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun